New Energy Nexus (NEX) Ventures mengumumkan pendanaan tambahan pada tiga startup climate tech Indonesia dengan total akumulasi sebesar $31 juta (sekitar Rp484,7 miliar). Ketiga startup ini antara lain SolarKita, Swap Energy, dan Synergy Efficiency Solutions.
“Terlepas adanya penurunan investasi di sektor climate tech secara global tahun lalu, ketiga startup ini telah menunjukkan resiliensi mereka dengan menutup pendanaan baru,” ungkap Managing Director NEX Ventures Yeni Tjiunardi dalam keterangan resminya.
Sekilas mengenai ketiga portoflio tersebut:
SolarKita mengembangkan solusi energi surya untuk kawasan residensial sehingga memungkinkan mereka membangun basis pasar pengguna panel surya di Indonesia.
Swap Energy mengembangkan teknologi tukar baterai dan memungkinkan pengendara untuk mengganti baterai yang habis. Swap Energy tercatat memiliki lebih dari 1.300 titik penukaran baterai.
Synergy Efficiency Solutions (SES) menawarkan efisiensi energi di Asia Tenggara lewat berbagai solusi, seperti desain, pembiayaan, dan instalasi.
NEX Ventures melalui dana kelolaan Indonesia 1 Fund telah menyuntik pendanaan ke 7 perusahaan climate tech dan mengalokasikan 4 investasi lanjutan sejak 2020. Selain itu, Indonesia 1 Fund juga telah melakukan investasi bersama dengan Schneider Electric Energy Access Asia (SEEAA) di
SolarKita dan dengan Southeast Asia Clean Energy Facility (SEACEF) di SES.
Menurut laporan NEX, portofolionya telah menghasilkan kinerja baik dan berhasil menarik total $70 juta dari berbagai investor sejak disuntik dana kelolaan ini. Pihaknya mengklaim seluruh portofolio Indonesia 1 Fund telah mengurangi lebih dari 165 ribu ton emisi karbon, atau setara dengan penanaman delapan juta pohon.
Salah satu portofolionya menyatakan bahwa pendanaan tersebut akan dimanfaatkan untuk memperkuat fundamental bisnis perusahaan, mendorong kualitas produk, serta memperluas jaringan instalasi dan mitra penjualannya di Indonesia.
“Pendanaan yang kami terima dari Indonesia 1 fund dan SEEAA mendorong penetrasi kami di kawasan residensial secara signifikan. Milestone ini menandai langkah awal SolarKita pada rencana ekspansi mencapai 18MWp setara dengan instalasi PV solar 6000 rumah dalam tiga tahun ke depan,” ungkap Founder & CEO SolarKita Amarangga Lubis.
Tren global dan domestik
PwC dalam “State of Climate Tech 2023” melaporkan pendanaan climate tech dari VC dan firma ekuitas swasta mengalami penurunan hingga 40% tahun lalu. Faktor ketidakpastian ekonomi dan konflik geopolitik disebut menurunkan kepercayaan investor untuk berinvestasi.
Adapun, laporan ini dibuat berdasarkan hasil analisis pada lebih dari 8000 startup climate tech di dunia dan lebih dari 32.000 transaksi pendanaan dengan total nilai $490 miliar.
Sementara, laporan yang disusun DSInnovate lewat “Indonesia’s Startup Handbook: Funding Updates (Q1-Q3 2023)” menyoroti tren pendanaan di sektor hijau, terutama pada startup kendaraan listrik. Selama tiga kuartal di 2023, EV menjadi sektor yang memperoleh pendanaan tertinggi kedua di Indonesia.
Tiga startup pengembang ekosistem EV, yakni Swap Energy, Alva, dan Charged tercatat memperoleh pendanaan dalam beberapa tahun terakhir. Sementara, VC dan perusahaan investasi yang aktif menyalurkan modal ke sektor EV di antaranya New Energy Nexus Indonesia, Eas Ventures, AC Ventures, hingga Kejora-SBI Orbit Fund.
Geliat kendaraan listrik di Indonesia makin terasa seiring dengan penetrasi produk di tengah masyarakat. Dibandingkan dengan kendaraan konvensional, industri kendaraan listrik menjadi lebih menarik, karena Indonesia tidak hanya mentereng sebagai pasar, melainkan mulai ada inovasi yang terlahir dari inovator lokal — baik dari sisi produk kendaraannya maupun infrastruktur pendukungnya.
ION Mobility adalah salah satu startup yang fokus mengembangkan produk sepeda motor listrik/electric two‐wheel vehicles (E2w) di Indonesia. Mereka mulai membangun tim di Jakarta saat lockdown pandemi tahun 2020 lalu, dipimpin James Chan selaku founder dan CEO. Produk dan model bisnis yang dianggap solid membawa mereka menutup pendanaan awal $6,8 juta dalam dua putaran di tahun 2021 dan 2022. Dilanjutkan pendanaan seri A senilai $18,7 juta pada Februari 2023 dipimpin TVS Motor.
“Kami adalah satu-satunya pemain E2w (electric two‐wheel vehicles) yang didukung oleh industri otomotif Asia Tenggara. Selain pemimpin otomotif 2W TVS Motor, kami juga memiliki dukungan dari Martin Hartono dari GDP Venture dan Michael Sampoerna dari Sampoerna Strategic sebagai investor kami,” ujar James.
James turut memaparkan, bahwa sebagian besar dana investasi yang dikumpulkan digunakan untuk pengembangan tim, operasional, dan meningkatkan kehadiran di Indonesia. Sekarang sebagian besar tim berada di Jakarta dan Bandung, kendati demikian ION Mobility juga telah memiliki kantor di Singapura, Vietnam, dan China.
“Saat ini, kami beroperasi dari sebuah showroom kecil di Motovillage Kemang sambil bersiap-siap untuk meluncurkan experience centre unggulan kami yang berlokasi di Radio Dalam dengan 4 lantai dan luas 15.000m2. Tim kami juga sedang bekerja keras untuk menyempurnakan paket baterai dan jalur perakitan E2w kami di Karawang Timur, untuk menjaga agar kami tetap sesuai jadwal dalam memenuhi pemesanan di beberapa bulan ke depan,” imbuhnya.
Produk pertama ION Mobility
ION Mobility pertama kali memamerkan produk perdananya ION M1-S pada IMOS 2022, kala itu kondisi pandemi mulai mereda dan lockdown kembali dibuka. Bagi James dan tim, ini menjadi titik awal penting untuk memulai validasi produk di pasar Jakarta.
Upaya menemukan product-market fit terus dilakukan dengan membawa ke M1-S ke berbagai pameran, termasuk yang paling baru ke IIMS 2023 dan GIIAS 2023. Salah satu tujuannya untuk memberikan gambaran lebih jelas sekaligus mendengarkan impresi dari calon pelanggan.
“Setelah menyelesaikan rangkaian pameran selama satu tahun terakhir, ION M1-S tidak akan muncul di pameran sepeda motor lainnya hingga kami mengirimkannya kepada pelanggan pemesan awal kami nanti akhir tahun ini,” imbuh James.
ION M1-S adalah produk berstandar otomotif yang didukung secara luas oleh perangkat keras, firmware, dan perangkat lunak yang dikembangkan secara mandiri. Ukurannya setara sepeda motor 155cc pada umumnya, tetapi menawarkan daya dan kinerja sepeda motor setara 250cc dari 0-60 km/jam dengan dukungan sejumlah fitur unit yang dikembangkan.
“Kami masih menunggu dokumen konten lokal (TKDN), tetapi berharap untuk menjadi yang terdepan di industri dengan skor setidaknya 70%; jauh lebih tinggi dari semua merek motor listrik lainnya di Indonesia – ini hanya dapat dicapai karena kami tidak bergantung pada konsultan besar dan tidak pernah mengontrakan bagian dari desain dan rekayasa M1-S kepada pihak ketiga,” jelas James.
Diakui juga, bahwa ini bukan perkara gampang menyelaraskan tim berjumlah 50an orang (dengan 10 kewarganegaraan di 4 negara) sampai mencapai titik ini. Pun pihak TVS yang memiliki pengalaman 45 tahun di industri juga mengungkapkan hal tersebut.
“Dedikasi ekstrem kami untuk ‘melakukan semuanya sendiri, sendirian’, bersama dengan upaya pemasaran merek dan produk yang lebih sedikit namun lebih baik, adalah jalur yang paling jelas bagi kami untuk menciptakan sepeda motor listrik dan produk penyimpanan energi terbaik untuk pelanggan kami di Indonesia,” ujar James.
Ia melanjutkan, “Beberapa orang mengatakan, seharusnya kami membuat M1-S lebih murah dan menyatakan bahwa harga Rp49 juta (varian 72V50Ah) dan Rp56 juta (varian 72V60Ah) masih terlalu sulit dijangkau bagi kebanyakan orang Indonesia. Saya memberi tahu mereka bahwa ada satu kendala universal yang kami hadapi; Anda hanya dapat memilih 2 dari 3 faktor: lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik. Di ION, kami memilih lebih cepat dan lebih baik sebagai 2 faktor prioritas, dengan penurunan harga yang akan datang ketika kami mencapai skala ekonomi yang lebih tinggi, sejalan dengan permintaan (dan pengakuan) yang lebih besar untuk produk kami,” jelas James.
Ceruk pasar ION Mobility
Tidak dimungkiri dengan harga jual yang disebutkan James di atas, ION M1-S menjadi lebih mahal (signifikan) dibandingkan dengan sepeda motor konsumer konvensional yang saat ini mendominasi pasar. Bagi James, ION M1-S dirancang untuk menjadi pelopor di segmen produknya sendiri, yakni sebuah sepeda motor listrik seharga motor 155cc, tapi bertenaga 250cc (motor listrik 5kW yang mencapai output daya 12,5kW).
Ia turut mengungkapkan, di Indonesia rata-rata penjualan sepeda motor Internal Combustion Engine (ICE) per tahunnya mencapai 6 juta – 6,5 juta unit. Segmen 155cc mewakili sekitar 16-18% dari penjualan baru atau setara 1 juta+ unit dengan 80% dibeli oleh pelanggan di kota tier-1 seperti Jakarta. Kelompok pengguna ini masih merupakan segmen pasal massal (walaupun secara spesifik masuk ke massal premium) yang memiliki preferensi dan ekspektasi lebih mendetail. Sehingga dikenal juga sebagai segmen pelanggan penentu tren yang dinantikan pasar massal lainnya. Ceruk tersebut yang nantinya juga diharapkan bisa disentuh oleh produk ION M1-S.
“Merancang M1-S dengan seluruh gaya dan substansinya agar sesuai dengan faktor bentuk sepeda motor step-through (flat-bed) setara 155cc yang dibatasi secara volumetrik berarti ada volume yang lebih sedikit (dibandingkan dengan sepeda motor step-over) untuk menampung lebih banyak baterai guna menghasilkan tenaga kuda tinggi yang dimilikinya. Itulah mengapa kami harus membangun semuanya sendiri. Sebagai tim, kami percaya untuk menghadapi tantangan terberat terlebih dulu, dan jika kami berhasil melewati proses ini, menjadi jauh lebih mudah bagi kami untuk berkembang saat kami memasuki segmen lain di masa mendatang,” ujar James.
Baterai juga menjadi komponen yang mendapatkan perhatian penting dalam inovasi ION Mobility. Pihaknya mendesain, merekayasa, merancang paket baterai motor secara mandiri dengan peralatan berstandar industri dan bahan baku dari Tiongkok. Adapun proses perancangan dan perakitan dilakukan di pabrik yang perusahaan dirikan di daerah Karawang Timur.
Paket baterai ION dilindungi oleh aluminium yang kokoh untuk pengelolaan panas dan perlindungan fisik, menggunakan sel silindris NCM dengan faktor bentuk 21700 pada sistem 72V. Mereka juga telah memperoleh sertifikasi internasional untuk paket baterai (UN R136, UN 38.3) dan telah menguji sel, proses perakitan, dan paket secara menyeluruh. ION Mobility berkomitmen untuk melanjutkan pendekatan ketat ini guna menjaga kualitas di seluruh batch produksi.
“Pendekatan kami berbeda dengan hampir semua pemain lain yang memperoleh pak baterai E2w mereka tanpa kemampuan atau kesadaran akan pengorbanan desain dan pemilihan komponen. Dengan kata lain, mereka hanya bisa menyalahkan pemasok saat terjadi masalah, tetapi di ION, kami memikul tanggung jawab untuk memastikan hasil yang tepat, dan memiliki kemampuan internal untuk terus meningkatkan paket baterai dan teknologi sistem manajemen kami sendiri. Itulah sebabnya kami percaya diri untuk memberikan garansi pak baterai selama 5 tahun kepada pelanggan M1-S kami,” jelas James.
Tantangan utama ION Mobility
Memang, sepeda motor konvensional masih dan dinilai tetap akan mendominasi pasar Indonesia di beberapa tahun ke depan. Hal ini turut diaminkan oleh James, hanya saja ia melihat bahwa elektrifikasi kendaraan roda dua akan menjadi masa depan yang terus diupayakan berbagai pihak. Sehingga baik ekosistem motor konvensional dan pengembangan motor listrik akan berjalan berdampingan sampai 10-20 tahun mendatang.
“Tahukah Anda bahwa bahkan dengan listrik berbahan bakar batu bara, M1-S memiliki jejak karbon 2,8x hingga 3,75x lebih rendah dibandingkan sepeda motor konvensional 155cc? Ketika bumi kita terus memanas dan permukaan air laut meningkat seiring dengan tenggelamnya Jakarta dengan cepat, dorongan untuk transisi penuh ke E2w semakin besar,” ungkap James.
Kendala yang paling berat dihadapi ION Mobility adalah posisinya sebagai merek yang masih muda dan sangat baru. Ini berimplikasi pada tingkat kepercayaan pasar. Terlebih pasar Indonesia beberapa tahun belakang terus dibombardir dengan banyaknya produk sepeda listrik murah yang sebenarnya bukan tandingan sepeda motor dari sisi keandalan, bahkan masih jauh dibandingkan mesin 125cc sekalipun.
“Kami harus berupaya melawan gradien ini dan memastikan bahwa kami tidak terburu-buru dalam memberikan produk dengan segala cara, seperti yang dilakukan beberapa merek E2w Indonesia lainnya, yang kemudian akan mengecewakan para pendukung awal mereka,” lanjut James.
Tantangan selanjutnya adalah memastikan orang percaya bahwa James dan tim dapat merealisasikan visi-misinya di ION Mobility. Sempat diragukan, karena bahkan James tidak memiliki SIM sepeda motor di Singapura. Ia pun mengakui belum pernah membangun perusahaan di bidang hardware yang notabenenya membutuhkan belanja modal yang besar dan strategi matang agar bisa sampai skala industri. Apalagi di Asia Tenggara ekosistemnya juga masih minim, baik dari sisi investor hingga suplai tenaga kerjanya.
“Bagi seorang wirausaha, khususnya yang bergerak di bidang ‘teknologi keras’, kita menghadapi rintangan yang mustahil setiap hari. Menurut saya, tugas kita di tahun 2024 jauh lebih mudah, yakni konsisten meraih dan menjaga kepercayaan setiap pengendara sepeda motor Indonesia, mulai dari Jakarta,” ungkapnya.
Tahun 2024 ini, ION Mobility akan memulai milestone besarnya, yakni dengan mulai melakukan monetisasi. Selain itu proses fundraising juga tengah diupayakan untuk penggalangan putaran seri B guna mendukung pertumbuhan dan penguatan tim.
“Tahun ini akan menjadi tahun besar. Kami akhirnya akan beralih dari nol pendapatan menjadi jutaan (dolar), bahkan mungkin puluhan juta dalam pendapatan. Kami mulai berbicara dengan beberapa investor untuk pendanaan seri B guna mendukung lintasan pertumbuhan dan upaya penarikan dan retensi talenta kami. Tim saya memberi tahu saya bahwa ‘kompetitor’ E2w Indonesia kami dengan putus asa mencoba merekrut mereka tanpa hasil; kami pasti melakukan sesuatu yang benar sehingga rekan-rekan E2w kami berusaha melepaskan mereka dari kami,” ujarnya.
Selain itu ION Mobility akan mulai membuka beberapa toko dan mengumumkan jaringan layanan purnajualnya.
Kemitraan strategis
Ekosistem kendaraan listrik mulai terbangun, namun masih perlu diperkuat, salah satunya dengan kolaborasi antarstakeholder dalam industri. ION Mobility sendiri sudah cukup agresif membangun kemitraan dengan sejumlah pihak, termasuk Kementerian Perinudstrian di Indonesia, sejumlah BUMN (misalnya PLN), dan lembaga pembiayaan yang dapat mendukiung upaya perusahaan menghasilkan produk lokal yang bermutu secara end-to-end.
Di Singapura, ION juga telah menjalin kemitraan dengan lengan investasi pemerintah setempat, termasuk sejumlah lembaga inovasi seperti EnterprisSG, A*STAR, dan JTC.
M1-S sendiri telah menyelesaikan pengujian pemerintah dan menerima dokumen homologasi kendaraan jalan pada November 2023. ION Mobility juga sedang dalam proses penyelesaian beberapa dokumen tambahan yang mengikuti, tetapi James yakin sepenuhnya bahwa ION M1-S juga akan memenuhi syarat untuk program subsidi pemerintah Indonesia dengan tingkat konten lokal 70% atau lebih. Pemerintah memang tengah memberikan subsidi khusus berupa potongan harga langsung untuk mendukung program konversi ke kendaraan listrik. Sejumlah merek kendaraan listrik seperti Polytron, Alva, Volta, dan beberapa lainnya sudah mulai menjalankan program ini.
“Menarik untuk dicatat bahwa pelanggan yang melakukan pemesanan di tahun lalu tidak pernah fokus pada subsidi, yang sebenarnya hanya sebagai nilai tambah. Bahkan tanpa subsidi, M1-S menawarkan total biaya kepemilikan setara atau bahkan lebih baik setelah 2 hingga 3 tahun penggunaan harian, dibandingkan dengan sepeda motor ICE 155cc,” ujar James.
Lantas mengapa baru akan dikirimkan ke pelanggan pada akhir tahun ini? Pada November 2022, ketika ION Mobility pertama kali memperkenalkan M1-S di IMOS, mereka memperkirakan tanggal mulai pengiriman akhir Desember 2023. Namun, setelah mendengarkan masukan pelanggan, mereka memutuskan untuk mengambil tindakan pada beberapa area untuk lebih meningkatkan M1-S, yang meliputi:
Pengurangan berat – M1-S sekarang lebih ringan 14kg menjadi 149kg kosong, lebih mudah manuver, dan lebih stabil daripada sebelumnya dengan pusat gravitasi yang ditingkatkan.
Dinamika kendaraan yang lebih baik – disetel untuk kenikmatan berkendara, dengan penanganan dan ergonomi yang ditingkatkan pada berbagai kecepatan, manuver, dan kondisi jalan.
Pengurangan tinggi kursi – tinggi kursi sekarang turun menjadi 765mm dari tanah, memungkinkan pengguna berkendara dengan lebih percaya diri dan nyaman.
Pembaruan bagian belakang – mendesain ulang bemper belakang dan lampu depan untuk desain yang lebih atletis.
Pengisi daya terintegrasi yang ditingkatkan dan penutup kedap air – isi daya M1-S tanpa perlu khawatir hujan merembes ke dalam kompartemen penyimpanan melalui kabel pengisian.
Tingkat VA pengisian yang dapat disesuaikan – pengguna dapat mengontrol seberapa banyak daya yang diambil M1-S (dari 450 hingga 2200 VA) saat pengisian.
TPMS Terintegrasi – semua pengendara dapat bersukacita bahwa M1-S mereka akan dilengkapi dengan TPMS (sistem pemantauan tekanan ban) untuk kedua roda.
Kunci kemudi – pengendara dapat mengaktifkan kunci kemudi fisik saat diparkir untuk mencegah pergerakan tidak sah dari M1-S.
Pengujian lebih lanjut – berhasil mencapai tingkat pengujian jangka panjang yang semakin ekstrem, termasuk di lereng bukit Gunung Tangkuban Parahu dengan uptime lebih dari 99% dan pengendara berbobot hingga 145kg, dengan pencapaian rencana jarak uji 25.000km yang dijadwalkan akan selesai dalam beberapa bulan ke depan, dan 50.000km serta lebih tinggi pada akhir tahun.
“Saya meyakini semua pelaku industri E2w seharusnya memandang perjalanan ini sebagai maraton bukan sprint. Saya pikir ini adalah ide buruk bagi perusahaan mana pun untuk berkembang terlalu cepat. Sebagai mantan pegawai di pemerintah Singapura yang bekerja di bidang pengembangan industri, kemudian menjadi venture capitalist teknologi tahap awal dan angel investor sebelum menjadi serial techpreneur, saya selalu menekankan kepada tim pentingnya ‘efisiensi modal-usaha’ saat berada dalam fase pra-pendapatan,” tegas James.
Sebuah laporan menyebutkan, secara global sebanyak 3,5 miliar ton limbah pertanian yang dibuang, dibakar, atau dijual dengan harga murah. Limbah tersebut sebenarnya dapat diolah jadi komoditas yang memiliki nilai ekonomi. WasteX mencoba menyelesaikan masalah tersebut dengan pendekatan baru dengan biochar.
Startup yang dirintis oleh Pawel Kuznicki ini merupakan perusahaan pertama di bawah Wavemaker Impact (WMi), venture builder khusus impact milik Wavemaker Partners. Dalam tulisan sebelumnya, DailySocial.id menuliskan secara rinci mengenai WMi.
Rekam jejak Kuznicki pernah memegang berbagai posisi, mulai dari konsultan, venture builder, hingga pengusaha. Ia bergabung dengan WMi sebagai bentuk kontribusinya dalam membantu mitigasi perubahan iklim.
Kepada DailySocial.id, Kuznicki menceritakan proses pendirian WasteX bersama WMi memakan waktu cukup lama, namun komprehensif. Mereka sama-sama mengidentifikasi terlebih dulu berbagai permasalahan dan peluang di Asia Tenggara untuk mencari satu permasalahan yang secara potensial memiliki dampak paling besar, baik dari segi finansial maupun dalam pengurangan emisi karbon.
Dari beberapa ide yang terkumpul, ada benang berah yang dapat ditarik bahwa ternyata ada peluang yang belum dimanfaatkan dalam rantai nilai (value chain) pengolahan industri pertanian, dari sisi hulu (petani/peternak) dan hilir (industri pengolahan hasil pertanian).
“Dari sinilah lahir ide untuk mendirikan WasteX. Kami mencoba mengidentifikasi bagaimana WasteX dapat menciptakan nilai tambah yang besar bagi produsen pertanian dan peternakan baik dalam bentuk manfaat operasional, ekonomi (pendapatan), maupun lingkungan (membantu mitigasi perubahan iklim). Jawabannya adalah menyediakan suatu solusi terpadu untuk mengolah limbah pertanian menjadi biochar,” ujar dia.
Apa itu biochar
Biochar adalah bahan padat kaya karbon hasil konversi dari limbah organik (biomas pertanian) melalui pembakaran tidak sempurna atau suplai oksigen terbatas (pyrolysis). Bentuknya seperti arang, namun punya banyak kegunaan dan dapat menyimpan karbon dengan aman (>70% karbon setelah pirolisis).
Biochar bukan pupuk, tetapi berfungsi sebagai pembenah tanah. Potensi penggunaan biochar sangat besar mengingat bahan bakunya sangat melimpah, seperti tempurung kelapa, sekam padi, kulit buah kakao, tempurung kelapa sawit, tongkol jagung, dan bahan organik sejenis lainnya.
Ada tiga manfaat dari menggunakan biochar:
Peningkatan kualitas tanah: bila ditambahkan ke tanah dapat meningkatkan pH tanah, kadar air, dan retensi unsur hara; dapat meningkatkan hasil panen sebesar 10%-20%;
Suplemen pakan ternak: bila ditambahkan ke pakan ternak mampu meningkatkan kesehatan hewan, efisiensi pakan dan iklim kandang ternak;
Aditif semen: ditambahkan ke semen untuk meningkatkan kekuatan tekan, sifat insulasi termal, dan waktu pengerasan saat digunakan dalam beton.
Selain WasteX, startup lain yakni Neutura juga bermain dengan memproduksi biochar sebagai hasil akhir pengelolaan limbah.
Model bisnis WasteX
Dari segudang potensi yang ditawarkan biochar, selama ini implementasinya di lapangan masih minim karena mahalnya harga alat dan risiko penerapan biochar. Peternak/petani perlu menginvestasikan sejumlah besar uang, dan sumber biomassa berkualitas tinggi terbatas. Informasi umum mengenai biochar dan manfaatnya juga masih kurang.
WasteX memosisikan dirinya sebagai penyedia solusi biochar yang menyeluruh, dimulai dengan peralatan modular berskala kecil yang dapat mengubah biomassa apa pun menjadi biochar. Pengguna dapat menggunakan biochar tersebut atau menjualnya ke pelanggan lain.
Serta, menyediakan insentif kredit karbon kepada produsen pertanian (klien). Dalam hal ini, WasteX memfasilitasi penawaran/penjualan kredit karbon kepada pembeli/atau investor.
Target pengguna WasteX cukup luas, di antaranya: petani tanaman pangan, peternak unggas, pabrik penggilingan mandiri, perusahaan pertanian terpadu, produsen pupuk, perusahaan bahan konstruksi, penyaringan air, dan pengelolaan limbah.
Alat biochar yang diproduksi WasteX disebutkan ramah pengguna karena sudah dibuat otomatis. Dengan menggunakan aplikasi WasteX, pengguna dapat mencatat produksi biochar mereka dan menerima rekomendasi khusus mengenai cara menggunakan biochar.
WasteX menjual alat tersebut seharga $4.950, angka ini disebutkan harga kompetitif. Lantaran, keuntungan bersih bagi pengguna diestimasi mencapai dua kali lipat dari nilai investasi dalam satu tahun.
“Saat ini kami bekerja sama dengan manufaktur lokal di Filipina dan Indonesia untuk memproduksi mesin penghasil biochar, dengan begitu kami dapat meminimalisir biaya overhead dan lebih responsif terhadap permintaan pasar lokal baik di Filipina maupun Indonesia.”
Menurutnya, ada beberapa nilai tambah yang diberikan WasteX, yakni:
Memanfaatkan limbah biomassa pertanian/peternakan
Menghemat biaya produksi/operasional (contoh: pupuk dan media litter atau bedding untuk peternakan)
Meningkatkan pendapatan dari hasil produksi dan operasional yang lebih baik (contoh: hasil panen lebih tinggi atau angka kematian ternak lebih rendah)
Pendapatan tambahan melalui insentif kredit karbon
Pemanfaatan panas buang dari carbonizer (mesin penghasil biochar).
Sebagai perusahaan yang berfokus pada mitigasi perubahan iklim, berikut solusi yang ditawarkan WasteX kepada produsen/pelaku pertanian dapat memberikan dampak lingkungan yang luas sekaligus manfaat ekonomi:
Setiap satu ton biochar yang dihasilkan setara dengan pengurangan karbon sebesar 1.5 ton CO2 (net)
Satu unit carbonizer dapat menghasilkan hingga 100 ton biochar per tahun atau setara dengan pengurangan 150 ton CO2 ekuivalen. Alat ini cocok digunakan di peternakan skala menengah/besar atau di penggilingan skala kecil.
Jaminan kredit karbon sebesar $50 kepada klien untuk setiap ton biochar yang diproduksi dan diaplikasikan, atau setara dengan $5,000 per unit alat per tahun.
Selain manfaat ekonomi dari kredit karbon, pemanfaatan biochar di sektor pertanian dan peternakan juga memberikan manfaat operasional, antara lain meningkatkan hasil panen (20-50%), penghematan pemakaian pupuk (hingga 40%), penurunan angka kematian hewan ternak (hingga 25%), dan lainnya.
Jajaran investor
Sebagai portofolio di bawah WMi, WasteX telah mengantongi pendanaan sebesar $525 ribu. Kemudian, penggalangan berikutnya diperoleh dari Norinchukin Innovation Fund sebesar $250 ribu pada Maret 2023. Norichukin adalah CVC milik The Norinchukin Bank, salah satu bank pertanian asal Jepang terbesar di dunia.
Sejak berdiri, dengan berkantor pusat di Singapura, perusahaan telah meluncurkan uji coba dengan produsen, peternakan, dan platform teknologi pertanian di Filipina, Indonesia, dan Thailand di bidang penggilingan padi, jagung, tebu, unggas, singkong, dan kakao. Mengawali tahun 2024 ini, perusahaan berencana untuk membangun fasilitas biochar skala besar pertama dengan pabrik jagung di Indonesia.
Pengembangan alat WasteX kini sudah memasuki versi 2.2, diklaim memiliki performa dan harga paling optimal di pasar carbonizer (mesin penghasil biochar). Serta, didukung dengan dikantonginya sertifikat-sertifikat pendukungnya.
“Fokus utama kami saat ini adalah memastikan keberhasilan implementasi project dengan setiap klien sehingga project yang dikembangkan akan dapat memberikan manfaat maksimal kepada semua klien,” pungkasnya.
Meningkatnya krisis iklim global membuat Asia Tenggara menghadapi kerentanan yang lebih besar, terutama terhadap kenaikan permukaan air laut. Studi menunjukkan bahwa lebih dari 100 juta orang, atau 15% dari populasi di kawasan ini, menghuni daerah yang diperkirakan akan berada di bawah air pada tahun 2050.
Di sisi lain, kawasan ini juga menawarkan beberapa habitat alami dan wastafel karbon terbesar di dunia, seperti hutan hujan yang luas di Papua dan Kalimantan, depositoal lahan gambut yang signifikan di Indonesia, dan beberapa cadangan bakau terbesar di dunia.
Sebanyak 50% dari emisi kawasan ini berasal dari produksi pangan dan perubahan penggunaan lahan, terutama ditandai oleh pertanian petani kecil, maka dari itu solusi lokal sangat penting. Semangat ini yang ingin diteruskan oleh Wavemaker Impact, bagian dari VC asal Asia Tenggara Wavemaker Partners, yang didirikan pada 2021.
DailySocial.id berkesempatan untuk berbincang lebih jauh dengan Founding Partner Wavemaker Impact Marie Cheong secara tertulis.
Tesis 100×100
Cheong menuturkan Wavemaker Impact (WMi) merupakan bagian dari strategi Wavemaker Partners yang sedang bertransisi dari dana kelolaan strategi tunggal ke multi-strategi. WMi berfokus pada teknologi iklim dan pengembangan usaha yang diklaim telah menarik berbagai LP dan dana kelolaan berdampak memiliki proses dan struktur investasi yang berbeda dengan dana kelolaan di Wavemaker Partners.
“Kedua strategi ini berkontribusi pada visi Wavemaker untuk menjadi VC tahap awal yang paling tepercaya di Asia Tenggara dan misinya untuk berinvestasi pada wirausahawan terbaik di kawasan ini, serta memimpin komunitas terpercaya untuk membantu mereka sukses dan memberikan dampak positif pada dunia,” ucapnya.
Dia melanjutkan, misi yang diemban WMi adalah membangun portofolio perusahaan teknologi iklim yang dapat mengurangi 10% anggaran karbon global. Untuk itu, pihaknya bermitra dengan wirausahawan berpengalaman untuk membuat konsep dan berinvestasi di 100×100 perusahaan – perusahaan yang skalabel dengan kemampuan mengurangi 100 juta ton setara karbon dioksida dan menghasilkan bisnis dengan pendapatan sebesar $100 juta.
Ia dan tim berfokus pada inovasi model bisnis – mengembangkan insentif yang mendorong adopsi teknologi ramah lingkungan yang tersedia secara komersial atau mengubah perilaku. Setiap bisnis yang dibangun diamanatkan untuk meningkatkan pendapatan atau menurunkan biaya bagi pelanggan melalui teknologi ramah lingkungan.
“Karena kami tidak fokus pada risiko teknologi, perusahaan-perusahaan ini memiliki kemampuan untuk mencapai skala dalam jangka waktu dana VC yang umumnya 10 tahun. Dengan demikian, kami menargetkan pengembalian 3-5x untuk LP kami,” ucap Cheong.
Proses yang dilakukan WMi, sebagai venture builder, dimulai dengan mencari pengusaha berpengalaman yang terdorong untuk memecahkan masalah besar secara mendesak dan meluncurkan bisnis baru yang berdampak. Setiap pendiri dalam portofolio WMi sebelumnya telah terbukti memiliki rekam jejak exit yang berhasil. Dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa mereka tahu cara menciptakan nilai, membangun tim, mengembangkan produk, membangun jaringan pelanggan, dan meningkatkan modal.
Setelah orang tersebut menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama, WMi akan menyediakan tim yang terdiri dari tiga venture builders untuk bekerja bersama dengan sang pendiri selama tiga hingga enam bulan untuk menemukan peluang 100×100 yang sesuai dengan ambisi dan keahlian mereka.
Telah disusun pula pedomannya, dimulai dengan menemukan founder-problem fit: sebuah ruang permasalahan yang cukup besar dari sudut pandang ‘pasar total yang dapat diatasi’ dari sudut pandang karbon dan nilai (dalam dolar) yang ingin ditangani oleh para pendiri.
Cara ini merupakan hasil diskusi dengan 80-200 pelanggan potensial, pakar di bidang ini, dan mitra ekosistem untuk mencari wawasan dan insentif yang menghubungkan kantong nilai karbon dan dolar.
“Setelah memiliki [playbook], kami mengembangkan model bisnis dan mengujinya di pasar. Pada titik ini kami yakin bahwa ini adalah peluang 100×100 dan yang lebih penting, sang pendiri bersemangat membangun bisnisnya. WMi berinvestasi dan sang pendiri meluncurkan perusahaannya. Kami bekerja dengan para pendiri secara individual, bukan secara kelompok.”
Dicontohkan, kemitraan dengan salah satu pengusaha Indonesia, Benny Batara, untuk meluncurkan BumiBaru yang memulihkan lahan terdegradasi di Indonesia dengan mengubahnya menjadi kawasan pertanian yang menguntungkan.
Karena berfokus pada inovasi model bisnis dibandingkan teknologi mendalam, lewat tesis 100×100 ini para pendiri tidak perlu memiliki latar belakang bidang tersebut atau keahlian di bidang tertentu. Sebaliknya, WMi melihat bagaimana mereka dapat mengatasi inefisiensi pasar melalui penerapan teknologi ramah lingkungan.
Misalnya, salah satu portfolionya, Rize, merupakan perusahaan patungan antara Temasek, Breakthrough Energy Ventures, dan GenZero. Rize melakukan dekarbonisasi budidaya padi -pendorong emisi pertanian terbesar kedua secara global− dengan menawarkan input yang lebih murah (pupuk, benih, dan lainnya) demi menciptakan insentif bagi petani untuk mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan.
Portofolio lainnya, Helios, berambisi ingin mempercepat penerapan energi surya untuk perumahan, melalui penciptaan hipotek tenaga surya pertama di Asia Tenggara. Helios memberikan pelanggan akses terhadap hipotek yang lebih murah dengan memasang panel surya di atap rumah mereka.
Tutup fund pertama
Pada Desember 2023, WMi mengumumkan telah mengumpulkanfund pertama sebesar $60 juta. Raihan ini disebutkan melampaui target awal sebesar $25 juta. Modal tambahan ini akan memungkinkan perusahaan untuk memperluas portofolio perusahaannya dan terus melakukan investasi lanjutan pada usaha dengan kinerja terbaik hingga putaran pendanaan Seri B.
LP yang bergabung dalam fund ini, yakni United States Development Finance Corporation (DFC), British International Investment (BII), dan Triple Jump / DGGF, Beacon Capital, lengan ventura KBank, dan Autodesk Foundation, perusahaan filantropi Autodesk Inc.,
Hingga saat ini, WMi telah meluncurkan dan berinvestasi di enam perusahaan, ada tambahan empat lainnya sedang dalam pengembangan, serta dalam proses meluncurkan perusahaan pertamanya di India dan Australia. Portofolionya saat ini meliputi:
Agros – platform pertanian berkelanjutan untuk petani hortikultura
WasteX – perusahaan teknologi biochar terdistribusi yang menyerap emisi limbah pertanian
Rize – sebuah platform bagi petani untuk mengurangi emisi metana dalam budidaya padi
Helios – perusahaan hipotek tenaga surya residensial pertama di Asia Tenggara
BumiBaru – perusahaan pembalikan lahan terdegradasi di Indonesia
RegenX – platform pertanian regeneratif yang berfokus pada komoditas tanaman seperti kopi dan kakao
Portofolio awal WMi telah mengumpulkan pendanaan dari investor terkemuka, seperti Norinchukin Bank, Schneider Electric, dan Gaia Impact Fund, sementara sebagian besar portofolionya bersiap untuk mengumpulkan putaran Seed dan Seri A selama 12 bulan ke depan.
“Kami fokus berinvestasi pada para pendiri yang telah melalui proses venture build bersama kami.”
Cheong berpendapat startup berdampak di Asia Tenggara masih dalam tahap pertumbuhan, sehingga sebagian besar mereka berfokus pada skalabilitas komersial dengan dampak sebagai pertimbangan sekunder atau dampak dengan pertumbuhan yang lebih lambat.
Hanya saja, ada beberapa pengecualian, seperti eFishery di Indonesia yang telah memberikan dampak luar biasa terhadap penghidupan para petani ikan di Indonesia sembari membangun unicorn dari agritech.
“Tesis kami adalah membangun startup yang sangat skalabel dan memiliki dampak signifikan terhadap iklim adalah hal yang mungkin dilakukan,” pungkas dia.
Pengembang proyek tenaga surya PT Surya Utama Nuansa (SUN Energy) memperoleh pendanaan dalam bentuk pinjaman jangka panjang senilai $21 juta (sekitar Rp325,7 miliar) dari DEG, lembaga keuangan asal Jerman.
Ini adalah pinjaman kedua dari DEG yang diteken pada Oktober 2023. Sebelumnya, pada 2021, SUN Energy memperoleh pendanaan seri A sebesar Rp360 miliar, salah satunya dari TBS Energi Utama, yang juga mendirikan perusahaan patungan motor listrik Electrum.
Menurut keterangan di situs resminya, dana tersebut akan dipakai untuk membiayai tambahan kapasitas sebesar 50 MW di lebih dari 50 lokasi proyek baru untuk pembangkit listrik tenaga surya atap komersial dan industri di Indonesia.
Didirikan pada 2016, SUN Energy mengembangkan dan menyewakan instalasi photovoltaic (PV) solar ke perusahaan dan industri, seperti pusat perbelanjaan, dengan perjanjian sewa jangka panjang. Hingga saat ini, perusahaan telah mengamankan kontrak proyek dengan total kapasitas sebesar 280MW, di mana 89 proyek sudah selesai, 3 proyek berlokasi di luar negeri, dan sisanya tersebar di 25 kota di Indonesia.
Lebih lanjut disampaikan DEG, Indonesia memiliki potensi besar di sektor energi terbarukan dan dampak pembangunan yang didorong oleh upaya elektrifikasi di daerah pedesaan dan luar Pulau Jawa. Hal ini sejalan dengan upaya SUN Energy dalam mengembangkan solar panel.
Selain itu, investasi ini juga berkontribusi terhadap strategi DEG dalam mendukung transformasi energi ramah lingkungan di Asia. Selain mendukung pelaku usaha muda dan inovatif di negara-negara berkembang, ini menjadi langkah penting dalam upaya Indonesia mendorong bauran energi terbarukan pada 2030.
“Transaksi ini terutama berkontribusi pada goal ke-7 SDG terkait penyediaan energi yang terjangkau dan bersih, dan goal ke-13 terkait aksi iklim,” demikian pernyataan DEG.
PV surya atap komersial dan industri masih merupakan segmen muda dan berkembang yang memiliki peran penting dalam rencana Indonesia untuk meningkatkan pangsa Energi Terbarukan hingga 20% hingga tahun 2030.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, realisasi bauran energi baru terbarukan baru mencapai 12,5% pada paruh pertama 2023, meleset dari target yang ditetapkan tahun lalu di level 17,9%. Target ini disebut tidak tercapai karena sebagian besar commercial operation date (OCD) pembangkit EBT diperkirakan baru bisa dieksekusi setahun setelahnya.
Selain SUN Energy, beberapa startup pengembang solar panel di Indonesia antara lain Xurya, Suryanesia, dan SolarKita.
Bersama dengan pagelaran COP 28 di Dubai, Neutura selaku startup di bidang carbon removal lokal, mengumumkan pendanaan angel round atau pra-awal dengan investor dan nilai yang tidak disebutkan. Investasi tersebut difokuskan untuk pengembangan proyek penyerapan karbon berbasis biochar, yang dinilai dapat menghadirkan loncatan besar dalam menghambat laju perubahan iklim.
Cara kerjanya dengan mengubah limbah pertanian menjadi biochar yang memiliki nilai tambah dan diklaim mampu mengunci karbon dalam tanah selama lebih dari 500 tahun.
Dalam waktu dekat Neutura bersiap meluncurkan dua proyek mercusuar pada tahun 2024 ini. Proyek yang akan diluncurkan berfokus pada pemanfaatan limbah tanaman dari industri pertanian untuk menyerap karbon dari atmosfer, dengan mengubah hasil limbah menjadi biochar dan cuka kayu.
Targetnya proyek ini akan dijalankan di Indonesia dan Eropa Selatan. Proyek di dua wilayah ini tidak hanya sekadar bertujuan untuk mengurangi emisi secara holistik, melainkan juga mengubah paradigma masyarakat terkait carbon removal dan manajemen limbah agrikultur yang bertanggung jawab.
Lokasi uji coba yang akan dikerjakan di Indonesia berkapasitas 30 ribu ton untuk limbah per tahunnya, dengan perkiraan karbon yang dihilangkan melalui Biochar Carbon Removal (BCR) sekitar 18 ribu ton per tahun.
Untuk lokasi uji coba kedua di Eropa Selatan, kapasitas potensial maksimumnya sekitar 12 ribu ton limbah yang akan diproses setiap tahunnya, perkiraan karbon yang dihilangkan melalui BCR akan sekitar 6 ribu ton per tahun.
“Kami melihat limbah pertanian bukan sebagai masalah tetapi sebagai solusi. Dengan mengubah limbah ini menjadi biochar, kami mengatasi beberapa tantangan sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan kesehatan tanah, dan menciptakan praktik pertanian yang berkelanjutan,” ujar Co-Founder Neutura Laksamana Sakti atau yang akrab dipanggil Alif.
Mengenal Biochar
Biochar merupakan hasil produk berbentuk arang yang dihasilkan oleh Neutura melalui proses pirolisis. Salah satu kemampuan utamanya untuk meningkatkan kesuburan tanah. Selain itu, biochar ini bisa dimanfaatkan sebagai material industri metalurgi dan semen rendah emisi.
“Material ini dapat meningkatkan retensi air dan struktur tanah, menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih sehat, dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Produksi biochar dapat menjadi katalis perubahan yang cukup signifikan untuk memulai praktik pertanian berkelanjutan,” jelas Alif.
Secara bersamaan, cuka kayu produk sampingan dari proses ini, dapat berfungsi sebagai pestisida dan pupuk alami. Menurut Alif, cuka kayu adalah solusi organik untuk perawatan tanaman. Cara ini dinilai efektif, ramah lingkungan, dan sejalan sepenuhnya dengan visi masa depan pertanian yang berkelanjutan.
Proyek pilot yang dikerjakan Neutura menggunakan peralatan pirolisis khusus yang dirancang menggunakan energi yang efisien dan terintegrasi dengan pabrik. “Kami berinvestasi dalam teknologi yang tidak hanya mendukung berjalannya kegiatan operasional, tetapi juga menetapkan standar rendah emisi yang berkelas dunia,” ujar Alif.
Dengan menjual biochar dan kredit penyerapan karbon, Neutura ingin memastikan kelangsungan profitabilitas perusahaan sedari awal. “Model bisnis kami mencerminkan komitmen kami terhadap keberlanjutan dan profitabilitas,” kata Alif.
Selain Alif, startup ini turut didirikan oleh Glory Sihombing. Sebelumnya Alif dikenal sebagai Co-Founder Siklus, salah satu startup berdampak yang fokus pada layanan isi ulang aneka kebutuhan harian. Ia juga terlibat sebagai dewan direksi di proyek berdampak REDD+ dan ARR yang fokus ke solusi penanganan iklim. Alif juga menjadi salah satu delegasi Indonesia pada KTT Pemuda G20 2023 lalu.
Sementara Glori juga merupakan anggota Global Green Capital dan Carbon Offset AsiaCarbon. Dengan enam proyek penghapusan karbon yang sedang berjalan di seluruh Indonesia, pengalamannya dinilai akan signifikan dalam mengakselerasi Neutura.
Laporan Intellecap bertajuk “Impact Investing in Southeast Asia 2020-2022” merangkum aktivitas investasi ke sektor berdampak di kawasan tersebut. Dari data yang dihimpun, nilai investasi yang berhasil dibukukan sebagai berikut:
Jenis Investor
Nilai Investasi
Jumlah Transaksi
Jumlah Investor Aktif
Private Impact Investors (PII)
$625 juta
226
66
Development Finance Institutions (DFI)
$6,04 miliar
147
11
DFI x PII
$197,5 juta
6
n/a
Untuk PII, nilai pendanaan terbesar diberikan kepada sektor keuangan, sementara transaksi terbanyak ada di sektor teknologi informasi. Lalu untuk DFI, mayoritas disalurkan ke sektor keuangan — termasuk beberapa di dalamnya fintech yang beroperasi di Indonesia.
Investasi berdampak ditujukan tidak hanya membantu suatu bisnis untuk terakselerasi, namun juga memberikan dampak sosial seluas-luasnya untuk segmen pasar yang ditargetkan.
Sejumlah startup di Indonesia telah menerima investasi ini –salah satunya dari lembaga seperti International Finance Corporation—memberikan dukungan pendanaan (dalam bentuk ekuitas dan debt) kepada GoTo (ride hailing dan e-commerce), Amartha (fintech lending), AnterAja (logistik), Evermos (social commerce), Kitabisa (crowdfunding), dan PasarPolis (insurtech).
Melihat dampak positif yang terus digapai, pendanaan di bisnis berdampak terus diperluas melalui unit investasi yang lebih beragam. Salah satunya SEEDS Capital, salah satu lengan ventura di bawah Enterprise Singapore (bagian dari inisiatif Kementerian Perdagangan dan Perindustrian Singapura).
DailySocial.id berkesempatan berbincang secara virtual dengan General Manager SEEDS Capital Kaixin Tan, membahas bagaimana hipotesis yang mendasari para pemodal ventura di sektor berdampak.
Hipotesis investasi
Mengawali perbincangan, Tan mengatakan bahwa mandat SEEDS Capital adalah mendorong investasi cerdas ke dalam startup inovatif (berbasis) di Singapura yang memiliki konten intelektual kuat dan potensi menembus pasar global. Pendekatan utamanya dengan melakukan co-investment dengan VC dan CVC di kawasan regional.
“Dengan memberikan leverage investasi dan mengambil risiko bersama private investor, kami menyediakan modal yang dibutuhkan startup untuk menutup putaran awal mereka dan melanjutkan pertumbuhan mereka. Kami cenderung berinvestasi lebih awal pada putaran seed sampai seri A, ketika startup masih melakukan penelitian dan pengembangan atau dalam tahap komersialisasi awal,” ujar Tan.
Berikut ini sejumlah startup portofolio SEEDS yang saat ini punya kehadiran di Indonesia dan/atau turut diinvestasi oleh pemodal ventura yang punya basis di Indonesia:
Startup
Sektor
Co-Investor (basis Indonesia)
6Estates
AI
GDP Venture
Aevice Health
Healthtech
East Ventures
AMILI
Biotech
East Ventures
CROWDO
Fintech
Gobi Partners
Ematic Solution
Martech
AC Ventures
ION Mobility
Electric Vehicle
GDP Venture
Mesh Bio
Biotech
East Ventures
Style Theory
Fashion
Alpha JWC Ventures
Workmate
Job Marketplace
AC Ventures
Zenyum
Healthtech
TNB Aura
ZUZU Hospitality
Hospitality
AC Ventures, Alpha JWC Ventures
Tan melanjutkan, “Kami exit bersama mitra investor ketika ada peluang yang sesuai. Namun, kami juga dapat bertindak sebagai pemodal yang lebih ‘sabar’ jika beberapa startup memerlukan periode pengembangan yang lebih lama untuk mengomersialkan teknologi tersebut,” ujar Tan.
Lebih dari 40 Mitra investasi
Saat ini SEEDS telah bekerja sama dengan lebih dari 40 mitra VC di seluruh vertikal bisnis yang menjadi domain investasi. Ada lebih dari 150 startup yang telah diinvestasi, yang telah melayani pasar di Singapura dan sejumlah negara Asia Tenggara lainnya. Beberapa startup seperti ION Mobility dan CROWDO memiliki fokus di pasar Indonesia dalam debutnya — kendati mereka memiliki kantor pusat di Singapura.
“Kami bekerja sama dengan mitra investasi yang kami yakini mampu menambah nilai strategis yang kuat bagi startup, tidak hanya dalam hal pendanaan, namun juga mampu membantu startup untuk berkembang dengan pengalaman, keahlian, dan jaringan mereka di pasar-pasar utama yang diminati,” imbuh Tan.
Ia mencontohkan, kemitraan SEEDS dengan Real Tech Holdings (RTH), sebuah VC deep tech asal Jepang, memungkinkan startup mereka memanfaatkan jaringan RTH yang luas di Negeri Sakura, termasuk melalui perusahaan dan LP mereka. Secara khusus, RTH membantu startup deep tech portofolio SEEDS mengakses pasar Jepang melalui kemitraan strategis atau proyek percontohan.
Di bidang perawatan kesehatan, SEEDS bermitra dengan Coronet Ventures, sebuah lengan investasi Cedars-Sinai Medical Centre, salah satu grup rumah sakit swasta terkemuka di Amerika Serikat. Kemitraan ini memungkinkan portofolio mereka memanfaatkan sumber daya klinis pusat medis tersebut. seperti paparan infrastruktur penelitian dan sumber daya uji klinis.
“Kemitraan ini juga akan memungkinkan para startup untuk mendapatkan manfaat dari peluang mentoring dari para dokter, peneliti, dan pengusaha layanan kesehatan global terkemuka lainnya,” kata Tan.
Porsi lebih untuk deep tech
Investasi ke sektor deep tech memang tengah menggeliat di dunia. Menurut laporan BCG, tahun ini sekitar 20% dana VC diinvestasikan ke sektor ini. Secara total, pada H1 2023 sekurangnya $40 miliar telah disalurkan ke startup deep tech global.
Dalam 5 tahun terakhir, SEEDS banyak berinvestasi ke startup deep tech khususnya bidang biotech, climate-tech, dan manufaktur tingkat lanjut. Menurut Tan, hal ini disebabkan oleh semakin matanya ekosistem deep tech di kawasan ini, termasuk dari sisi talenta, program akselerator, hingga investor yang masuk ke segmen ini. “Dan tentunya adanya peningkatan pengusaha ‘bilingual’ yang mampu memadukan kemampuan ilmiah yang kuat dengan pola pikir komersial dalam mendirikan usaha tersebut,” ujarnya.
Tan melanjutkan, “Yang lebih penting lagi, pendorong terbesarnya adalah permintaan akan solusi dan teknologi terobosan yang dapat memenuhi sebagian kebutuhan Asia Tenggara dalam melayani kebutuhan penduduknya, seperti layanan kesehatan dan urbanisasi.”
Dicontohkan SEEDS telah berinvestasi ke AMILI, sebuah startup mikrobioma usus presisi, yang melakukan studi untuk memahami kekhususan mikrobioma usus Asia guna menemukan wawasan dan mengembangkan intervensi kesehatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan populasi Asia. Tahun ini investor East Ventures turut mendanai startup tersebut.
Portofolio lainnya adalah Transcelestial, startup komunikasi laser nirkabel, bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi, ISP, dan mitra perusahaan untuk menerapkan sistem Centauri. Sistem tersebut menyediakan konektivitas 4G di rumah dan kantor secara lebih baik tanpa kabel bawah tanah atau perangkat berbasis frekuensi radio yang memerlukan investasi infrastruktur mahal.
Bawa startup go-global
Ketika berinvestasi, SEEDS juga melihat potensi calon portofolionya untuk bisa berkembang secara global. Tan mengatakan bahwa Asia Tenggara saat ini menjadi bagian penting dari rencana pertumbuhan banyak perusahaan dalam portofolio mereka, mengingat kelas menengah yang berkembang pesat dan permintaan solusi atau produk yang lebih efektif, terjangkau, atau berkelanjutan.
Selain ION Mobility di Indonesia, beberapa startup lain yang pesat di luar Singapura adalah layanan agritech Singrow di Malaysia dan Thailand.
Sebagai bagian dari agensi pemerintah dalam mendukung pengembangan usaha, SEEDS ingin membawa nilai tambah dari jaringan yang dimiliki Enterprise Singapore yang saat ini telah memiliki 37 kantor global termasuk di negara-negara besar di Asia Tenggara. Enterprise Singapore sendiri juga punya mandat untuk menjembatani antara startup dengan investor, mitra, dan pangsa pasar di jaringannya.
“Inisiatif kunci lainnya adalah program Global Innovation Alliance (GIA) yang dijalankan Enterprise Singapore di pusat-pusat inovasi kunci, termasuk 4 kota di Asia Tenggara. Program akselerator GIA bertujuan mempercepat masuknya startup ke pasar dengan bantuan mitra lokal seperti Plug and Play (Jakarta & Manila), Quest Ventures (Ho Chi Minh City), dan RISE (Bangkok),” jelas Tan.
Menutup perbincangan Tan menyampaikan, walaupun fokus utama SEEDS berinvestasi ke startup berbasis di Singapura dengan aktivitas inti di sana (kantor pusat, R&D, dan manufaktur), namun bisa dipastikan para pendiri datang dari berbagai negara dan latar belakang. “Kami menyambut startup dari Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk mendirikan basis di Singapura dan bekerja sama dengan kami,” tutupnya.
Bisnis daur ulang sampah plastik belakangan semakin banyak dilirik. Selain karena terbukti menguntungkan, daur ulang sampah plastik juga dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan.
Pendekatan ini banyak dikenal dengan istilah ekonomi sirkular. Februari lalu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat bahwa Indonesia saat ini memiliki sekitar 241 pelaku usaha daur ulang plastik, dengan nilai investasi mencapai 20 triliun rupiah dan kemampuan produksi sebesar 2,54 juta ton per tahun.
Dari sini sebenarnya sudah bisa kita simpulkan bahwa sampah, khususnya sampah plastik, dapat diperlakukan sebagai komoditas yang bernilai.
Sayangnya, hal ini cuma berlaku untuk beberapa pihak saja. Pasalnya, seperti yang kita tahu, masih banyak kalangan pemulung yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Sentimen seperti itulah yang saya dapatkan setelah berbicara singkat dengan Rheza Varianto Yudhistira, co-founder sekaligus CEO dari startup manajemen sampah Buangdisini.
Dalam penjelasannya, Rheza mendeskripsikan Buangdisini sebagai startup yang menawarkan layanan daur ulang plastik secara end-to-end, dengan fokus pada digitalisasi tata niaga di sektor informal.
Salah satu pemain di sektor informal yang dimaksud adalah kalangan pemulung itu tadi. Menurut Rheza, status quo industri yang ada saat ini membuat para pemulung sangat sulit untuk memperoleh pendapatan yang layak, dan di situlah Buangdisini berharap dapat membantu melalui upaya digitalisasinya.
Secara garis besar, produk Buangdisini dapat dibedakan menjadi dua, yakni fasilitas daur ulang canggih yang bertempat di kota Malang, dan aplikasi ponsel yang dapat digunakan oleh para pengumpul sampah plastik untuk memudahkan pekerjaan mereka.
Lewat aplikasi tersebut, siapa pun dapat mengakses data yang terintegrasi secara transparan. Dalam konteks para pemulung misalnya, mereka bisa menjual sampah plastik yang dikumpulkannya dengan harga yang jauh lebih tinggi ketimbang jika melalui pihak perantara.
Sejak diluncurkan pada bulan Oktober 2022, aplikasi Buangdisini telah berhasil menggaet sekitar 1.000 pengguna aktif.
Untuk ulasan selengkapnya, kunjungi Solum.id. Solum.id adalah media online yang fokus menyajikan berbagai artikel tentang sektor keberlanjutan dan teknologi masa depan.
–
Disclosure: Solum.id adalah bagian dari grup DailySocial.id
Startup cleantech Bioniqa mengumumkan perolehan pendanaan awal dengan nominal yang tidak disebutkan dari Bali Investment Club (BIC). Pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk kebutuhan riset dan pengembangan produk.
Bioniqa mengembangkan fotobioreaktor yang dapat mengonversi jejak karbon menjadi kredit karbon dan oksigen. Mereka mengadopsi pendekatan lokal yang diklaim belum pernah ada sebelumnya di Indonesia dalam memerangi isu polusi udara di pusat perkotaan.
“Fotobioreaktif unik yang kami miliki dapat menampung alga dalam lingkungan terkendali, yang dapat menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen. Ini bukan hanya sebuah mesin, tetapi ekosistem yang dapat membersihkan udara yang kita hirup sehingga membuat kota menjadi lebih layak huni,” ujarnya Co-Founder dan President Bioniqa Andre Hutagalung lewat siaran resmi.
Bioniqa didirikan pada 2023 oleh RaMa Raditya dan Andre Hutagalung. Keduanya dikenal sebagai pendiri startup pengembang smart cityQlue. Saat ini, Bioniqa telah mengoperasikan instalasinya di tempat penitipan anak di wilayah Jakarta, dan targetnya akan dipasang secara agresif di sekolah-sekolah besar di sejumlah kota.
Bioniqa menyasar sektor B2C di segmen menengah ke atas, mencakup residensial mewah dan apartemen vertikal; sektor B2B, mencakup gedung perkantoran, ruang ritel; serta sektor B2G lewat kemitraan dengan fasilitas pemerintahan, dan ruang publik berlalu lintas tinggi.
Klaimnya, satu fotobioreaktor Bioniqa telah meningkatkan kualitas udara luar ruang sebesar 60%-80% pada area seluas 150 meter persegi dalam waktu 24 jam. Lalu, mesin ini dapat mengimbangi 165 hingga 240 kg emisi karbon setiap tahunnya, serta menghasilkan 6.800 liter oksigen setiap tahunnya.
Melalui pendanaan ini, Bioniqa akan mengembangkan laboratorium dan perkebunan alga, hingga meningkatkan kemampuan fotobioreaktor melalui teknologi IoT.
Nicolo Castiglione, Managing Partner Bali Investment Club mengatakan ini menjadi momentum tepat berinvestasi untuk merespons krisis polusi udara yang dihadapi Jakarta selama beberapa bulan terakhir.
“Per satu mesin saat ini setara dengan 80 pohon dalam produksi O2 dan 20 pohon untuk mengurangi CO2. Di kota padat seperti Jakarta, kita tidak bisa menanam pohon di sembarang tempat dan perlu waktu bertahun-tahun sebelum pohon itu tumbuh. Bioniqa hadir untuk memecahkan masalah ini dengan menggabungkan alam dan teknologi.”
Beberapa waktu lalu, pemerintah meluncurkan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), merespons target Indonesia untuk mencapai pengurangan emisi karbon menjadi 31,89% pada 2030. Payung hukumnya juga telah diterbitkan melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 yang akan menjadi pedoman dan acuan perdagangan karbon.
Peluncuran Bursa Karbon Indonesia juga merespons berkembangnya kebutuhan terhadap solusi di bidang teknologi hijau (cleantech), khususnya dekarbonisasi, yang diikuti oleh kemunculan pengembang inovasi di bidang karbon.
Beberapa di antaranya Fairatmos yang mengembangkan platform untuk mengakselerasi penyerapan karbon, juga Jejak.in yang memanfaatkan teknologi IoT dan satelit dalam menganalisis jejak karbon.
Terratai, venture builder yang fokus pada sektor impact, mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai $2 juta (sekitar Rp31 miliar) dari UBS Optimus Foundation dan Swiss Re Foundation. Dana akan diarahkan untuk meluncurkan program cohort pertama di Indonesia, yang berpotensi diperluas ke Asia Tenggara dalam mendatang.
Terratai akan membuat program untuk membangun usaha-usaha baru tahap awal, yang dapat menunjukkan dampak terukur terhadap alam dan keanekaragaman hayati, dan memberikan dampak di berbagai metrik yang ditetapkan secara ketat. Termasuk di antaranya: mitigasi karbon dan penghindaran emisi, perlindungan keanekaragaman hayati dan pengelolaan spesies, perlindungan dan restorasi habitat, serta peningkatan jasa ekosistem.
Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Terratai Matt Leggett menyampaikan, kemitraan antara Terratai dengan dua investornya ini memperlihatkan komitmen bersama dalam meninjau ulang bagaimana modal dapat disalurkan untuk Solusi Berbasis Alam (nature-based solutions). Serta, langkah penting dalam menutup kesenjangan pendanaan global sebesar $800 miliar yang diperlukan untuk melindungi dan memulihkan alam setiap tahunnya.
“Kemitraan dengan UBS Optimus dan Swiss Re Foundation kini memungkinkan kami untuk mempercepat misi kami dalam mengidentifikasi model bisnis baru yang berani dan dapat melindungi lahan dan bentang laut yang paling berisiko di Indonesia, serta memberikan dukungan yang sesuai dan fasilitasi investasi tahap awal yang diperlukan untuk membawa perusahaan-perusahaan rintisan berkembang, dan membuka jalan ke aktivitas ekonomi yang memperhatikan kelestarian alam,” ujar Leggett, Rabu (22/11).
CEO UBS Optimus Foundation Maya Ziswiler menambahkan, Indonesia berada di garis depan dalam perjuangan global melawan perubahan iklim. Lebih dari separuh daratannya ditutupi oleh hutan, dan sangat penting untuk melestarikan sumber daya alamnya dengan bantuan solusi berbasis alam.
“Kemitraan baru kami dengan Terratai untuk melindungi keanekaragaman hayati dan penghidupan yang layak bagi masyarakat Indonesia, dan seiring waktu di Asia Tenggara, adalah contoh sempurna bagaimana UBS Optimus Foundation menginkubasi usaha-usaha yang berdampak, membuat mereka menjadi lebih siap untuk menerima investasi dan terukur, sambil memastikan bahwa mereka tetap dapat mencapai hasil positif dalam perjuangan melawan perubahan iklim, keanekaragaman hayati, dan komunitas lokal,” imbuh dia.
Direktur Swiss Re Foundation Stefan Huber Fux menyampaikan, misi Terratai sejalan dengan komitmennya dalam membangun dunia yang lebih tangguh. “Kami sangat bersemangat untuk meningkatkan solusi berbasis alam, yang merupakan fokus utama dalam komitmen strategis kami untuk bersama-sama membangun ekosistem yang dinamis dengan peluang investasi untuk solusi yang mempunyai dampak positif, tidak hanya terhadap tantangan lingkungan, namun juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat lokal.”
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sistem pangan global – cara kita menanam, memanen, memproses, dan memperdagangkan apa yang dimakan – sangat bergantung pada alam. Namun sistem pangan global juga merupakan penyebab terbesar hilangnya alam dan keanekaragaman hayati, serta bertanggung jawab atas lebih dari 30% emisi gas rumah kaca global.
Diperkiraan populasi masyarakat di Asia Tenggara akan bertambah menjadi 770 juta pada tahun 2040, sehingga memberikan tekanan lebih lanjut pada ekosistem laut dan darat untuk produksi pangan. Berdasarkan kondisi saat ini, kawasan ini bisa kehilangan 70% habitat alami dan 40% spesies, kecuali ada tindakan tegas yang diambil.
Sayangnya, solusi berbasis alam masih kekurangan dana. Dari laporan yang disusun oleh The Paulson Institute bersama Nature Conservancy memperkirakan, pendanaan untuk konservasi dan restorasi ekosistem tidak mencukupi sebanyak $711 miliar per tahun.
Kesenjangan yang kian melebar ini tidak dapat diatasi hanya dengan pendanaan filantropis dan donor saja. Satu-satunya cara berkelanjutan untuk membiayai solusi berbasis alam adalah dengan memobilisasi lebih banyak modal dari investor swasta.
Program Terratai
Mengutip dari situs Swiss Re Foundation, Terratai akan mengidentifikasi, menciptakan dan mengembangkan perusahaan berbasis alam tahap awal yang mengatasi tantangan sistemik yang menyebabkan hilangnya alam dan keanekaragaman hayati di Asia.
Tim Terratai menyediakan sumber daya, keahlian, dan investasi yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan perusahaan-perusahaan ini hingga mereka dapat mencapai skala dan menarik modal institusional, biasanya dalam jangka waktu setidaknya dua tahun.
Terratai berinvestasi pada usaha melalui instrumen pembiayaan langsung, seperti pinjaman, ekuitas, dan bagi hasil dan/atau melalui “sweat equity” dan menawarkan akses ke model pengembangan usaha dan penyediaan layanan, yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masing-masing usaha.
Dengan fokus di Asia Tenggara, Terratai dirancang untuk membangun peluang investasi yang dinamis, menunjukkan kelayakan model bisnis berbasis alam dan dampak positifnya terhadap tantangan lingkungan. Pendekatan yang dilakukan mencerminkan urgensi krisis lingkungan dan iklim, serta perlunya kesabaran dalam mengembangkan solusi kompleks yang diperlukan untuk mengatasinya.