Minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor CPO mencapai $29,62 miliar pada 2022, naik 3,56% dari tahun sebelumnya. Sementara kapasitas ekspornya 26,22 juta ton.
Menariknya, perkebunan kelapa sawit di Indonesia didominasi oleh 3 juta petani kecil (swadaya/smallholders) dengan persentase sekitar 40%, sisanya dimiliki oleh pemerintah dan swasta. Petani swadaya ini umumnya memiliki lahan kurang dari 25ha.
Walau prospektif secara industri, namun dalam realitasnya mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk budidaya kelapa sawit sesuai standar good agriculture practice (GAP) yang diterapkan oleh lahan kelapa sawit milik pemerintah/swasta, seperti lahan yang sesuai untuk di tanam sawit, penggunaan bibit, pupuk, dan usaha lainnya untuk meningkatkan produktivitas lahan mereka.
Bahkan untuk pemasarannya, mereka hanya memiliki alternatif menjualnya melalui tengkulak dengan harga yang rendah. Tantangan hulu inilah yang ingin dicoba selesaikan oleh SawitPRO dengan tiga solusi yang dihadirkan:
Anggota SawitPRO: untuk pemilik bisnis mengelola usahanya secara efisien, seperti pantau kinerja pekerja, konsultasi dengan Dokter Sawit, beli kebutuhan perkebunan dan kebutuhan sehari-hari, dan program loyalitas dari Sawit Poin,
Pekerja SawitPRO: catat aktivitas pekerja secara rutin,
Petani SawitPRO: catat aktivitas, laporan pendapatan, biaya dan keuntungan, hitung estimasi hasil panen menggunakan kalkulator pintar, pantau harga CPO internasional.
Partner SawitPRO: berbentuk situs untuk meningkatkan loyalitas pemasok melalui laporan real-time, campaign yang disesuaikan, dan distribusi insentif.
Ketiga aplikasi di atas terintegrasi dengan tiga solusi pendukung, yakni:
Sawit Poin: menumbuhkan loyalitas melalui berbagai program insentif,
Toko Sawit: platform marketplace untuk kebutuhan perkebunan kelapa sawit dan kebutuhan sehari-hari,
Dokter Sawit: konsultasi online (berbasis AI Chatbot melalui WhatsApp dan telekonsultasi) untuk meningkatkan kualitas TBS (Tandan Buah Segar), serta kunjungan lapangan dari ahli agronomi yang berpengalaman untuk meningkatkan produktivitas panen dan pengelolaan lahan.
Sebelum meluncurkan ketiga produk di atas, startup yang digawangi oleh Abhishek Singh ini melakukan banyak riset langsung di lapangan dan berdiskusi dengan petani kecil di Riau selama beberapa waktu. Sebagai catatan, provinsi ini merupakan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia dengan luas 3,49 juta ha atau 20,75% dari total luas nasional pada 2023.
“Siapapun bisa buat aplikasi. Tantangannya buat adu buat aplikasi yang terkini dan tercanggih, tapi bagaimana membuat solusi yang benar-benar menjawab masalah di lapangan. Aplikasi itu harus mudah digunakan, dimengerti, dan berguna,” terangnya kepada DailySocial.id.
Abhishek bukan orang baru di dunia kelapa sawit, sebelumnya ia pernah bekerja dan menduduki posisi penting di RGE (Royal Golden Eagle) Group, grup bisnis berbasis sumber daya alam milik pengusaha Sukanto Tanoto. Di sana ia juga menjabat di anak-anak usahanya seperti APRIL, Asian Agri, dan Apical.
Menurut pandangannya, kesenjangan pengetahuan petani swadaya dalam budidaya sawit sangat jauh dari SOP yang biasa dilakukan oleh lahan sawit milik swasta. Alhasil produktivitasnya kalah jauh.
“Kami mengambil best practice dari industri perkebunan, kapan waktu yang tepat untuk panen, kapan untuk pruning, dsb. Mereka bisa akses seluruh informasi tersebut, sekaligus beli pupuk di e-commerce SawitPRO. Jadi petani bisa mengurangi cost, produksi lebih banyak, produktivitas pun meningkat.”
Ia meyakini, pendekatan ini mampu menjawab masalah di seluruh aspek di hulu yang selama ini dihadapi di lapangan. Terlebih momentum pasca-pandemi dinilai cukup tepat untuk masuk ke komoditas ini, lantaran terjadi peningkatan penetrasi internet. Pemain di ekosistem tidak lagi menggunakan feature phone dalam kesehariannya, sehingga kenaikan literasi digital ikut terdampak. “Jadi secara timing, kami cukup beruntung.”
Target SawitPRO
Di umur baru satu tahun ini, SawitPRO berencana untuk ekspansi wilayah, seperti Sulawesi, Jambi, dan Sumatera Utara. Dua provinsi terakhir masuk sebagai 10 provinsi dengan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia. Di samping itu, menggaet akademisi dari universitas untuk menciptakan lebih banyak aktor di dalam ekosistem rantai pasok kelapa sawit demi menciptakan industri kelapa sawit yang berkelanjutan.
Saat ini, SawitPRO beroperasi di Riau dengan kantor pusat di Jakarta. Berbagai kemitraan telah dijalin dengan ekosistem, seperti gaet lebih dari 10 ribu petani swadaya, 12 Toko Tani, 49 DO agen, dan sebanyak 379 ribu mt produksi TBS telah dihasilkan.
Model bisnis yang dipakai SawitPRO adalah paket berlangganan, ada biaya yang dibayarkan oleh pemilik bisnis. Tidak disebutkan nominal biaya berlangganan ini. Abhishek hanya memastikan, perusahaan mampu menghasilkan pendapatan yang positif pada tahun pertama.
Oleh karenanya, seiring dengan target yang besar, ia menargetkan SawitPRO dapat cetak laba setidaknya pada tahun ini dengan tim yang efisien, sekitar 70 orang.
“Kami ingin menjadi startup yang fokus cetak profit di hari pertamanya karena kami tidak ingin ada di situasi yang harus memecat karyawan di kemudian hari. Tahun pertama memang sulit, tapi tahun ini setidaknya bisa cetak profit walau nominalnya kecil.”
Walau tidak dirinci lebih jauh, Abhishek mengungkapkan SawitPRO sudah memiliki investor eksternal untuk mendukung operasional di hari-hari pertamanya.
Belakangan semakin beragam vertikal bisnis startup di Indonesia yang didanai oleh modal ventura, salah satunya di bidang makanan hewan. Industri mulai dilirik karena dipengaruhi tren global, yakni humanisasi hewan peliharaan, seperti dikutip dari laporan NielsenIQ bertajuk “2023 Pet Trends for Pet Food and Pet Supply Brands”.
Humanisasi hewan peliharaan tidak hanya mendorong industri perawatan hewan secara keseluruhan, namun juga mendorong tren terbesar: personalisasi makanan hewan.
Menurut laporan tersebut, nutrisi yang dipersonalisasi mewakili salah satu tren terbesar dalam ritel online. Ketika pemilik hewan peliharaan menyadari bahwa hewan peliharaannya adalah individu setara seperti manusia, maka mereka akan mencari makanan hewan yang mencerminkan seleranya.
Hasilnya terjadi peningkatan produk premium – dengan meningkatnya jumlah makanan/camilan/suplemen ‘alami’, ‘mentah’, dan ‘organik’ – yang memberikan banyak pilihan bagi pemilik.
Startup
Produk
Pendanaan
Jajaran Investor
Compawnion
Makanan sehat untuk anjing dari bahan alami
Tahap awal, nominal tidak diungkap
East Ventures
Pawprints
Makanan penuh protein dari larva BSF untuk anjing dan kucing
Tahap awal, senilai $1,7 juta
Creative Gorilla Capital (lead), Altrui, Tujuh Bersaudara Investindo, dan investor individu
Magalarva
Produsen budidaya larva BSF untuk campuran pakan ternak, unggas, dan peliharaan
Tahap awal, nominal tidak diungkap
Innovation Factory, Strive (sebelumnya bernama Gree Venture), dan Bali Investment Club
Pengalaman ini turut menginspirasi Jacqueline Sulistyo (Founder dan CEO Pawprints) sebelum mantap menyeriusi Pawprints. Jackie, panggilan akrab Jacqueline, terinspirasi untuk membuat makanan hewan karena kucingnya, Leo, yang pemilih dengan menu makannya. Agar Leo lahap makan, ia melewati berbagai uji coba dengan merek dan jenis pet food yang berbeda, sampai akhirnya ia mulai belajar tentang nutrisi hewan peliharaan.
“Di situ saya menemukan manfaat luar biasa dari larva black soldier fly (BSF) dan protein serangga. Ketika saya berikan BSF kering ke Leo, saya kaget ternyata ia benar-benar menyukainya. Itu momen saya menciptakan Pawprints, yang menggunakan sumber protein alternatif yang bernutrisi, tetapi juga ramah lingkungan untuk hewan kesayangan dan bumi,” terang Jackie saat dihubungi DailySocial.id.
Dari konsep sampai jadi produk yang sekarang sudah beredar, Jackie melakukan penelitian ekstensif bersama para ahli nutrisi makanan hewan dan dokter hewan di Australia demi memastikan makanan yang dibuat itu bergizi dan lezat untuk kucing. Proses ini penuh tantangan karena Jackie merupakan sole founder Pawprints.
Berkat dukungan para profesional di Jepang dan Indonesia, Pawprints berhasil meluncurkan produk pertamanya untuk kucing (Insect-Based Cat Food) pada Juni 2023.
“Lebih dari sekadar merek pet food, saya ingin membawa inovasi dan meningkatkan kualitas nutrisi hewan peliharaan di Indonesia,” tambahnya.
BSF atau larva lalat tentara hitam ini memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, terutama protein yang sangat dibutuhkan dalam industri pakan ternak. Berbeda dengan belatung pada umumnya, BSF memiliki ukuran yang lebih besar dan berwarna hitam menyerupai tawon. BSF punya keunikan, yakni sifatnya yang tidak menularkan bakteri, penyakit, ataupun kuman pada manusia sehingga sangat cocok untuk dijadikan pakan ternak.
Misi Pawprints tidak sekadar menjual makanan hewan yang sehat saja, tapi menekankan pentingnya nutrisi optimal untuk kesejahteraan hewan kesayangan. Agar selaras, timnya gencar mengedukasi para pemilik hewan −dengan menggaet komunitas pecinta hewan− untuk mengetahui informasi penting mengenai kebutuhan diet hewan dan keunggulan gizi protein serangga.
Secara industri, terdapat peraturan yang ketat untuk memastikan keamanan dan kualitas makanan hewan di Indonesia. Kondisi ini memperlihatkan bahwa di pasar saat ini menunjukkan konsentrasi merek di kedua ujung spektrum −merek internasional dan lokal− yang tidak selalu mematuhi standar internasional dalam formulasi dan label pet food.
Maka dari itu, kualitas makanan Pawprints sudah diformulasi sesuai standar ketat yang ditetapkan oleh AAFCO (Association of American Feed Control Officials) demi memastikan keamanan, kualitas, dan kelengkapan gizi. “Standar seperti ini tidak selalu diperhatikan secara seksama.”
Pawprints menggabungkan strategi omnichannel dalam distribusi produknya. Perusahaan telah bermitra dengan lebih dari 500 toko offline yang tersebar di 11 kota di seluruh Indonesia. Di samping itu, juga memasarkan langsung di platform marketplace di Shopee dan Tokopedia.
Pada tahun ini, Pawprints akan melanjutkan penelitian untuk pengembangan produk, seperti merilis produk makanan untuk anjing (Insect-Based Dog Food) dan wet food demi mengatasi masalah kesehatan umum pada kucing dan anjing. “Kami sangat antusias tentang perjalanan ke depan dan tetap berkomitmen untuk membuat Pawprints menjadi pet food yang identik dengan nutrisi hewan peliharaan berkualitas di Indonesia.”
Selain Pawprints, terdapat juga Compawnion yang sudah beroperasi dan juga mengantongi pendanaan dari investor. Compawnion memiliki dua merek makanan untuk anjing yakni, Pawmeals dan UGO, masing-masing mengkhususkan diri dalam menyusun makanan segar yang sehat, alami, dan siap saji untuk hewan peliharaan.
Pendekatan berbeda
Sedikit berbeda dengan Pawprints, Magalarva juga memanfaatkan larva BSF untuk makan hewan ternak. Bedanya, mereka adalah pembudidaya belatung yang mengonsumsi limbah organik. Makanya Magalarva memperkenalkan dirinya sebagai startup berdampak yang berfokus pada isu lingkungan.
Melalui Magalarva, Co-founder dan CEO Magalarva Rendria Arsyan Labde mampu menyulap tumpukan sampah menjadi ladang penghidupan. Dari hasil risetnya, ditemukan bahwa penyelesaian solusi sampah yang ada sekarang justru lebih menaruh perhatian pada sampah plastik. Padahal, jumlah sampah organik ternyata lebih banyak dibanding sampah non-organik.
Sebelum Magalarva hadir, ia sudah terekspos dengan hal-hal berbau sustainable farming. Pandangannya soal hidup pun mulai berubah. Ia pun coba terjun ke bisnis properti sebagai pengembang untuk perumahan yang keberlanjutan. Ternyata ini tidak bisa tumbuh cepat dalam mempengaruhi orang banyak.
“Saya mulai ulik masalah di kota, ternyata sampah jadi masalah yang parah. Saya ikuti alur sampah dari rumah saya ke mana, diurut sampai di ujungnya di Bantar Gebang. Di situ tahu faktanya mengenaskan. 100% sampah dari Jakarta itu 70%-nya organik, tapi banyak orang yang fokus ke sampah plastiknya. Kenapa tidak ada yang urus 70%-nya. Sampah organik ini di ujungnya tidak ada supply chain,” terang Rendria.
Ia dan co-founder lainnya bukan ahli biologi dan agrikultur. Untuk itu, mereka melakukan banyak riset di negara maju sembari mematangkan model bisnis yang scalable dan berkelanjutan. Perjalanan riset ini tidak semulus yang dibayangkan, tak terhitung berapa kali uji coba hingga menemukan formula tepat dan efisien.
“Pemanfaatannya ada tapi rantai tertutup. Saya validasi lagi ini bener scalable dan visiblegak sih. Di negara maju sudah ada perusahaannya dan memang bisa. Saya percaya kalau ini ditekuni bisa jadi solusi.”
Sejak uji coba dimulai di 2017, Magalarva mengelola sampah organik sebanyak 50 kilogram dalam sehari. Kini angkanya sudah berlipat-lipat ganda jadi 40 ton dalam sebulan, semuanya diproses langsung di pabrik berlokasi di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor.
Sumber sampah diambil dari mitra perusahaan, seperti produsen susu, Dinas Lingkungan Hidup, startup waste management, seperti Rekosistem dan Waste4Change, hingga pengelola pasar tradisional. “Beauty-nya di sini. Instead bersaing, kita jadi solusi untuk mereka karena food waste yang dikumpulkan, kita olah. Kita menawarkan service dan value kita ke mereka.”
Larva BSF diketahui memiliki nafsu makan tinggi, bisa makan dua kali lebih banyak dari berat badannya per hari. Belatung ini mampu mengurai sampah organik dalam waktu dua minggu hingga 20 hari. Jarak panennya juga terhitung cepat dari usia 10 hingga 24 hari, yakni di saat telur BSF sudah menetas dan masuk fase larva hingga masuk fase pupa.
Setiap panen, Magalarva akan memrosesnya langsung untuk dicuci sampai dikeringkan untuk diolah jadi berbagai produk siap jual atau dicampur dengan bahan makanan lainnya, seperti varian larva segar, larva kering, larva bubuk, dan sebagainya. Hasil panen ini mengandung sumber protein tinggi yang dibutuhkan untuk pakan hewan ternak ikan, udang, unggas, hingga hewan peliharaan seperti kucing dan anjing.
Penjualan panen ini dilakukan oleh tim Magalarva dalam berbagai bentuk, baik itu B2B maupun B2C, malah sudah diekspor ke Korea Selatan, Jepang, dan Singapura untuk BSF yang sudah berbentuk bubuk. Rendria membidik ke depannya Magalarva dapat rutin ekspor sebanyak 2 kontainer, masing-masing berkapasitas 15 ton per kontainernya.
Saat ini kapasitas produksi Magalarva sudah naik lima kali lipat. Sampah yang bisa dikelola mencapai 200 ton untuk satu bulan. Akumulasi sampah yang telah diolah sejak 2018 hingga sekarang mencapai 5 ribu ton. Yang terpenting meningkatnya kapasitas ini mampu membuat ongkos produksi Magalarva jauh lebih efisien turun jadi 70%.
“Ini sesuai dengan misi kita reduksi sampah sebesar-besarnya, walau angka ini masih belum bisa berikan impact yang besar. Tapi kita sudah melakukan sesuatu yang nyata.”
Rendria mengaku pihaknya sedang menggalang pendanaan putaran baru untuk beli alat baru dan menambah luas pabrik. “Sekarang kita kebanjiran order tapi kita butuh capital untuk tambah kapasitas karena yang sekarang sudah mentok.”
Bila sudah rampung, perusahaan akan menggalakkan strategi ekspor. Sudah ada calon pembeli dari Amerika Serikat, Amerika Latin, dan sejumlah negara di ASEAN, seperti Vietnam. Lalu masuk ke industri lainnya, seperti tambak udang dan unggas agar penyerapan hasil panen dapat lebih masif. Kedua industri ini juga tak kalah besar potensi pasarnya.
Sebagai catatan, Magalarva telah didukung dengan sejumlah pendanaan dari investor. Pertama kali diperoleh pada Juni 2019 dari Innovation Factory milik Salim Group dan Gree Venture (kini bernama Strive), nominal yang diterima sebesar $500 ribu. Kemudian pada akhir 2022, mendapat tambahan suntikan dari Bali Investment Club.
Mandiri Capital Indonesia (MCI), CVC dari Bank Mandiri, mulai membidik posisi sebagai fund manager, seperti model bisnis VC kebanyakan, agar bisa mengelola fund dari LP di luar Mandiri Group. Ambisi tersebut dilancarkan terhitung sejak akhir tahun lalu, ada dua fund yang akan segera aktif pada tahun ini, yakni BTN Fund dan Merah Putih Fund.
CEO Mandiri Capital Indonesia Ronald Simorangkir menyampaikan, dengan mengelola uang investor di luar Bank Mandiri, harapannya MCI dapat lebih mandiri (self-sustain) untuk memenuhi operasionalnya sendiri. “Kita mulai bangun setahap demi setahap, sehingga 1-2 tahun mendatang jadi fund manager yang mandiri bisa self-sustain,” ujarnya saat Media Outlook 2024 di Jakarta, Rabu (17/1).
BTN Fund dengan target dana kelolaan $20 juta (sekitar Rp312 miliar) ditargetkan dapat segera beroperasi setelah pertama kali diumumkan pada awal Desember 2023. MCI akan memperoleh komisi dari pengelolaan dana tersebut. Sementara itu, Merah Putih Fund telah mengumpulkan dana sebesar $300 juta. Dana ini dikelola secara bersama oleh CVC pelat merah lainnya, yakni BRI Ventures, MDI Ventures, Telkomsel Ventures, dan BNI Ventures.
Saat ini MCI mengelola dua fund yang telah aktif digunakan untuk berinvestasi: balance sheet fund dari Mandiri Group sebesar $250 juta dan Global Climate Tech Fund yang saat ini masih dalam proses penggalangan dengan target dana sebesar $150 juta.
Dari keduanya terdapat 23 startup aktif yang telah didanai berasal dari 14 vertikal bisnis, mulai dari lending, B2B value chain, dan fintech & payment enablers. MCI juga sudah exit di tujuh startup (tiga full exit dan empat partial exit), seperti: MOKA, Cashlez, dan DamCorp.
Bila dipisah berdasarkan tiap dana kelolaan, walau Global Climate Tech Fund masih dalam penggalangan dana, sudah ada sejumlah startup yang telah didanai, yakni: Greenhope, Cakap, Delos, dan FishLog. Hal ini dikarenakan dana kelolaan tersebut merupakan kelanjutan dari mandat Indonesia Impact Fund (IIF) yang sudah diluncurkan sejak 2021.
Strategi investasi tahun ini
Ronald melanjutkan, MCI sebagai CVC memiliki mandat untuk terus mendukung strategi Bank Mandiri dengan menciptakan value creation demi mencapai bisnis yang inovatif dan berkelanjutan. Hal ini dilakukan melalui implementasi program XYZ, meliputi:
Program Xponent untuk business matchmaking startup dengan Mandiri Group;
Program Xchange dengan melakukan innovation benchmark terhadap beberapa innovation lab yang ada di Singapura;
Y-Axis yang mewadahi para startup untuk memperluas jejaring terhadap tech-community, investor, dan korporasi;
Program Zenith Accelerator yang ditujukan untuk pengembangan bisnis dan kolaborasi bersama ekosistem Mandiri Group.
“Kami membina berbagai startup sebelum akhirnya diinvestasi. Ada yang sudah berjalan. Jadi kita benar-benar beri pekerjaan, bentuknya MoU atau piloting, bukan workshop, jadi ada produk yang siap digunakan oleh Mandiri Group,” imbuh Ronald.
Direktur Investasi Mandiri Capital Indonesia Dennis Pratistha menambahkan menyeimbangkan keuntungan jangka pendek dengan keberlanjutan jangka panjang dan memanfaatkan sinergi adalah tujuan dari value creation. Penyelarasan strategis ini tidak hanya meningkatkan kesehatan keuangan masing-masing unit bisnis, namun juga memposisikan seluruh portofolio untuk beradaptasi dan berkembang dalam lingkungan pasar yang dinamis, sehingga mendorong kesuksesan yang bertahan lama.
“Kita lihat sesuatu itu secara jangka panjang, makanya bantu startup menumbuhkan bisnisnya. Makanya kita juga enggak ikut FOMO (fear of missing out), enggak ikut ke Web3 atau wealthtech seperti saat pandemi kemarin,” kata Dennis.
CFO Mandiri Capital Indonesia Wisnu Setiadi menyampaikan, karena MCI fokus bangun fundamental bisnis startup sendiri, maka saat likuiditas di pasar sedang kering, valuasi startup akan dinilai dari fundamental yang sudah mereka punya. Jadi angkanya lebih nyata dan terukur secara logis.
“Saat likuiditas kembali normal, dengan inflasi terkontrol dan global tension mendingin. Di situ kita bisa realized-kan gain-gain tersebut dengan aktif divestasi dan lihat potensi baru untuk diinvestasikan,” tambahnya.
Pada tahun ini, sektor yang dinilai MCI menarik dilirik adalah rantai pasok yang masih banyak aspek konvensional dalam proses bisnisnya. Kemudian, sustainable green business juga turut dilirik, sejalan dengan inisiatif dari Global Climate Tech Fund. MCI akan membidik startup dari global untuk membawa teknologinya masuk ke Indonesia.
“Climate tech masih sangat baru di Indonesia. Maka untuk memulainya harus bangun ekosistemnya di sini, undang dari luar untuk bawa knowledge-nya yang berguna untuk Indonesia,” pungkas Dennis.
Startup game developer asal Bandung Agate mengumumkan Vertx Break, sub-brand khusus pengembangan game 3D. Sub-brand ini merupakan yang kedua, setelah Level Up yang diumumkan Agate pada 2019.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi Agate memperdalam bisnis B2B2C yang menjadi fokus utama perusahaan, mengingat kontribusinya yang signifikan sebesar 90% dibandingkan segmen B2C dari total bisnis per tahun lalu.
Dalam konferensi pers yang digelar Agate di kantor pusatnya di Bandung pada hari ini (16/1), Co-founder & CEO Agate Shieny Aprilia menyampaikan pembentukan Vertx Break dilatar belakangi oleh naiknya kebutuhan dari perusahaan pengembang game global yang makin bergantung pada pihak ketiga dalam membantu percepat produksi sebuah game.
“Demand yang nature paling dicari itu bagian art, sebab dalam lifecycle produksi game butuh partner untuk memenuhi kebutuhan tersebut karena mereka tidak bisa bergantung dari internal saja. Kami melihat kebutuhan tersebut makin besar, terutama untuk 3D dan high quality, ditambah game ready,” ujarnya.
Chief Strategy Officer Agate Cipto Adiguno menambahkan, perkembangan industri game yang pesat secara global, turut menuntut tingginya kualitas konten dari konsumen. Membuat IP (Intellectual Property) baru pun diprediksi makin sulit karena risikonya yang besar. Makanya alternatif tersisa adalah mengembangkan dari IP lama atau membuat sekuel.
Agar mencapai ekspektasi tersebut, perusahaan biasanya membutuhkan kehadiran mitra bisnis dengan kapabilitas dan reputasi baik. Agate menjawab kebutuhan tersebut dengan membentuk Vertx Break yang berfokus pada 3D Stylized Art berkualitas tinggi dan game ready. Layanannya meliputi: 3D Character, 3D Equipment & Outfit, 3D Environment Props, dan 3D Hard Surface.
Kombinasi ini memungkinkan karya yang dihasilkan tidak hanya menawan secara visual, namun juga siap diaplikasikan ke produk game secara keseluruhan. Kelebihan dari Agate ini dinilai belum banyak bisa dihadirkan oleh perusahaan global kebanyakan.
“Umumnya banyak perusahaan yang tidak punya pipeline yang rigid untuk suatu game baru. Harus multi test dan tidak ada struktur untuk memasukkan art secara rigid. Dalam situasi ini kita sudah punya experience yang bisa di-adapt dan di-costumized sesuai kebutuhan mereka,” imbuh Cipto.
Target pengguna yang dibidik adalah perusahaan pengembang game skala AA di Eropa. Menurut Cipto, karakteristik pengembangan dan genre game di kawasan tersebut selaras dengan portofolio game yang selama ini Agate kerjakan, yakni fokus di konsol dan PC.
Sudah ada beberapa klien dari Eropa dan Asia Tenggara yang sedang menggunakan jasa tim Vertx Break. Tim ini terdiri dari delapan orang dengan keahlian teknis dan visi artistik yang memanfaatkan pengalaman Agate dalam membuat sejumlah game menggunakan Unreal Engine dan Unity. Beberapa portofolio game yang telah dikerjakan tim Vertx Break, seperti Street Fighter, Marvel vs Capcom Infinite, World of Tanks, Final Fantasy XIV, dan World Warcraft.
Model bisnis yang dipakai di Vertx Break ini adalah beli putus, paling umum di industri game untuk sebuah external game development. “Namun kami juga sangat terbuka memasukkan services lain milik Agate ke Vertx Break.”
Head of Vertx Break Agate Ar Cahyadi Indra menuturkan, “Fokus ini memungkinkan kami membangun percakapan yang lebih relevan dengan strategi bisnis art outsourcing kami. Melalui pendekatan unik kami sebagai game art development partner yang resourceful dan adaptable untuk kebutuhan 3D Art Development, partner kami dapat menghemat banyak waktu penyesuaian dan perbaikan jika berkolaborasi dengan Agate.”
Rencana Agate
Sebagai bagian dari rencana Agate yang ingin perkuat B2B2C, selain memperkenalkan Vertx Break, perusahaan juga akan melanjutkan ekspansi regionalnya ke pasar Amerika dengan membentuk tim perwakilan di sana untuk perbanyak portofolio bisnisnya (co-development). Sejauh ini, Agate telah hadir di empat negara, yakni Kanada, Jerman, Korea Selatan, dan Jepang.
Di saat yang bersamaan, perusahaan juga terus meningkatkan proses pengembangan internal dan meningkatkan kualitas output melalui inisiatif proyek R&D bersama para mitra sebelumnya yang telah sukses dilaksanakan. Mereka adalah Naver Z, PQube, dan Freedom Games.
Terakhir, Agate berkomitmen mengembangkan keahlian para talenta lokal serta kualitas kepemimpinannya untuk mendorong percepatan pertumbuhan industri game di tanah air melalui Agate Academy. Saat ini karyawan Agate berjumlah 248 orang dengan kantor pusat di Bandung, Jawa Barat.
Pada tahun lalu, Agate secara konsisten berperan aktif dalam mempromosikan industri game lokal. Tercatat ada lebih dari 35 acara di ranah internasional, yang sebagian besar diselenggarakan di Eropa dan Amerika telah dihadiri.
Selain itu, Agate juga menjalin kemitraan baru dengan 5 perusahaan global, yaitu ISKRA, Naver Z (ZEPETO), PQube, Ifland, dan Sekuya. Agate juga merilis 14 proyek global dan memulai 4 proyek game baru, pencapaian ini naik dibandingkan tahun sebelumnya.
Mengutip dari data Statista, memasuki tahun 2024, pasar video game global diproyeksikan akan mencapai pendapatan sebesar $282,30 miliar dengan peningkatan 13%, serta diperkirakan akan tumbuh sebesar 8,76% (YoY) antara tahun 2024 dan 2027, menghasilkan volume pasar yang diproyeksikan sebesar $363,2 miliar pada tahun 2027.
Selain itu, Agate memprediksi beberapa aspek yang akan tumbuh dalam sektor industri game tahun ini, di antaranya franchise games yang akan terus mendominasi; kemungkinan adanya konsol baru yang akan memasuki pasar, sehingga dapat membuka banyak peluang baru bagi para pengembang game di seluruh dunia; serta penggunaan Artificial intelligence (AI) yang dapat membantu mempercepat proses pengembangan game.
Geliat kendaraan listrik di Indonesia makin terasa seiring dengan penetrasi produk di tengah masyarakat. Dibandingkan dengan kendaraan konvensional, industri kendaraan listrik menjadi lebih menarik, karena Indonesia tidak hanya mentereng sebagai pasar, melainkan mulai ada inovasi yang terlahir dari inovator lokal — baik dari sisi produk kendaraannya maupun infrastruktur pendukungnya.
ION Mobility adalah salah satu startup yang fokus mengembangkan produk sepeda motor listrik/electric two‐wheel vehicles (E2w) di Indonesia. Mereka mulai membangun tim di Jakarta saat lockdown pandemi tahun 2020 lalu, dipimpin James Chan selaku founder dan CEO. Produk dan model bisnis yang dianggap solid membawa mereka menutup pendanaan awal $6,8 juta dalam dua putaran di tahun 2021 dan 2022. Dilanjutkan pendanaan seri A senilai $18,7 juta pada Februari 2023 dipimpin TVS Motor.
“Kami adalah satu-satunya pemain E2w (electric two‐wheel vehicles) yang didukung oleh industri otomotif Asia Tenggara. Selain pemimpin otomotif 2W TVS Motor, kami juga memiliki dukungan dari Martin Hartono dari GDP Venture dan Michael Sampoerna dari Sampoerna Strategic sebagai investor kami,” ujar James.
James turut memaparkan, bahwa sebagian besar dana investasi yang dikumpulkan digunakan untuk pengembangan tim, operasional, dan meningkatkan kehadiran di Indonesia. Sekarang sebagian besar tim berada di Jakarta dan Bandung, kendati demikian ION Mobility juga telah memiliki kantor di Singapura, Vietnam, dan China.
“Saat ini, kami beroperasi dari sebuah showroom kecil di Motovillage Kemang sambil bersiap-siap untuk meluncurkan experience centre unggulan kami yang berlokasi di Radio Dalam dengan 4 lantai dan luas 15.000m2. Tim kami juga sedang bekerja keras untuk menyempurnakan paket baterai dan jalur perakitan E2w kami di Karawang Timur, untuk menjaga agar kami tetap sesuai jadwal dalam memenuhi pemesanan di beberapa bulan ke depan,” imbuhnya.
Produk pertama ION Mobility
ION Mobility pertama kali memamerkan produk perdananya ION M1-S pada IMOS 2022, kala itu kondisi pandemi mulai mereda dan lockdown kembali dibuka. Bagi James dan tim, ini menjadi titik awal penting untuk memulai validasi produk di pasar Jakarta.
Upaya menemukan product-market fit terus dilakukan dengan membawa ke M1-S ke berbagai pameran, termasuk yang paling baru ke IIMS 2023 dan GIIAS 2023. Salah satu tujuannya untuk memberikan gambaran lebih jelas sekaligus mendengarkan impresi dari calon pelanggan.
“Setelah menyelesaikan rangkaian pameran selama satu tahun terakhir, ION M1-S tidak akan muncul di pameran sepeda motor lainnya hingga kami mengirimkannya kepada pelanggan pemesan awal kami nanti akhir tahun ini,” imbuh James.
ION M1-S adalah produk berstandar otomotif yang didukung secara luas oleh perangkat keras, firmware, dan perangkat lunak yang dikembangkan secara mandiri. Ukurannya setara sepeda motor 155cc pada umumnya, tetapi menawarkan daya dan kinerja sepeda motor setara 250cc dari 0-60 km/jam dengan dukungan sejumlah fitur unit yang dikembangkan.
“Kami masih menunggu dokumen konten lokal (TKDN), tetapi berharap untuk menjadi yang terdepan di industri dengan skor setidaknya 70%; jauh lebih tinggi dari semua merek motor listrik lainnya di Indonesia – ini hanya dapat dicapai karena kami tidak bergantung pada konsultan besar dan tidak pernah mengontrakan bagian dari desain dan rekayasa M1-S kepada pihak ketiga,” jelas James.
Diakui juga, bahwa ini bukan perkara gampang menyelaraskan tim berjumlah 50an orang (dengan 10 kewarganegaraan di 4 negara) sampai mencapai titik ini. Pun pihak TVS yang memiliki pengalaman 45 tahun di industri juga mengungkapkan hal tersebut.
“Dedikasi ekstrem kami untuk ‘melakukan semuanya sendiri, sendirian’, bersama dengan upaya pemasaran merek dan produk yang lebih sedikit namun lebih baik, adalah jalur yang paling jelas bagi kami untuk menciptakan sepeda motor listrik dan produk penyimpanan energi terbaik untuk pelanggan kami di Indonesia,” ujar James.
Ia melanjutkan, “Beberapa orang mengatakan, seharusnya kami membuat M1-S lebih murah dan menyatakan bahwa harga Rp49 juta (varian 72V50Ah) dan Rp56 juta (varian 72V60Ah) masih terlalu sulit dijangkau bagi kebanyakan orang Indonesia. Saya memberi tahu mereka bahwa ada satu kendala universal yang kami hadapi; Anda hanya dapat memilih 2 dari 3 faktor: lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik. Di ION, kami memilih lebih cepat dan lebih baik sebagai 2 faktor prioritas, dengan penurunan harga yang akan datang ketika kami mencapai skala ekonomi yang lebih tinggi, sejalan dengan permintaan (dan pengakuan) yang lebih besar untuk produk kami,” jelas James.
Ceruk pasar ION Mobility
Tidak dimungkiri dengan harga jual yang disebutkan James di atas, ION M1-S menjadi lebih mahal (signifikan) dibandingkan dengan sepeda motor konsumer konvensional yang saat ini mendominasi pasar. Bagi James, ION M1-S dirancang untuk menjadi pelopor di segmen produknya sendiri, yakni sebuah sepeda motor listrik seharga motor 155cc, tapi bertenaga 250cc (motor listrik 5kW yang mencapai output daya 12,5kW).
Ia turut mengungkapkan, di Indonesia rata-rata penjualan sepeda motor Internal Combustion Engine (ICE) per tahunnya mencapai 6 juta – 6,5 juta unit. Segmen 155cc mewakili sekitar 16-18% dari penjualan baru atau setara 1 juta+ unit dengan 80% dibeli oleh pelanggan di kota tier-1 seperti Jakarta. Kelompok pengguna ini masih merupakan segmen pasal massal (walaupun secara spesifik masuk ke massal premium) yang memiliki preferensi dan ekspektasi lebih mendetail. Sehingga dikenal juga sebagai segmen pelanggan penentu tren yang dinantikan pasar massal lainnya. Ceruk tersebut yang nantinya juga diharapkan bisa disentuh oleh produk ION M1-S.
“Merancang M1-S dengan seluruh gaya dan substansinya agar sesuai dengan faktor bentuk sepeda motor step-through (flat-bed) setara 155cc yang dibatasi secara volumetrik berarti ada volume yang lebih sedikit (dibandingkan dengan sepeda motor step-over) untuk menampung lebih banyak baterai guna menghasilkan tenaga kuda tinggi yang dimilikinya. Itulah mengapa kami harus membangun semuanya sendiri. Sebagai tim, kami percaya untuk menghadapi tantangan terberat terlebih dulu, dan jika kami berhasil melewati proses ini, menjadi jauh lebih mudah bagi kami untuk berkembang saat kami memasuki segmen lain di masa mendatang,” ujar James.
Baterai juga menjadi komponen yang mendapatkan perhatian penting dalam inovasi ION Mobility. Pihaknya mendesain, merekayasa, merancang paket baterai motor secara mandiri dengan peralatan berstandar industri dan bahan baku dari Tiongkok. Adapun proses perancangan dan perakitan dilakukan di pabrik yang perusahaan dirikan di daerah Karawang Timur.
Paket baterai ION dilindungi oleh aluminium yang kokoh untuk pengelolaan panas dan perlindungan fisik, menggunakan sel silindris NCM dengan faktor bentuk 21700 pada sistem 72V. Mereka juga telah memperoleh sertifikasi internasional untuk paket baterai (UN R136, UN 38.3) dan telah menguji sel, proses perakitan, dan paket secara menyeluruh. ION Mobility berkomitmen untuk melanjutkan pendekatan ketat ini guna menjaga kualitas di seluruh batch produksi.
“Pendekatan kami berbeda dengan hampir semua pemain lain yang memperoleh pak baterai E2w mereka tanpa kemampuan atau kesadaran akan pengorbanan desain dan pemilihan komponen. Dengan kata lain, mereka hanya bisa menyalahkan pemasok saat terjadi masalah, tetapi di ION, kami memikul tanggung jawab untuk memastikan hasil yang tepat, dan memiliki kemampuan internal untuk terus meningkatkan paket baterai dan teknologi sistem manajemen kami sendiri. Itulah sebabnya kami percaya diri untuk memberikan garansi pak baterai selama 5 tahun kepada pelanggan M1-S kami,” jelas James.
Tantangan utama ION Mobility
Memang, sepeda motor konvensional masih dan dinilai tetap akan mendominasi pasar Indonesia di beberapa tahun ke depan. Hal ini turut diaminkan oleh James, hanya saja ia melihat bahwa elektrifikasi kendaraan roda dua akan menjadi masa depan yang terus diupayakan berbagai pihak. Sehingga baik ekosistem motor konvensional dan pengembangan motor listrik akan berjalan berdampingan sampai 10-20 tahun mendatang.
“Tahukah Anda bahwa bahkan dengan listrik berbahan bakar batu bara, M1-S memiliki jejak karbon 2,8x hingga 3,75x lebih rendah dibandingkan sepeda motor konvensional 155cc? Ketika bumi kita terus memanas dan permukaan air laut meningkat seiring dengan tenggelamnya Jakarta dengan cepat, dorongan untuk transisi penuh ke E2w semakin besar,” ungkap James.
Kendala yang paling berat dihadapi ION Mobility adalah posisinya sebagai merek yang masih muda dan sangat baru. Ini berimplikasi pada tingkat kepercayaan pasar. Terlebih pasar Indonesia beberapa tahun belakang terus dibombardir dengan banyaknya produk sepeda listrik murah yang sebenarnya bukan tandingan sepeda motor dari sisi keandalan, bahkan masih jauh dibandingkan mesin 125cc sekalipun.
“Kami harus berupaya melawan gradien ini dan memastikan bahwa kami tidak terburu-buru dalam memberikan produk dengan segala cara, seperti yang dilakukan beberapa merek E2w Indonesia lainnya, yang kemudian akan mengecewakan para pendukung awal mereka,” lanjut James.
Tantangan selanjutnya adalah memastikan orang percaya bahwa James dan tim dapat merealisasikan visi-misinya di ION Mobility. Sempat diragukan, karena bahkan James tidak memiliki SIM sepeda motor di Singapura. Ia pun mengakui belum pernah membangun perusahaan di bidang hardware yang notabenenya membutuhkan belanja modal yang besar dan strategi matang agar bisa sampai skala industri. Apalagi di Asia Tenggara ekosistemnya juga masih minim, baik dari sisi investor hingga suplai tenaga kerjanya.
“Bagi seorang wirausaha, khususnya yang bergerak di bidang ‘teknologi keras’, kita menghadapi rintangan yang mustahil setiap hari. Menurut saya, tugas kita di tahun 2024 jauh lebih mudah, yakni konsisten meraih dan menjaga kepercayaan setiap pengendara sepeda motor Indonesia, mulai dari Jakarta,” ungkapnya.
Tahun 2024 ini, ION Mobility akan memulai milestone besarnya, yakni dengan mulai melakukan monetisasi. Selain itu proses fundraising juga tengah diupayakan untuk penggalangan putaran seri B guna mendukung pertumbuhan dan penguatan tim.
“Tahun ini akan menjadi tahun besar. Kami akhirnya akan beralih dari nol pendapatan menjadi jutaan (dolar), bahkan mungkin puluhan juta dalam pendapatan. Kami mulai berbicara dengan beberapa investor untuk pendanaan seri B guna mendukung lintasan pertumbuhan dan upaya penarikan dan retensi talenta kami. Tim saya memberi tahu saya bahwa ‘kompetitor’ E2w Indonesia kami dengan putus asa mencoba merekrut mereka tanpa hasil; kami pasti melakukan sesuatu yang benar sehingga rekan-rekan E2w kami berusaha melepaskan mereka dari kami,” ujarnya.
Selain itu ION Mobility akan mulai membuka beberapa toko dan mengumumkan jaringan layanan purnajualnya.
Kemitraan strategis
Ekosistem kendaraan listrik mulai terbangun, namun masih perlu diperkuat, salah satunya dengan kolaborasi antarstakeholder dalam industri. ION Mobility sendiri sudah cukup agresif membangun kemitraan dengan sejumlah pihak, termasuk Kementerian Perinudstrian di Indonesia, sejumlah BUMN (misalnya PLN), dan lembaga pembiayaan yang dapat mendukiung upaya perusahaan menghasilkan produk lokal yang bermutu secara end-to-end.
Di Singapura, ION juga telah menjalin kemitraan dengan lengan investasi pemerintah setempat, termasuk sejumlah lembaga inovasi seperti EnterprisSG, A*STAR, dan JTC.
M1-S sendiri telah menyelesaikan pengujian pemerintah dan menerima dokumen homologasi kendaraan jalan pada November 2023. ION Mobility juga sedang dalam proses penyelesaian beberapa dokumen tambahan yang mengikuti, tetapi James yakin sepenuhnya bahwa ION M1-S juga akan memenuhi syarat untuk program subsidi pemerintah Indonesia dengan tingkat konten lokal 70% atau lebih. Pemerintah memang tengah memberikan subsidi khusus berupa potongan harga langsung untuk mendukung program konversi ke kendaraan listrik. Sejumlah merek kendaraan listrik seperti Polytron, Alva, Volta, dan beberapa lainnya sudah mulai menjalankan program ini.
“Menarik untuk dicatat bahwa pelanggan yang melakukan pemesanan di tahun lalu tidak pernah fokus pada subsidi, yang sebenarnya hanya sebagai nilai tambah. Bahkan tanpa subsidi, M1-S menawarkan total biaya kepemilikan setara atau bahkan lebih baik setelah 2 hingga 3 tahun penggunaan harian, dibandingkan dengan sepeda motor ICE 155cc,” ujar James.
Lantas mengapa baru akan dikirimkan ke pelanggan pada akhir tahun ini? Pada November 2022, ketika ION Mobility pertama kali memperkenalkan M1-S di IMOS, mereka memperkirakan tanggal mulai pengiriman akhir Desember 2023. Namun, setelah mendengarkan masukan pelanggan, mereka memutuskan untuk mengambil tindakan pada beberapa area untuk lebih meningkatkan M1-S, yang meliputi:
Pengurangan berat – M1-S sekarang lebih ringan 14kg menjadi 149kg kosong, lebih mudah manuver, dan lebih stabil daripada sebelumnya dengan pusat gravitasi yang ditingkatkan.
Dinamika kendaraan yang lebih baik – disetel untuk kenikmatan berkendara, dengan penanganan dan ergonomi yang ditingkatkan pada berbagai kecepatan, manuver, dan kondisi jalan.
Pengurangan tinggi kursi – tinggi kursi sekarang turun menjadi 765mm dari tanah, memungkinkan pengguna berkendara dengan lebih percaya diri dan nyaman.
Pembaruan bagian belakang – mendesain ulang bemper belakang dan lampu depan untuk desain yang lebih atletis.
Pengisi daya terintegrasi yang ditingkatkan dan penutup kedap air – isi daya M1-S tanpa perlu khawatir hujan merembes ke dalam kompartemen penyimpanan melalui kabel pengisian.
Tingkat VA pengisian yang dapat disesuaikan – pengguna dapat mengontrol seberapa banyak daya yang diambil M1-S (dari 450 hingga 2200 VA) saat pengisian.
TPMS Terintegrasi – semua pengendara dapat bersukacita bahwa M1-S mereka akan dilengkapi dengan TPMS (sistem pemantauan tekanan ban) untuk kedua roda.
Kunci kemudi – pengendara dapat mengaktifkan kunci kemudi fisik saat diparkir untuk mencegah pergerakan tidak sah dari M1-S.
Pengujian lebih lanjut – berhasil mencapai tingkat pengujian jangka panjang yang semakin ekstrem, termasuk di lereng bukit Gunung Tangkuban Parahu dengan uptime lebih dari 99% dan pengendara berbobot hingga 145kg, dengan pencapaian rencana jarak uji 25.000km yang dijadwalkan akan selesai dalam beberapa bulan ke depan, dan 50.000km serta lebih tinggi pada akhir tahun.
“Saya meyakini semua pelaku industri E2w seharusnya memandang perjalanan ini sebagai maraton bukan sprint. Saya pikir ini adalah ide buruk bagi perusahaan mana pun untuk berkembang terlalu cepat. Sebagai mantan pegawai di pemerintah Singapura yang bekerja di bidang pengembangan industri, kemudian menjadi venture capitalist teknologi tahap awal dan angel investor sebelum menjadi serial techpreneur, saya selalu menekankan kepada tim pentingnya ‘efisiensi modal-usaha’ saat berada dalam fase pra-pendapatan,” tegas James.
Sebuah laporan menyebutkan, secara global sebanyak 3,5 miliar ton limbah pertanian yang dibuang, dibakar, atau dijual dengan harga murah. Limbah tersebut sebenarnya dapat diolah jadi komoditas yang memiliki nilai ekonomi. WasteX mencoba menyelesaikan masalah tersebut dengan pendekatan baru dengan biochar.
Startup yang dirintis oleh Pawel Kuznicki ini merupakan perusahaan pertama di bawah Wavemaker Impact (WMi), venture builder khusus impact milik Wavemaker Partners. Dalam tulisan sebelumnya, DailySocial.id menuliskan secara rinci mengenai WMi.
Rekam jejak Kuznicki pernah memegang berbagai posisi, mulai dari konsultan, venture builder, hingga pengusaha. Ia bergabung dengan WMi sebagai bentuk kontribusinya dalam membantu mitigasi perubahan iklim.
Kepada DailySocial.id, Kuznicki menceritakan proses pendirian WasteX bersama WMi memakan waktu cukup lama, namun komprehensif. Mereka sama-sama mengidentifikasi terlebih dulu berbagai permasalahan dan peluang di Asia Tenggara untuk mencari satu permasalahan yang secara potensial memiliki dampak paling besar, baik dari segi finansial maupun dalam pengurangan emisi karbon.
Dari beberapa ide yang terkumpul, ada benang berah yang dapat ditarik bahwa ternyata ada peluang yang belum dimanfaatkan dalam rantai nilai (value chain) pengolahan industri pertanian, dari sisi hulu (petani/peternak) dan hilir (industri pengolahan hasil pertanian).
“Dari sinilah lahir ide untuk mendirikan WasteX. Kami mencoba mengidentifikasi bagaimana WasteX dapat menciptakan nilai tambah yang besar bagi produsen pertanian dan peternakan baik dalam bentuk manfaat operasional, ekonomi (pendapatan), maupun lingkungan (membantu mitigasi perubahan iklim). Jawabannya adalah menyediakan suatu solusi terpadu untuk mengolah limbah pertanian menjadi biochar,” ujar dia.
Apa itu biochar
Biochar adalah bahan padat kaya karbon hasil konversi dari limbah organik (biomas pertanian) melalui pembakaran tidak sempurna atau suplai oksigen terbatas (pyrolysis). Bentuknya seperti arang, namun punya banyak kegunaan dan dapat menyimpan karbon dengan aman (>70% karbon setelah pirolisis).
Biochar bukan pupuk, tetapi berfungsi sebagai pembenah tanah. Potensi penggunaan biochar sangat besar mengingat bahan bakunya sangat melimpah, seperti tempurung kelapa, sekam padi, kulit buah kakao, tempurung kelapa sawit, tongkol jagung, dan bahan organik sejenis lainnya.
Ada tiga manfaat dari menggunakan biochar:
Peningkatan kualitas tanah: bila ditambahkan ke tanah dapat meningkatkan pH tanah, kadar air, dan retensi unsur hara; dapat meningkatkan hasil panen sebesar 10%-20%;
Suplemen pakan ternak: bila ditambahkan ke pakan ternak mampu meningkatkan kesehatan hewan, efisiensi pakan dan iklim kandang ternak;
Aditif semen: ditambahkan ke semen untuk meningkatkan kekuatan tekan, sifat insulasi termal, dan waktu pengerasan saat digunakan dalam beton.
Selain WasteX, startup lain yakni Neutura juga bermain dengan memproduksi biochar sebagai hasil akhir pengelolaan limbah.
Model bisnis WasteX
Dari segudang potensi yang ditawarkan biochar, selama ini implementasinya di lapangan masih minim karena mahalnya harga alat dan risiko penerapan biochar. Peternak/petani perlu menginvestasikan sejumlah besar uang, dan sumber biomassa berkualitas tinggi terbatas. Informasi umum mengenai biochar dan manfaatnya juga masih kurang.
WasteX memosisikan dirinya sebagai penyedia solusi biochar yang menyeluruh, dimulai dengan peralatan modular berskala kecil yang dapat mengubah biomassa apa pun menjadi biochar. Pengguna dapat menggunakan biochar tersebut atau menjualnya ke pelanggan lain.
Serta, menyediakan insentif kredit karbon kepada produsen pertanian (klien). Dalam hal ini, WasteX memfasilitasi penawaran/penjualan kredit karbon kepada pembeli/atau investor.
Target pengguna WasteX cukup luas, di antaranya: petani tanaman pangan, peternak unggas, pabrik penggilingan mandiri, perusahaan pertanian terpadu, produsen pupuk, perusahaan bahan konstruksi, penyaringan air, dan pengelolaan limbah.
Alat biochar yang diproduksi WasteX disebutkan ramah pengguna karena sudah dibuat otomatis. Dengan menggunakan aplikasi WasteX, pengguna dapat mencatat produksi biochar mereka dan menerima rekomendasi khusus mengenai cara menggunakan biochar.
WasteX menjual alat tersebut seharga $4.950, angka ini disebutkan harga kompetitif. Lantaran, keuntungan bersih bagi pengguna diestimasi mencapai dua kali lipat dari nilai investasi dalam satu tahun.
“Saat ini kami bekerja sama dengan manufaktur lokal di Filipina dan Indonesia untuk memproduksi mesin penghasil biochar, dengan begitu kami dapat meminimalisir biaya overhead dan lebih responsif terhadap permintaan pasar lokal baik di Filipina maupun Indonesia.”
Menurutnya, ada beberapa nilai tambah yang diberikan WasteX, yakni:
Memanfaatkan limbah biomassa pertanian/peternakan
Menghemat biaya produksi/operasional (contoh: pupuk dan media litter atau bedding untuk peternakan)
Meningkatkan pendapatan dari hasil produksi dan operasional yang lebih baik (contoh: hasil panen lebih tinggi atau angka kematian ternak lebih rendah)
Pendapatan tambahan melalui insentif kredit karbon
Pemanfaatan panas buang dari carbonizer (mesin penghasil biochar).
Sebagai perusahaan yang berfokus pada mitigasi perubahan iklim, berikut solusi yang ditawarkan WasteX kepada produsen/pelaku pertanian dapat memberikan dampak lingkungan yang luas sekaligus manfaat ekonomi:
Setiap satu ton biochar yang dihasilkan setara dengan pengurangan karbon sebesar 1.5 ton CO2 (net)
Satu unit carbonizer dapat menghasilkan hingga 100 ton biochar per tahun atau setara dengan pengurangan 150 ton CO2 ekuivalen. Alat ini cocok digunakan di peternakan skala menengah/besar atau di penggilingan skala kecil.
Jaminan kredit karbon sebesar $50 kepada klien untuk setiap ton biochar yang diproduksi dan diaplikasikan, atau setara dengan $5,000 per unit alat per tahun.
Selain manfaat ekonomi dari kredit karbon, pemanfaatan biochar di sektor pertanian dan peternakan juga memberikan manfaat operasional, antara lain meningkatkan hasil panen (20-50%), penghematan pemakaian pupuk (hingga 40%), penurunan angka kematian hewan ternak (hingga 25%), dan lainnya.
Jajaran investor
Sebagai portofolio di bawah WMi, WasteX telah mengantongi pendanaan sebesar $525 ribu. Kemudian, penggalangan berikutnya diperoleh dari Norinchukin Innovation Fund sebesar $250 ribu pada Maret 2023. Norichukin adalah CVC milik The Norinchukin Bank, salah satu bank pertanian asal Jepang terbesar di dunia.
Sejak berdiri, dengan berkantor pusat di Singapura, perusahaan telah meluncurkan uji coba dengan produsen, peternakan, dan platform teknologi pertanian di Filipina, Indonesia, dan Thailand di bidang penggilingan padi, jagung, tebu, unggas, singkong, dan kakao. Mengawali tahun 2024 ini, perusahaan berencana untuk membangun fasilitas biochar skala besar pertama dengan pabrik jagung di Indonesia.
Pengembangan alat WasteX kini sudah memasuki versi 2.2, diklaim memiliki performa dan harga paling optimal di pasar carbonizer (mesin penghasil biochar). Serta, didukung dengan dikantonginya sertifikat-sertifikat pendukungnya.
“Fokus utama kami saat ini adalah memastikan keberhasilan implementasi project dengan setiap klien sehingga project yang dikembangkan akan dapat memberikan manfaat maksimal kepada semua klien,” pungkasnya.
Nyatanya, kolaborasi antara seni dan teknologi telah lama dipraktikkan. Sejumlah kelompok seni di Indonesia bereksperimen kreasi dengan menggabungkan elemen new media art, sains, dan teknologi. Tak cuma perihal kreasi, teknologi juga mulai dimanfaatkan sebagai akses alternatif bagi pegiat dan penikmat karya seni.
Platform marketplace menjadi pendekatan yang paling memungkinkan untuk memperkenalkan karya seni rupa, tak hanya melalui galeri, pameran, atau art commission. Artopologi adalah salah satu platform serupa di Indonesia dengan mengadopsi teknologi blockchain sebagai nilai tambahnya.
Artopologi didirikan oleh Intan Wibisono (CEO) pada 2022; seorang penikmat karya seni rupa yang sebelumnya berkarier lama sebagai praktisi komunikasi yang sempat bekerja di Bukalapak dan Edelman.
Mengembangkan platform pasar seni rupa yang terkurasi dan terhubung dengan blockchain; memperjualbelikan produk lukisan, patung, dan instalasi seni yang disertai dengan sertifikasi digital.
Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Intan mengaku mulai menggali lebih dalam soal pemanfaatan dan potensi nilai blockchain dan produk turunannya ketika tengah booming saat pandemi. Proof of Concept (POC) pertamanya diperkenalkan di ajang Indo NFT Festiverse.
“Ternyata POC kami berhasil, kami dapat pelajaran-pelajaran baru. Lalu, kami mulai serius menggarap platform Artopologi, kami lakukan observasi dan testing juga,” ucap Intan.
Blockchain dalam jejak karya dan keaslian
Dalam paparannya, Intan menilai bahwa karya seni rupa perlu akses ke pasar mainstream, di mana mungkin selama ini terbatas pada galeri atau pameran. Sementara, jumlah galeri yang ada belum mampu menangkap semua potensi. Berdasarkan laporan OPUS di 2020, subsektor seni rupa tercatat menyumbang PDB nasional sebesar Rp2,238 triliun pada 2017.
Selain itu, ia menyebut disrupsi di industri kesenian belum semasif sektor lain dan prosesnya pun cukup kompleks. Kompleksitas ini mengacu pada aspek logistik, terutama bicara soal distribusi penjualan karya seni rupa yang bentuknya beragam. Penanganannya berbeda dengan barang yang umum dijual di marketplace.
Dari pemetaan masalah ini, Artopologi berupaya memberi akses alternatif ke pasar yang lebih luas dan nilai tambah dengan blockchain untuk terlibat dalam jejak karya dan keaslian karya—tantangan lainnya yang sering terjadi di industri seni. “Kami mengombinasikan marketplace dan blockchain karena concern kami tidak cuma soal jual-beli karya, tetapi juga aspek jejak karya dan keaslian untuk melindungi seniman dalam jangka panjang.”
Artopologi menggunakan jaringan blockchain Polygon di dalam platformnya. Untuk memperoleh sertifikat digital dari karya yang dibeli, pengguna harus memiliki crypto wallet terlebih dahulu.
Pengguna dapat mengeksplorasi berbagai bentuk karya seni rupa di platform ini, mulai dari lukisan, ilustrasi, patung, fotografi, hingga instalasi.
Proses kurasi dan penanganan produk
Ada tiga layanan pada platform Artopologi, yaitu penjualan karya seni rupa berbentuk fisik, penjualan karya seni rupa dengan sertifikat digital (blockchain-based), dan database untuk rekam jejak karya dan seniman. Segmen pasarnya adalah B2C (pembelian maupun sewa yang ditangani oleh art handler) dan B2B (menangani kebutuhan pemilik brand dengan melibatkan karya seni yang ditangani art advisor).
Intan menegaskan bahwa ia tidak membatasi karya seni yang ingin diperjualbelikan di platform Artopologi. Namun, ia menempatkan kurator dalam prosesnya sebagai verifikator. “Kami harus punya tanggung jawab untuk menjaga kredibilitas dan nilai dari karya seni yang ada di Artopologi. Makanya, kami memverifikasi rekam jejak dan portofolio seniman.”
Salah satu karya fisik di Artopologi yang berbasis blockchain adalah instalasi seni dari limbah besi bernama ARTificial Ree. Instalasi ini dibuat oleh Yayasan Terumbu Rupa yang digagas oleh seniman Teguh Ostenrik; telah dibeli oleh sejumlah kolektor dan ditempatkan di laut Bali Utara.
Merefleksi penurunan industri Web3 di dunia, Intan mengaku situasi ini tidak begitu berdampak terhadap bisnisnya. Namun, bagi segmen retail, situasi tersebut bisa berdampak pada awareness dan menurunnya kepercayaan publik. Industri Web3 dituntut agar lebih rasional.
“Kami merilis [produk] sesuai kebutuhan pasar sehingga tahun ini kami akan banyak fokus pada revenue traction. Tujuan kami adalah bisa profitable dan scalable dalam jangka panjang. Apalagi, tahun lalu kami sempat banyak lakukan test pasar untuk capai product-market fit,” tuturnya.
Intan juga belum mempertimbangkan untuk menggalang pendanaan baru. Targetnya saat ini adalah mengejar profitabilitas untuk membuktikan bahwa model bisnisnya dapat diperluas.
Sebelumnya, Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) memproyeksikan bahwa NFT akan memainkan peran penting terhadap pengembangan ekosistem industri kreatif, terutama di sektor seni. Sejumlah seniman, kreator, dan korporasi mulai memanfaatkan NFT untuk mengutilisasi dan momentiasi karyanya.
Berdasarkan laporan “Statista Digital Economy Compass 2022“, terdapat 1,25 juta pengguna NFT di Indonesia, juga negara terbesar ke-8 di dunia. Di posisi pertama ada Thailand dengan 5,65 juta pengguna.
Berkat pandemi dan faktor global lainnya, founder startup kini dituntut untuk kembali fokus pada fundamental bisnis. Sama seperti perusahaan pada umumnya yang berorientasi pada keberlanjutan dengan mencetak laba. Semakin telat memperbaikinya, semakin berat pula tanggung jawab mereka terutama ke investor.
Walau berbentuk startup, Youtap Indonesia (PT Mitra Digital Sukses) lebih beruntung dari startup kebanyakan. Karena berada di bawah induk konglomerasi Salim Group, mereka sedari awal sudah diarahkan membangun fundamental yang tepat agar menjadi perusahaan yang berkelanjutan.
Pantauan intens tersebut membuat Youtap dapat mencetak laba pada September 2023, hampir tiga tahun setelah pertama kali berdiri pada Februari 2020.
“Shareholder kita cukup berpengalaman di dunia ritel dan secara profil, setiap buat perusahaan [di bawahnya] untuk jangka panjang dan harus sustain. Dari awal sudah diperhitungkan antara cost dan revenue yang akan didapat. Ini approach yang bagus karena valuasi akan mengikuti pada akhirnya,” ucap CEO Youtap Indonesia Herman Susanto dalam wawancara bersama DailySocial.id.
Dia melanjutkan, “Walau shareholder pakai cara lama, tapi kita implement di dunia baru [startup]. Ini berat di awal-awal jadi memaksa kita untuk ke arah yang lebih baik. Lebih wise dalam menggunakan uang, setiap spending harus benar-benar bawa sesuatu [margin] buat perusahaan.”
Herman tidak bersedia merinci lebih jauh dengan angka detil. Menurutnya, kontribusi ketiga produk di atas berimbang karena saling terintegrasi satu lain.
“Margin dari supply chain itu tipis, jadi kita main volume [transaksi]. Lalu [margin] di-cover oleh biaya berlangganan POS, pemasukan MDR (merchant discount rate) dari pembayaran non-tunai, dari enterprise juga ada service fee yang kita kenakan. Itu semua bantu kita mengejar revenue yang dibutuhkan untuk running company ini.”
Sebagai startup SaaS, Youtap memiliki tiga solusi yang mampu mewadahi seluruh skala bisnis go digital, mulai dari enterprise sampai UMKM, di antaranya:
Rantai pasok (Youtap BOS): platform B2B marketplace yang menghubungkan penyuplai dengan pengusaha untuk belanja grosir.
Menurut data terakhir, sebanyak lebih dari 300 penyuplai lokal hingga nasional yang bergabung di Youtap BOS. Beberapa namanya seperti: Sosro, Indomarco Adi Prima, Campina, BreadLife, Sari Roti, Dima, Diamond Fair – Bintaro, dan Best Meat. Adapun jumlah merchant Youtap disebutkan ada lebih dari 500 ribu penguna yang tersebar di 510 kota di Indonesia, terdiri dari merchant UMKM dan enterprise. Salah satu merchant enterprise Youtap adalah McDonald’s Indonesia.
Youtap Indonesia merupakan sebuah perusahaan teknologi joint venture antara PT Graha Kencana Maju, PT Kreasi Sentosa Makmur, dan Youtap Mobile Money Asia Private Limited yang berasal dari Auckland, New Zealand.
Herman mengungkapkan, selain pantauan yang intens, Youtap mampu mencetak laba dalam waktu yang singkat berkat dukungan teknologi inti milik Youtap Global. Perusahaan tidak perlu membangun teknologi dari nol dan dapat lebih cepat masuk ke pasar. Hal ini sedikit berbeda dengan startup kebanyakan.
Walau demikian, teknologi yang terus berkembang membuat perusahaan harus adaptif. Saat ini ada tim teknologi yang khusus direkrut untuk mengembangkan solusi sesuai kebutuhan merchant di sini. “Secara core system [Youtap Global] ada yang sama, tapi layanan di sekitar core system banyak yang beda dan banyak yang kita sesuaikan dengan kebutuhan di Indonesia.”
Tumbuh organik
Menurut Herman, sedari awal Youtap didorong Salim Group sebagai perusahaan independen yang tidak mengandalkan pasar captive untuk menjalankan bisnisnya. Terlihat dari mayoritas pengguna bisnisnya datang dari non-captive, malah baru perkuat dengan grup pada pertengahan tahun lalu untuk solusi rantai pasok bersama PT Indomarco Adi Prima, distributor produk-produk sembako keluaran produk Indofood.
Mindset yang ditanamkan di jajaran manajemen Youtap adalah mereka harus mampu mencetak pendapatan walaupun kecil. Hal ini diterjemahkan langsung ke dalam semua aspek organisasi dan operasional.
Solusi pertamanya, aggregator pembayaran non-tunai, sudah menetapkan biaya MDR hingga akhirnya Bank Indonesia memberlakukan standarisasi besaran MDR yang dapat dikutip oleh issuer, sebesar 0,7% untuk transaksi reguler yang terdiri dari usaha kecil, menengah, dan besar.
“Memang dari awal sudah di-amplify [oleh shareholder] untuk mencetak revenue stream. Semua line of traction kita sudah ada margin. Walau kecil, tapi harus komitmen bahwa harus ada revenue stream agar bisnis tetap sehat.”
Strategi organik juga diterapkan penuh dalam setiap kampanye pemasarannya. Perusahaan selalu mengajak mitra, baik dari perusahaan keuangan (bank/e-wallet) dan penyuplai untuk membuat program bersama.
“Susahnya jadi perusahaan tech itu jadi penengah, bukan pemilik seluruh bisnis. Misal, kita berhasil jual Indomie ke merchant, kita dapat sebagian kecil margin, tapi margin besarnya buat yang punya produknya. Makanya kita harus hati-hati buat program [marketing] yang enggak burn money, main di level of margin yang kita dapat.”
Walau berorientasi pada keberlanjutan usaha, Youtap diamanatkan untuk membantu UMKM. Oleh karenanya, aplikasi Youtap POS dapat digunakan secara gratis untuk semua kalangan usaha. Fitur-fitur seperti: kasir, QRIS, analisa pintar, riwayat transaksi, e-menu, dan sebagainya dapat mereka digunakan. Hanya saja, untuk fitur-fitur yang lebih kompleks dan perlu personalisasi diharuskan berlangganan terlebih dahulu.
“Rasio pengguna free dan berbayar cukup baik. Dari total pengguna, sekitar 20% adalah berbayar. Kita charge kompetitif, ada bulanan dan tahunan. [..] Setelah puas dengan POS subscription, kita fulfil kebutuhan mereka dengan penuhi stock. Ini kekuatan yang kita jual ke supplier, mereka bisa jual produk yang relevan ke merchant secara lebih tepat.”
Keuntungan dari menanamkan mindset ini begitu terasa ketika pandemi terjadi. Di saat banyak perusahaan akhirnya harus merelakan karyawannya, Herman mengaku Youtap tidak perlu mengambil langkah ekstrem tersebut. “Kita lebih ekstra hati-hati, stream down beberapa investasi yang cost-nya enggak bisa diukur.”
Struktur organisasi Youtap tergolong ramping dibandingkan kebanyakan startup lain. Tim inti hampir mencapai 80 orang dengan kantor pusat di Jakarta Pusat. Sementara tim lapangan, direkrut secara outsource, jumlahnya sekitar 200 orang.
Untuk mendorong bisnis, kini Youtap bekerja sama dengan perusahaan sales force yang memiliki ratusan tenaga penjual dan individu yang memiliki jaringan besar, bergabung dalam program kemitraan. “Kemitraan ini jadi mitra sales Youtap yang menjual seluruh produk kami. Ada insentif yang diberikan untuk mereka.”
Perkuat rantai pasok
Sepanjang tahun ini, Youtap akan meluncurkan inisiatif-inisiatif baru dalam rangka mendongkrak kontribusi dari lini rantai pasoknya. Beberapa yang akan diumumkan adalah paket usaha untuk permudah orang menjadi pengusaha baru. Barang-barangnya akan disuplai langsung oleh penyuplai yang sudah bekerja sama dengan Youtap.
Contohnya, paket usaha jualan roti siap makan dan buat roti bakar yang disuplai oleh Sari Roti, anak usaha dari Salim Group juga. Dengan penyuplai non-grup juga ada, seperti paket usaha ayam goreng, warung tegal, es krim, dan sebagainya.
“Kita bisa menjual produk-produk supplier yang relevan dengan kebutuhan merchant. Ekspektasi kita besar di sini, tapi memang untuk membangunnya butuh waktu. Supply chain ini juga terjadi pricing war yang dikontrol oleh trader. Ini harus kita hadapi. Tapi karena setengah merchant kita itu F&B, sensitive price-nya lebih sedikit dari toko kelontong.”
Terkait hal ini, Youtap segera merilis produk pembiayaan paylater bekerja sama dengan perbankan. Nantinya para merchant dapat menggunakan limit kredit yang disetujui untuk membeli stok dari penyuplai. Selama ini, karena tidak ada pencatatan yang rapi, usaha kecil tidak bisa mengambil pinjaman dari bank untuk mendukung usahanya.
“Nanti merchant yang bisa pakai ini hanya yang kita tahu [rekam historis] lewat aplikasi POS yang mereka pakai.”
Sejauh ini, Youtap masih didukung pemegang saham utamanya. Herman mengaku sejumlah investor eksternal mulai mendekati Youtap, namun belum mendapat restu. Kilahnya belum ada urgensi yang mengharuskan Youtap menggalang pendanaan.
“Belum ada rencana [external funding] tapi sudah dibicarakan dan shareholder juga sudah aware soal ini. Mungkin akan lebih mencari strategic value, tidak cuma kapitalnya saja,” pungkasnya.
Meningkatnya krisis iklim global membuat Asia Tenggara menghadapi kerentanan yang lebih besar, terutama terhadap kenaikan permukaan air laut. Studi menunjukkan bahwa lebih dari 100 juta orang, atau 15% dari populasi di kawasan ini, menghuni daerah yang diperkirakan akan berada di bawah air pada tahun 2050.
Di sisi lain, kawasan ini juga menawarkan beberapa habitat alami dan wastafel karbon terbesar di dunia, seperti hutan hujan yang luas di Papua dan Kalimantan, depositoal lahan gambut yang signifikan di Indonesia, dan beberapa cadangan bakau terbesar di dunia.
Sebanyak 50% dari emisi kawasan ini berasal dari produksi pangan dan perubahan penggunaan lahan, terutama ditandai oleh pertanian petani kecil, maka dari itu solusi lokal sangat penting. Semangat ini yang ingin diteruskan oleh Wavemaker Impact, bagian dari VC asal Asia Tenggara Wavemaker Partners, yang didirikan pada 2021.
DailySocial.id berkesempatan untuk berbincang lebih jauh dengan Founding Partner Wavemaker Impact Marie Cheong secara tertulis.
Tesis 100×100
Cheong menuturkan Wavemaker Impact (WMi) merupakan bagian dari strategi Wavemaker Partners yang sedang bertransisi dari dana kelolaan strategi tunggal ke multi-strategi. WMi berfokus pada teknologi iklim dan pengembangan usaha yang diklaim telah menarik berbagai LP dan dana kelolaan berdampak memiliki proses dan struktur investasi yang berbeda dengan dana kelolaan di Wavemaker Partners.
“Kedua strategi ini berkontribusi pada visi Wavemaker untuk menjadi VC tahap awal yang paling tepercaya di Asia Tenggara dan misinya untuk berinvestasi pada wirausahawan terbaik di kawasan ini, serta memimpin komunitas terpercaya untuk membantu mereka sukses dan memberikan dampak positif pada dunia,” ucapnya.
Dia melanjutkan, misi yang diemban WMi adalah membangun portofolio perusahaan teknologi iklim yang dapat mengurangi 10% anggaran karbon global. Untuk itu, pihaknya bermitra dengan wirausahawan berpengalaman untuk membuat konsep dan berinvestasi di 100×100 perusahaan – perusahaan yang skalabel dengan kemampuan mengurangi 100 juta ton setara karbon dioksida dan menghasilkan bisnis dengan pendapatan sebesar $100 juta.
Ia dan tim berfokus pada inovasi model bisnis – mengembangkan insentif yang mendorong adopsi teknologi ramah lingkungan yang tersedia secara komersial atau mengubah perilaku. Setiap bisnis yang dibangun diamanatkan untuk meningkatkan pendapatan atau menurunkan biaya bagi pelanggan melalui teknologi ramah lingkungan.
“Karena kami tidak fokus pada risiko teknologi, perusahaan-perusahaan ini memiliki kemampuan untuk mencapai skala dalam jangka waktu dana VC yang umumnya 10 tahun. Dengan demikian, kami menargetkan pengembalian 3-5x untuk LP kami,” ucap Cheong.
Proses yang dilakukan WMi, sebagai venture builder, dimulai dengan mencari pengusaha berpengalaman yang terdorong untuk memecahkan masalah besar secara mendesak dan meluncurkan bisnis baru yang berdampak. Setiap pendiri dalam portofolio WMi sebelumnya telah terbukti memiliki rekam jejak exit yang berhasil. Dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa mereka tahu cara menciptakan nilai, membangun tim, mengembangkan produk, membangun jaringan pelanggan, dan meningkatkan modal.
Setelah orang tersebut menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama, WMi akan menyediakan tim yang terdiri dari tiga venture builders untuk bekerja bersama dengan sang pendiri selama tiga hingga enam bulan untuk menemukan peluang 100×100 yang sesuai dengan ambisi dan keahlian mereka.
Telah disusun pula pedomannya, dimulai dengan menemukan founder-problem fit: sebuah ruang permasalahan yang cukup besar dari sudut pandang ‘pasar total yang dapat diatasi’ dari sudut pandang karbon dan nilai (dalam dolar) yang ingin ditangani oleh para pendiri.
Cara ini merupakan hasil diskusi dengan 80-200 pelanggan potensial, pakar di bidang ini, dan mitra ekosistem untuk mencari wawasan dan insentif yang menghubungkan kantong nilai karbon dan dolar.
“Setelah memiliki [playbook], kami mengembangkan model bisnis dan mengujinya di pasar. Pada titik ini kami yakin bahwa ini adalah peluang 100×100 dan yang lebih penting, sang pendiri bersemangat membangun bisnisnya. WMi berinvestasi dan sang pendiri meluncurkan perusahaannya. Kami bekerja dengan para pendiri secara individual, bukan secara kelompok.”
Dicontohkan, kemitraan dengan salah satu pengusaha Indonesia, Benny Batara, untuk meluncurkan BumiBaru yang memulihkan lahan terdegradasi di Indonesia dengan mengubahnya menjadi kawasan pertanian yang menguntungkan.
Karena berfokus pada inovasi model bisnis dibandingkan teknologi mendalam, lewat tesis 100×100 ini para pendiri tidak perlu memiliki latar belakang bidang tersebut atau keahlian di bidang tertentu. Sebaliknya, WMi melihat bagaimana mereka dapat mengatasi inefisiensi pasar melalui penerapan teknologi ramah lingkungan.
Misalnya, salah satu portfolionya, Rize, merupakan perusahaan patungan antara Temasek, Breakthrough Energy Ventures, dan GenZero. Rize melakukan dekarbonisasi budidaya padi -pendorong emisi pertanian terbesar kedua secara global− dengan menawarkan input yang lebih murah (pupuk, benih, dan lainnya) demi menciptakan insentif bagi petani untuk mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan.
Portofolio lainnya, Helios, berambisi ingin mempercepat penerapan energi surya untuk perumahan, melalui penciptaan hipotek tenaga surya pertama di Asia Tenggara. Helios memberikan pelanggan akses terhadap hipotek yang lebih murah dengan memasang panel surya di atap rumah mereka.
Tutup fund pertama
Pada Desember 2023, WMi mengumumkan telah mengumpulkanfund pertama sebesar $60 juta. Raihan ini disebutkan melampaui target awal sebesar $25 juta. Modal tambahan ini akan memungkinkan perusahaan untuk memperluas portofolio perusahaannya dan terus melakukan investasi lanjutan pada usaha dengan kinerja terbaik hingga putaran pendanaan Seri B.
LP yang bergabung dalam fund ini, yakni United States Development Finance Corporation (DFC), British International Investment (BII), dan Triple Jump / DGGF, Beacon Capital, lengan ventura KBank, dan Autodesk Foundation, perusahaan filantropi Autodesk Inc.,
Hingga saat ini, WMi telah meluncurkan dan berinvestasi di enam perusahaan, ada tambahan empat lainnya sedang dalam pengembangan, serta dalam proses meluncurkan perusahaan pertamanya di India dan Australia. Portofolionya saat ini meliputi:
Agros – platform pertanian berkelanjutan untuk petani hortikultura
WasteX – perusahaan teknologi biochar terdistribusi yang menyerap emisi limbah pertanian
Rize – sebuah platform bagi petani untuk mengurangi emisi metana dalam budidaya padi
Helios – perusahaan hipotek tenaga surya residensial pertama di Asia Tenggara
BumiBaru – perusahaan pembalikan lahan terdegradasi di Indonesia
RegenX – platform pertanian regeneratif yang berfokus pada komoditas tanaman seperti kopi dan kakao
Portofolio awal WMi telah mengumpulkan pendanaan dari investor terkemuka, seperti Norinchukin Bank, Schneider Electric, dan Gaia Impact Fund, sementara sebagian besar portofolionya bersiap untuk mengumpulkan putaran Seed dan Seri A selama 12 bulan ke depan.
“Kami fokus berinvestasi pada para pendiri yang telah melalui proses venture build bersama kami.”
Cheong berpendapat startup berdampak di Asia Tenggara masih dalam tahap pertumbuhan, sehingga sebagian besar mereka berfokus pada skalabilitas komersial dengan dampak sebagai pertimbangan sekunder atau dampak dengan pertumbuhan yang lebih lambat.
Hanya saja, ada beberapa pengecualian, seperti eFishery di Indonesia yang telah memberikan dampak luar biasa terhadap penghidupan para petani ikan di Indonesia sembari membangun unicorn dari agritech.
“Tesis kami adalah membangun startup yang sangat skalabel dan memiliki dampak signifikan terhadap iklim adalah hal yang mungkin dilakukan,” pungkas dia.
Setelah lebih dari satu tahun keluar dari bisnis quick commerce, Dropezy mengumumkan pivot sekaligus rebranding menjadi “Sekilo”. Sektor bisnis yang digeluti adalah sektor hilir pengolahan dan distribusi unggas.
Dalam keterangan resmi, Co-founder Sekilo Chadni Chainani menyampaikan, pada akhir 2022 pihaknya memutuskan untuk fokus mencapai profitabilitas. Oleh karenanya mulai menggali data, ditemukan ada potensi besar dalam kategori protein. Mengawinkan kebutuhan tersebut dengan kemampuan tim yang kuat dalam operasional dan rantai pasokan, melahirkan Sekilo.
“Kami secara resmi beralih ke Sekilo pada bulan Januari 2023, [..] (Segmen) B2B menjadi misi baru kami, menjauhkan diri dari B2C,” kata Chadni.
Dari temuannya, terdapat lebih dari 270 juta masyarakat Indonesia yang mengandalkan ayam sebagai makanan pokoknya, kebutuhan akan sistem distribusi unggas yang efisien dan efisien menjadi faktor penting. Selama ini, rantai pasokan unggas sangat terfragmentasi bagi pembeli B2B, menghadapi tantangan karena disorganisasi pasar dan ketidaksesuaian antara pasokan dan permintaan.
Dalam mengatasi kesenjangan tersebut, Sekilo kepada penyedia layanan makanan B2B sebuah model revolusioner yang menggabungkan penyesuaian presisi, pemrosesan canggih, dan distribusi yang lancar.
“Analisis kami dan data yang ada selama 4 tahun di bidang B2C mengungkap tambang emas dalam kategori protein—pemborosan yang rendah, umur simpan yang tinggi, permintaan yang melonjak, dan margin keuntungan yang menjadi landasan bagi masuknya Sekilo dengan berani,” imbuhnya.
Perjalanan pivot ini diakunya tidaklah mudah, bahkan pihaknya harus merumahkan sebagian karyawannya. “Mengucapkan selamat tinggal kepada anggota tim yang kami sayangi merupakan tantangan yang menyayat hati, dan sebagai pendiri, kami menavigasi badai ini dengan ketangguhan,” kata Co-founder Sekilo Nitish Chellaram.
Model bisnis Sekilo
Nitish melanjutkan, Sekilo merupakan startup yang berakar pada keahlian logistik dan rantai pasokan, muncul sebagai mitra untuk beragam kebutuhan di sektor jasa makanan menengah-hilir di Indonesia. Sekilo hadir untuk mengubah sektor hilir unggas yang biasanya terfragmentasi dengan mendigitalkan rantai nilai dan membangun infrastruktur pemenuhan yang kuat untuk pengalaman pembeli B2B yang lancar.
Berbeda dengan startup sejenis yang main di sektor hulu, Sekilo mengambil unggas dari seluruh Jawa dan mengikuti standar global, dengan memprioritaskan sertifikasi Halal dan NKF (Nomor Kontrol Veteriner).
Diferensiasi lainnya dari Sekilo terletak pada penyesuaian, menawarkan solusi yang disesuaikan mulai dari pengadaan hingga pengiriman, memenuhi beragam kebutuhan—mulai dari pengiriman kecil seberat 25kg untuk UKM hingga pengiriman dalam jumlah besar hingga 10 ton/pesanan.
“Di Sekilo, pendekatan khas kami terletak pada keputusan yang disengaja untuk berkonsentrasi pada segmen tertentu dari rantai nilai unggas yang berada di hilir – dengan asumsi pengendalian end-to-end. Langkah strategis ini memberdayakan kami untuk menerapkan penilaian internal, mendorong multi -pendekatan B2B profil pelanggan.”
Langkah ini memungkinkan Sekilo untuk menyediakan produk yang dipersonalisasi dan disesuaikan dengan spesifikasi unik, semua didukung oleh kepatuhan ketat terhadap SOP. Perusahaan juga memperluas layanannya ke beragam entitas, termasuk UKM, jaringan HORECA, pelaku industri, startup e-grocery, dan pabrik daging olahan D2C.
“Komitmen kami terhadap inklusivitas tidak tergoyahkan. Selain itu, kami secara aktif menjajaki peluang untuk memperkenalkan opsi ‘beli sekarang, bayar nanti’ bagi beberapa pembeli UKM kami melalui kemitraan strategis dengan platform fintech pihak ketiga,” ujar Nitish.
Nitish melanjutkan, dengan tim yang ramping namun berdedikasi, pihaknya tidak hanya menerapkan model bisnis PC3 yang positif namun juga mendefinisikan ulang pertumbuhan tanpa memerlukan anggaran pemasaran yang besar.
Sebagai catatan, Profit Contribution (PC3) mencakup semua biaya overhead tidak langsung, seperti biaya pemasaran, administrasi dan teknologi hingga EBITDA. Rumusnya: PC3 = EBITDA = Pendapatan – Biaya operasional atau PC3 = EBITDA = PC2 – Biaya overhead.
Perusahaan menggunakan strategi word of mouth untuk menurunkan biaya akuisisi pelanggan bahkan sampai hampir nol. Di samping itu, tidak membangun loyalitas konsumen dengan diskon.
“Ini menegaskan solusi asli Sekilo sesuai dengan kebutuhan pasar. Tidak ada trik diskon di sini. Pemasok dan pembeli kami bertahan karena mereka melihat nilai yang kami berikan, dan itulah yang membedakan Sekilo,” tambah Chandni.
Dua investor Sekilo turut memberikan pernyataannya. Founding Partner Kopital Ventures Fandy Cendrajaya menyampaikan, sebagai angel investor, dirinya bersemangat untuk terus mendukung Chandni dan Nitish dengan cara apa pun. “Karena mereka terus membangun bisnis arus kas positif dengan fundamental yang kuat,” katanya.
Co-founder dan Partner Forge Ventures Kaspar Hidayat menambahkan, “[..] Saya bersemangat untuk terus mendukung mereka saat mereka memulai jalur baru ini. Pergeseran ini sejalan dengan permintaan pasar dan saya yakin dengan kemampuan mereka untuk membangun bisnis yang berkembang.”
Dropezy pertama kali hadir pada saat pandemi di awal 2021 sebagai online grocery, kemudian beralih menjadi quick commerce pasca-pendanaan pra-seri A yang diperoleh pada September 2021 sebesar $2,5 juta. Dana tersebut digunakan untuk membangun belasan dark store tersebar di Jabodetabek. Hingga akhirnya dark store ditutup pada September 2022.
Startup quick commerce lainnya bernasib sama, seperti Bananas dan Radius. Satu-satunya yang masih bertahan hingga kini adalah Astro. Startup ini mengeluarkan produk D2C Astro Goods yang menjual sayuran segar, kebutuhan pokok, paket masak, perawatan rumah tangga, perawatan diri, mainan anak, variasi camilan ringan dan kopi kekinian.