Teknologi finansial (fintech) masih menjadi sektor teknologi yang paling populer dari sisi adopsi maupun pengembangannya di Indonesia. Dari tahun ke tahun inovasinya terus bergulir, mendemokratisasi berbagai aspek dalam model bisnis keuangan.
Menurut catatan DailySocial.id, selama 5 tahun terakhir secara terus-menerus sektor fintech menempati peringkat pertama sebagai vertikal bisnis yang paling diminati investor.
Di sisi lain, sektor finansial dikenal dengan kompleksitasnya mengingat industri ini diregulasi ketat otoritas. Setiap pemain harus memenuhi standar kepatuhan yang tinggi agar bisa beroperasi. Dengan perkembangan bisnis yang ada, fintech masih menjadi bahasan menarik bagi pelaku industri teknologi.
Untuk itu, DS/Innovate sebagai unit riset DailySocial.id menginisiasi “Fintech Report 2022-H12023”.
Secara garis besar, laporan tersebut mencoba menangkap dinamika industri fintech tanah air, merangkum data-data penting dan berbagai perspektif dari para stakeholder. Ada 3 bahasan utama yang disajikan dalam laporan ini, sebagai berikut:
Gambaran bisnis fintech di tahun 2022 dan H1 2023; menggambarkan segmentasi, performa bisnis, tren, pendanaan, dan regulasi yang menarik untuk disorot dalam periode tersebut.
Dinamika fintech di tahun 2022 dan H1 2023; menyorot sejumlah aksi penting para pelaku fintech, termasuk tren efisiensi, perubahan fokus bisnis keberlanjutan, dan berbagai tantangan yang dihadapi industri.
Aksi strategis fintech; mencatat berbagai rencana penting seperti ekspansi, IPO, dan konsolidasi dalam aksi M&A.
Terdapat sejumlah data menarik, salah satunya terkait konsolidasi. Tercatat sepanjang tahun 2022 ada 13 aksi merger/akuisisi yang melibatkan startup fintech di Indonesia. Sebagian besar dilakukan untuk perluasan model bisnis. Misalnya yang dilakukan GoPay ke Kripto Maksima untuk memperkuat lini wealthtech. Sementara sampai paruh pertama 2023, sudah ada 4 aksi serupa yang dilakukan oleh pemain fintech di area ini. Teranyar Stockbit melakukan akuisisi ke Ayers Asia untuk memperluas produk investasinya.
Selain itu, masih ada sejumlah data yang ditampilkan dalam laporan, termasuk pendanaan startup fintech, capaian bisnis fintech lending, dan lainnya.
Informasi lebih lanjut terkait Fintech Report 2022 – H1 2023 bisa diperoleh di sini.
Ada sejumlah cara yang dapat dipilih founder untuk memvalidasi dan membesarkan bisnis startup yang didirikan. Salah satu medium yang secara signifikan dapat membantu startup bertumbuh adalah program inkubator dan akselerator. Airbnb, Stripe, Ajaib, eFishery, Fazz, Privy, Xendit adalah sedikit dari ratusan startup tahap akhir yang dulunya merupakan lulusan program inkubator dan akselerator.
Melalui laporan bertajuk “Tinc Impact Report 2023”, Tinc selaku program akselerator startup milik Telkomsel bersama dengan DS/Innovate merangkum tren perkembangan program inkubator dan akselerator di Indonesia. Laporan ini turut melibatkan survei dan wawancara ke stakeholder terkait –termasuk founders, mentors, dan organizers—guna mendapatkan gambaran menyeluruh terkait sejauh mana program tersebut memberikan dampak terhadap founder dan bisnisnya.
Laporan ini terdiri dari 5 pembahasan utama, sebagai berikut:
Tren digitalisasi dan startup di dunia dan Indonesia; mendalami tentang perjalanan penetrasi teknologi digital dalam satu dekade terakhir. Salah satu data yang diungkapkan, bahwa fintech masih menjadi salah satu sektor yang paling menarik dieksplorasi, dibuktikan dengan gelontoran investasi yang cukup besar di sini. Ada lebih dari 250 startup fintech yang sudah menjadi unicorn di dunia, mengumpulkan total pendanaan hampir $40 miliar dalam kurun 2021-2022.
Memahami ekosistem startup builder, program inkubator dan akselerator; mendefinisikan konsep dasar dari program inkubator dan akselerator, juga manfaat dan kurikulum yang diberikan masing-masing sesuai dengan stage-nya.
Perkembangan program inkubator dan akselerator di Indonesia; menjabarkan tentang aneka program inkubator dan askelerator yang telah berjalan di Indonesia, juga dikategorikan berdasarkan sejumlah variabel pembeda, digambarkan pada grafik berikut ini:
Perspektif stakeholder terhadap program inkubator dan akselerator; hasil survei dan wawancara terhadap berbagai pihak yang terlibat langsung dalam program tersebut di Indonesia. Salah satu temuan menariknya adalah 90% founder peserta survei telah memiliki pemahaman terkait program inkubator dan akselerator; 82% di antaranya memiliki rencana untuk bergabung ke salah satu programnya. Kemudian dari sejumlah responden yang pernah mengikuti inkubator/akselerator mengatakan ada tiga hal yang paling dirasakan dampaknya setelah lulus dari program terkait; pertama mendapatkan peningkatan kompetensi (85%), kedua mendapatkan perluasan jaringan (85%), dan ketiga meningkatkan kepercayaan diri (65%).
Proposisi nilai Tinc sebagai program akselerator startup berdampak di Indonesia; membedah tentang program, fasilitas, hingga pembeda yang ditawarkan Tinc kepada para founder. Hingga kini Tinc telah mengakselerasi 34 startup dari 19 vertikal bisnis yang berbeda. Menariknya sudah ada 28 use cases kolaborasi antara startup binaan dengan perusahaan induk, yakni Telkomsel yang tentunya membuka peluang pertumbuhan besar, mengingat perusahaan telekomunikasi ini sudah memiliki basis pengguna dan sub-bisnis yang sangat luas.
Tentu masih banyak data-data dan temuan menarik yang diungkap ke dalam laporan – termasuk hal-hal yang masih perlu ditingkatkan dari inkubator/akselerator hingga program populer yang saat ini banyak diminati oleh founder di Indonesia. Selengkapnya dapat diunduh melalui tautan berikut ini: klik di sini.
Harapannya laporan ini dapat memperluas perspektif para pelaku di ekosistem startup Indonesia tentang program inkubator dan akselerator, sekaligus menjadi bahan untuk mengimprovisasi program-program yang ada sebelumnya sehingga dapat memberikan dampak yang lebih baik dan lebih luas.
–
Disclosure: DS/Innovate bersama Tinc dari Telkomsel memproduksi laporan ini
DSInnovate baru merilis “MSME Empowerment Report 2022” yang bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang perkembangan UMKM di Indonesia, termasuk upaya mereka dalam melakukan transformasi digital. Laporan ini sangat relevan untuk pengusaha UMKM yang ingin meningkatkan bisnis melalui penggunaan teknologi digital dan stakeholder terkait yang memiliki misi memajukan UMKM Indonesia.
Dalam penyusunan laporan ini, peneliti melakukan survei terhadap 1500 pelaku UMKM di berbagai kota di Indonesia untuk mendalami tantangan dan kesempatan transformasi digital dalam mengakselerasi bisnis mereka. Selain itu, juga dilakukan studi kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada stakeholder di industri ini, termasuk pemerintah dan penyedia layanan teknologi untuk UMKM.
Laporan ini terdiri dari 4 bagian utama. Bagian pertama berisi gambaran lanskap UMKM di Indonesia, termasuk seberapa besar kontribusi mereka terhadap perekonomian nasional dan sektor-sektor yang dominan di mana UMKM beroperasi. Bagian kedua membahas kesempatan dan tantangan transformasi digital di UMKM Indonesia.
Bagian ketiga adalah tingkat adopsi digital di kalangan UMKM Indonesia, termasuk teknologi digital apa saja yang telah digunakan oleh UMKM dan hambatan apa saja yang dihadapi dalam memperkenalkan teknologi baru. Bagian keempat membahas perspektif pengembang layanan teknologi terkait transformasi digital untuk UMKM, termasuk rekomendasi dan saran untuk pengusaha UMKM yang ingin memulai atau memperluas penggunaan teknologi digital dalam bisnis mereka.
Terdapat sejumlah temuan menarik dalam laporan, salah satunya terkait tantangan utama yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia dalam mengoperasikan bisnis mereka. Sebanyak 70,2% dari responden survei mengaku kesulitan dalam melakukan pemasaran produk; sementara 51,2% merasa kesulitan dalam mendapatkan dukungan modal; dan 46,3% kesulitan dalam menemukan pemasok bahan baku yang efisien.
Kesulitan tersebut ternyata juga ditangkap baik oleh inovator teknologi dengan menghadirkan berbagai layanan unik untuk membantu pengusaha mengatasi masalah tersebut. Di sisi pemasaran produk, pengembang platform digital enabler berusaha memudahkan di sisi pemasaran digital; sementara di sisi permodalan layanan fintech lending untuk UMKM juga semakin banyak dan beragam model bisnisnya; dan untuk pemenuhan bahan baku, model B2B commerce juga mulai berkembang beberapa waktu terakhir.
Adanya perpaduan perspektif dari pelaku UMKM dan pengemang teknologi di laporan ini diharapkan bisa memberikan sebuah gambaran yang menyuguhkan “konektivitas” sebagai upaya untuk mempersempit gap yang ada.
Selain itu terdapat sejumlah temuan lainnya, termasuk tingkat awareness penggunaan teknologi oleh pelaku UMKM, layanan teknologi populer yang digunakan, hingga strategi utilisasi platform digital populer seperti media sosial untuk mendongkrak bisnis UMKM.
DSInnovate kembali menerbitkan laporan tahunan Startup Report 2022 dengan tajuk “Toward More Sustainable Startup Ecosystem in Indonesia”. Laporan ini menyoroti sejumlah peristiwa penting yang mewarnai dinamika industri startup Indonesia di sepanjang 2022. Salah satunya adalah langkah efisiensi industri startup di mana sebanyak 20 startup tercatat melakukan layoff tahun lalu. Berikut rangkumannya:
Gejolak industri hingga tren pendanaan
Menurut laporan AsianNikkei, transaksi pendanaan di Asia Tenggara melambat di 2022 dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dipicu oleh situasi geopolitik yang berdampak terhadap investasi di kawasan ini.
Situasi perekonomian yang tidak menentu menyulitkan founder startup untuk mencari modal dalam mengembangkan bisnisnya, tidak seperti di 2021 di mana total nilai pendanaan meroket menjadi $25,75 miliar.
Berdasarkan laporan ini, total sebanyak $4,2 miliar dari 260 transaksi pendanaan mengalir ke industri startup Indonesia di sepanjang 2022. Jumlah tersebut turun dari tahun sebelumnya yang $6,9 miliar meski jumlah transaksinya lebih rendah sebanyak 214.
Dirinci berdasarkan akumulasi nilai, fintech menjadi sektor dengan pendanaan terbesar, yakni $1,71 miliar, diikuti OTA (Traveloka) sebesar $300 juta, dan agritech $229,9 juta. Dari sisi jumlah transaksi pendanaan, sektor fintech tetap mendominasi dengan 29 transaksi, diikuti agritech (15), dan social commerce (11).
Laporan ini juga menemukan sebanyak 34 aksi merger and acquisition (M&A) atau naik dua kali lipat dari 2021. M&A terbanyak berasal dari sektor fintech, beberapa di antaranya adalah (1) Xendit dan Bank Sahabat Sampoerna, (2) Komunal dan BPR (Kediri), (3) FinAccel Teknologi dan Bank Bisnis Internasional.
Terlepas dari itu, e-Conomy SEA oleh Google, Bain & Company, dan Temasek pada 2022 justru menunjukkan tren positif di mana ekonomi digital Indonesia diprediksi mencapai $77 miliar di 2022, dan mencapai $130 miliar di 2025.
“Saat ini, kita berada di tengah siklus ekonomi global baru yang mengharuskan kita untuk melakukan penyesuaian pada manajemen risiko, valuasi exit, dan capital deployment. Namun, perekonomian Indonesia yang resilien dan fundamental yang kuat justru membawa kita ke lintasan pertumbuhan tinggi, dan kita bersemangat untuk menjadi bagian dari itu,” tutur Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.
Tren 2023
Laporan ini turut menampilkan proyeksi tren di sepanjang 2023 pada tiga sektor terpilih, yakni green tech, healthtech, dan embedded finance.
1. Green Tech
DSInnovate melihat ada pertumbuhan signifikan pada pelaku startup hijau di Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission di 2060, pemerintah tengah mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mendorong pengembangan inovasi di sektor hijau dan berkelanjutan.
Berdasarkan data yang dihimpun, terdapat 39 startup yang berasal dari empat kategori besar antara lain food/trash/waste management, carbon print/credit, electric vehicle, dan new energy. Selain itu, DSInnovate melihat tren sektor hijau di Tanah Air terefleksi dari meningkatkan investasi VC ke startup di sektor terkait. Tercatat sebanyak 15 transaksi pendanaan diumumkan di 2022, bertambah dari 5 transaksi di 2021, dan 2 transaksi di 2020.
Menurut riset Southeast Asia’s Green Economy 2022 oleh Temasek and Bain & Company, saat ini investasi yang mengalir ke sektor hijau Indonesia masih didorong oleh korporasi. Paling banyak investasi dikucurkan korporasi untuk pengembangan energi terbarukan (EBT), sedangkan PE/VC paling banyak mengucurkan pendanaan ke sektor mobility, solar, dan sustanaibaility.
“Menurut pengalaman saya sebagai angel investor di area ini, sulit bagi investor untuk terlibat dalam pendanaan terlepas dari modal besar yang diperlukan startup untuk mengembangkan inovasi dan meningkatkan skala bisnis mereka. Startup di sektor hijau biasanya butuh waktu lama untuk return dibandingkan startup teknologi lain. Ketidakpastian kebijakan dan regulasi memengaruhi pengembangan inovasi hijau bagi startup tahap awal. Bahkan sulit bagi VC untuk memprediksi return investasi secara akurat,” tutur Co-Founder dan Managing Partner Jawara Ventures Alfred Boediman.
2. Embedded finance
Sektor fintech Indonesia terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir, dan telah berada di maturity level yang tinggi. Potensinya pun masih besar mengingat populasi unbanked dan underbanked di Indonesia masih sangat besar, dengan total akumulasi 90 juta dari kedua segmen tersebut.
Dalam laporan ini, DSInnovate mengamati perkembangan teknologi di bidang keuangan tak lagi berpusat pada sektor pembayaran digital. Setelah era open finance dan open banking (meski terbilang masih relatif baru), kini tren embedded finance mulai berkembang di Indonesia.
Embedded finance memungkinkan perusahaan non-keuangan untuk mengintegrasikan layanan keuangan mereka tanpa perlu membangun infrastruktur dari awal atau mengajukan lisensi layanan terkait. Embedded finance memampukan setiap bisnis untuk mengelola dan menawarkan layanan keuangan, mulai dari pembayaran, debit, asuransi, hingga investasi, ke dalam layanan intinya.
Saat ini, ada enam startup indonesia yang tercatat mengembangkan layanan open finance dan embedded finance, seperti Ayoconnect dan Digiasia Bios.
3. Healthtech
Pandemi Covid-19 telah membuat industri kesehatan berada dalam sorotan utama selama tiga tahun terakhir. Krisis kesehatan dunia ini telah membuka mata Indonesia tentang peran digitalisasi terhadap perbaikan industri kesehatan.
Permasalahan usang, seperti biaya berobat yang mahal dan tidak meratanya fasilitas kesehatan, berupaya diatasi dengan berbagai inovasi kesehatan. Di 2020, Kementerian Kesehatan mencatat rasio dokter hanya 03,8 per 1.000 populasi, sedangkan rasio tempat tidur rumah sakit sekitar 1,2 per 1,000 populasi.
Dalam dua tahun terakhir, industri healthtech tercatat memperoleh investasi sebesar $107,9 juta dari total akumulasi $231,7 juta pendanaan yang didapat selama delapan tahun terakhir di sektor ini.
Dalam laporan ini, DSInnovate menyoroti bagaimana Kementerian Kesehatan mengambil langkah progresif dengan menerbitkan peta jalan transformasi kesehatan 2020-2024, menunjukkan dukungan pemerintah untuk merevolusi industri kesehatan Tanah Air dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Platform Satu Sehat, bagian utama dari transformasi ini, akan menghubungkan seluruh data layanan kesehatan dari hulu ke hilir. Pemerintah juga menerbitkan kebijakan yang akan memudahkan proses pertukaran data kesehatan dan pengembangan teknologi di bidang kesehatan.
Makanan yang kita santap setiap hari akan melalui proses logistik, dimulai dari petani, ke pengepul, ke pasar, hingga sampai ke dapur kita. Pun demikian dengan barang-barang lain, termasuk barang yang dibeli dari online marketplace. Sistem logistik berperan krusial dalam sistem ekonomi di sebuah negara, bahkan menjadi penopang utama industri seperti ritel, manufaktur, sampai dengan pertanian.
Faktanya, permasalahan di lini logistik juga pelik, mengakibatkan inefisiensi secara sistemis dari proses di hulu hingga ke hilir. Contoh paling sederhana pada sistem transportasi. Di Indonesia, moda logistik utamanya adalah truk. Kebanyakan truk hanya memiliki muatan saat berangkat melakukan pengantaran saja, sementara saat balik ke gudang kondisinya kosong. Padahal sebenarnya banyak pihak yang mau atau bisa memanfaatkannya, sehingga bisa menekan biaya dan waktu tempuh dengan lebih baik.
Selain itu masih banyak lagi isu-isu lainnya, termasuk terkait konektivitas antarstakeholder di sistem logistik itu sendiri.
Melihat permasalahan tersebut, inovator teknologi mencoba menghadirkan sebuah transformasi di sistem logistik. Mengedepankan pendekatan berbasis digital, diharapkan bisa memberikan model bisnis yang lebih efisien. Digitalisasi ini sudah dilangsungkan sejak beberapa tahun ke belakang.
Untuk melihat sejauh mana digitalisasi logistik di Indonesia, DSInnovate meluncurkan sebuah laporan bertajuk “Indonesia’s Digital Logistics Landscape 2022”. Merangkum data dan tren terkait transformasi digital di industri logistik lokal.
Dalam laporan tersebut ditemukan sejumlah data, seperti minat investor terhadap startup yang bergerak di bidang logistik. Sepanjang tahun 2022 ini 14 transaksi pendanaan yang diberikan, membukukan $169,6 juta atau setara 2,6 triliun Rupiah. Selain itu turut dibahas tahapan transformasi digital yang umum diterapkan oleh pelaku industri dan tren dari digitalisasi logistik di masa mendatang.
Terminologi Open Finance muncul di tengah perkembangan pesat bisnis fintech. Kapabilitas yang ditawarkan mencoba menjembatani berbagai hambatan yang selama ini masih ditemui pelaku industri, terkait efisiensi proses bisnis dan pengembangan teknologi.
Open Finance sendiri didefinisikan sebagai sebuah mekanisme berbagi data keuangan oleh pengguna. Data tersebut bisa dari mana saja, bisa dari perbankan, layanan fintech, atau lainnya (seperti data transaksi belanja, data pembelian pulsa, dan sebagainya). Faktanya, banyak data alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan analisis keuangan.
Melihat perkembangan adopsi Open Finance di Indonesia, DSInnovate dan Brick meluncurkan hasil penelitian bertajuk “Open Finance Report 2022”. Laporan ini berisi mengenai ulasan konsep, model bisnis, hingga studi kasus pemanfaatan Open Finance di Indonesia. Dilengkapi dengan temuan dari studi kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan peneliti.
Laporan tersebut berisi empat bagian utama, sebagai berikut:
Pengenalan Open Finance; memberikan gambaran komprehensif tentang Open Fianance dan bagaimana teknologi ini bekerja dalam membantu industri keuangan untuk mendapatkan manfaat lebih.
Open Finance di Indonesia; mendalami perkembangan dan tantangan implementasi dari Open Finance di Indonesia, beserta regulasi yang saat ini memayungi konsep ini — mengingat sektor finansial diregulasi ketat oleh otoritas.
Pemahaman tentang Open Finance; melihat sejauh mana pelaku industri memahami tentang Open Finance dan layanan yang ditawarkan.
Masa Depan Open Finance; memproyeksikan bagaimana layanan Open Finance akan berkembang di Indonesia, termasuk terkait dukungan ekosistem bisnis dari sisi pelaku industri dan regulator.
Terdapat sejumlah temuan menarik dari hasil studi yang dirangkum dalam laporan tersebut. Salah satunya didasarkan pada hasil wawancara yang dilakukan kepada sejumlah pelaku industri. Dari platform We+ misalnya, di sisi industri memang ada tantangan dalam mendapatkan data yang lebih komplit untuk melakukan risk profiling guna membantu perusahaan asuransi menyesuaikan harga premi.
Pun demikian untuk industri lain seperti P2P Lending, adanya data yang lebih banyak dimungkinkan untuk menghasilkan produk yang lebih baik dan terpersonalisasi. Selain itu, juga ada pendapat dari sejumlah pelaku industri lain, termasuk dari perbankan, mengenai potensi dari implementasi Open Finance.
Untuk hasil temuan selengkapnya, unduh laporan tersebut secara gratis melalui tautan berikut ini: Open Finance Report 2022.
–
Disclosure: DSInnovate didukung Brick dalam penyusunan laporan ini
Selama satu dekade terakhir, e-commerce telah berhasil menjadi lokomotif industri yang mendorong berbagai inovasi digital di berbagai sektor. Sebut saja pembayaran digital, logistik pintar, sampai dengan platform pemberdayaan UMKM. Namun demikian, di balik gegap-gempita industri e-commerce masih terdapat gap yang cukup kentara di Indonesia, khususnya saat berbicara tentang pemerataan.
Berbeda dengan masyarakat di perkotaan yang sudah terbiasa dengan layanan digital, kondisi di pedesaan —apalagi daerah rural—kondisinya masih jauh berbeda. Banyak faktor menjadi penyebab, mulai dari tingkat literasi digital sampai dengan keandalan infrastruktur. Terkait infrastruktur, contohnya, pengguna di pedesaan mendapati biaya kirim yang besar karena barang dikirim dari kota.
Adanya isu-isu tersebut mendorong para inovator melahirkan “Social Commerce”, versi e-commerce yang dimodifikasi dengan berbagai penyesuaian fitur. Model bisnisnya juga unik, seperti lewat kemitraan untuk menangani isu literasi digital, lewat group buying untuk menangani isu mahalnya ongkos kirim, sampai sistem hub-and-spoke untuk menangani sistem distribusi yang rumit.
Perlahan tapi pasti, model social commerce mulai diterima oleh masyarakat Indonesia, membuat bisnis ini kian banyak diminati oleh startup lokal.
Untuk melihat perkembangan bisnis ini, DSInnovate meluncurkan “Social Commerce Report 2022” dengan tema besar “Digitizing the Second-Tier Cities in Indonesia”. Laporan ini merangkum sejumlah hal, meliputi:
Pembahasan konsep dan model bisnis social commerce
Ekosistem social commerce di Indonesia
Studi kasus social comerce di Indonesia
Tren perkembangan social commerce di Indonesia
Terdapat beberapa temuan data menarik, salah satunya dari 16 startup social commerce yang ada di Indonesia, 14 di antaranya telah mengumumkan perolehan investasi. Menunjukkan bawah model bisnis yang diusung berhasil divalidasi oleh adopter awal dan hipotesis dari pemodal ventura. Selain itu, konsep bisnis berbasis syariah juga dipertimbangkan beberapa pemain di Indonesia.
Di sisi kematangan industri, peneliti juga melakukan analisis dan pengukuran terhadap beberapa variabel — yang menunjukkan bahwa social commerce masih memiliki ruang gerak yang luas untuk dieksplorasi. Selain itu, masih ada data dan temuan menarik lainnya. Selengkapnya, unduh laporan tersebut melalui tautan berikut: Social Commerce Report 2022.
– Disclosure: Dagangan mendukung peluncuran laporan ini
Tahun 2021 digadang-gadang sebagai titik balik bagi ekosistem bisnis digital di Indonesia, setelah satu tahun sebelumnya mendapat tekanan akibat pandemi Covid-19. Benar saja, di masa pemulihan ini justru banyak rekor baru yang terpecahkan — mulai hadirnya unicorn baru, transaksi pendanaan yang meningkat tajam secara kuantitas dan nilai, hingga model bisnis yang makin matang.
Startup Report 2021 mencoba merangkum dinamika industri yang terjadi, melalui kompilasi data, perspektif founder, dan preferensi konsumen dari apa yang terjadi sepanjang tahun. Secara spesifik laporan ini terdiri dari lima bahasan utama, meliputi:
Gambaran ekosistem startup; menyajikan data-data terkait pertumbuhan pasar dan bisnis digital di Indonesia sepanjang tahun 2021.
Pendanaan dan strategi exit; menyajikan data-data terkait tren pendanaan dan aksi korporasi berupa merger & acquisition yang melibatkan startup lokal.
Perspektif konsumen; menyajikan data-data hasil survei konsumen terhadap layanan atau produk yang dihadirkan oleh pemain startup lokal.
Investasi berdampak; memperkenalkan konsep investasi berdampak dan metrik startup dalam menghadirkan bisnis berkelanjutan sembari memberikan manfaat sosial lebih bagi masyarakat.
Tren industri digital Indonesia; menyoroti beberapa model bisnis yang berpotensi menjadi sesuatu yang signifikan di masa mendatang.
Terdapat sejumlah temuan data menarik, di antaranya mengenai pendanaan startup. Tahun 2021 terjadi peningkatan hampir 2x lipat dari sisi jumlah transaksi dan nilai yang dibukukan. Bahkan sebanyak 22 putaran pendanaan memiliki nilai sekurangnya $50 juta. Kendati pendanaan awal masih mendominasi jumlahnya, pendanaan lanjutan juga memiliki tren yang meningkat — mengindikasikan adanya kepercayaan investor atas model bisnis startup yang kian matang.
Selain pendanaan, laporan ini juga menyajikan hasil survei mengenai aplikasi digital dari startup lokal yang paling banyak diminati. Dari statistik yang berhasil diolah, layanan online marketplace (78%) mendapati minat tertinggi, disusul fintech payment (69%), fintech lending (61%), layanan investasi (57%), aplikasi pendidikan (51%), hingga kesehatan (50%).
Ekonomi digital di Indonesia diperkirakan akan mencapai $146 miliar pada tahun 2025, meningkat sampai 2x lipat dibandingkan perolehan di tahun 2021 yakni $70 miliar. Seiring dengan pertumbuhan tersebut, diperlukan inovasi untuk memastikan lalu-lintas data dan transaksi yang semakin besar ini berada di lajur yang aman.
Dari hipotesis tersebut, terminologi “digital trust” kemudian muncul menjadi sebuah persyaratan mendasar bagi bisnis yang ingin mengadopsi teknologi. Hal ini juga seiring dengan kesadaran masyarakat tentang privasi dan keamanan data, mendorong pengembang untuk menghadirkan sebuah sistem aplikasi yang aman dan terjamin.
Sebagai upaya untuk memperkenalkan lebih dalam tentang konsep digital trust tersebut, DSInnovate meluncurkan laporan bertajuk “Building Trust in Indonesia’s Digital Economy”. Di dalamnya membahas tiga topik utama, meliputi:
Pengenalan digital trust; memaparkan definisi, urgensi, sampai dengan perspektif industri mengenai digital trust. Turut dibahas juga tentang standar internasional yang banyak dijadikan acuan para pelaku industri dalam menerapkan digital trust.
Prinsip dasar digital trust; menjelaskan tentang tiga prinsip utama digital trust meliputi kecepatan, skalabilitas, dan keamanan yang disuguhkan.
Perkembangan digital trust di Indonesia; mengulas tentang digital trust di Indonesia beserta studi kasus yang sudah ada sejauh ini.
Terdapat beberapa temuan menarik, salah satunya dari hasil interview dengan sejumlah pemain industri yang mengatakan bahwa peningkatan digital trust dapat meningkatkan ketertarikan konsumen dengan layanan yang disuguhkan. Selain itu adopsi prinsip-prinsip digital trust juga dikatakan menjadi langkah preventif yang efisien untuk menghindarkan bisnis dari risiko seperti fraud dan kejahatan lain terkait pemalsuan identitas.
Memasuki tahun kedua pandemi Covid-19, digitalisasi dalam sektor keuangan masih berangsur meningkat. Produk-produk fintech terus mendapatkan antusias dari masyarakat, untuk memfasilitasi kebutuhan sehari-hari maupun dalam rangka mencapai tujuan finansial mereka.
Perkembangan ekosistem teknologi finansial turut didukung dengan regulasi yang cukup tanggap dengan dinamika perkembangan digital. Alhasil, kepercayaan masyarakat pun meningkat seiring adanya jaminan keamanan atas data-data dan transaksi yang akan dilakukan melalui layanan berbasis aplikasi.
DailySocial.id juga meyakini, bahwa perkembangan fintech menjadi aspek penting dalam misi mencapai ekonomi digital yang lebih baik. Karena produk dan layanan yang dihasilkan turut menjadi salah satu fondasi dari banyak model bisnis. Untuk itu, secara rutin setiap tahun kami merilis “Fintech Report”, sebuah laporan yang merangkum secara menyeluruh perkembangan industri fintech di tanah air.
Fintech Report 2021 mengusung tema besar “The Convergence of (Digital) Financial Services”, menyorot tentang variasi layanan fintech yang makin banyak, menyasar berbagai kebutuhan spesifik untuk pengguna personal dan bisnis. Dalam laporannya, turut diramu perspektif dari pelaku industri dan dilengkapi dengan survei terhadap masyarakat yang merepresentasikan kondisi konsumen fintech saat ini.
Terdapat lima pembahasan utama dalam Fintech Report 2021, meliputi:
Tren Fintech; membahas tren perkembangan fintech dari sisi model bisnis dan regulasi.
Ekosistem Fintech di Indonesia; melihat perkembangan industri fintech di Indonesia dalam satu tahun terakhir.
Perspektif Pelaku Bisnis; merangkum perspektif dari pelaku bisnis fintech di berbagai sub-sektor mengenai prospek pengembangan mendatang.
Perspektif Konsumen; mendalami perspektif pengguna layanan terhadap produk-produk fintech yang sudah ada di pasaran.
Inisiatif Strategis; mendata berbagai inisiatif strategis yang dilakukan stakeholder dalam rangka memajukan industri fintech di Indonesia.
Terdapat beberapa temuan menarik, di antaranya total pendanaan oleh investor ke bisnis fintech meningkat dari tahun ke tahun. Per 2021, total dana yang dikumpulkan mencapai $974 juta dari 68 transaksi; meningkat hampir 2x lipat dibanding tahun sebelumnya yakni $555 juta dalam 32 transaksi.
Dari sisi konsumen, e-money (80,2%) dan paylater (68,9%) kini menjadi dua varian produk fintech yang paling banyak digunakan. Beberapa produk lain dari kategori wealthtech dan insurtech pun mulai mendapatkan awareness yang meningkat. Hal ini menjadi salah satu indikasi dari peningkatan literasi dan inklusi finansial yang cukup baik dari masyarakat Indonesia.
Informasi selengkapnya bisa diakses dengan mengunduh laporan tersebut secara gratis melalui tautan berikut: Fintech Report 2021.
– Disclosure: Laporan ini didukung oleh Kredivo dan Traveloka