Tech winter yang terjadi beberapa waktu belakang [dan sampai saat ini] berdampak langsung pada ekosistem startup di Indonesia. Gejolak perekonomian global membuat aliran investasi ke venture capital melambat, akibatnya alokasi pendanaan ke startup pun menurun. Hal ini membuat founder harus bekerja ekstra keras saat melakukan fundraising atau penggalangan dana investasi.
Berdasarkan wawancara dengan sejumlah pemodal ventura yang cukup aktif di Indonesia, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa proses seleksi (due-diligence) saat menilai startup menjadi lebih ketat akhir-akhir ini. Di sisi lain, para investor mulai berpikir lebih konservatif dengan mengutamakan metrik revenue atau profitabilitas sebagai milestone yang harus dicapai startup di tahap tertentu.
Kendati demikian, bukan berarti pendanaan ke startup menjadi mandek. Faktanya, tahun ini lebih dari 10 pemodal ventura mengumumkan dana kelolaan baru yang alokasinya akan banyak ke startup Indonesia. Artinya dananya tersedia, tinggal bagaimana strategi agar startup mendapatkan penilaian layak dari para analis di VC. Hal ini tergambar pada laporan yang baru diterbitkan DSInnovate, jumlah transaksi pendanaan awal masih tinggi [mendominasi] sampai Q3 tahun ini, bahkan pada kuartal ketiga terlihat adanya tren peningkatan dari sisi nilai yang cukup signifikan.
Artikel ini mencoba mengompilasi sejumlah tips yang diberikan oleh 4 pemodal ventura ternama dan teraktif di Indonesia untuk para founder startup tahap awal yang sedang merencanakan penggalangan dana untuk startupnya.
Berfokus pada kemampuan utama startup
Sebelum melakukan penggalangan dana, tim East Ventures menyarankan para founders untuk dapat berfokus pada kemampuan utamanya (core competency), agar dapat mencapai keberlangsungan secara finansial (financial sustain). Para founder juga perlu untuk benar-benar bijaksana (prudent) dalam mengatur penggunaan mereka dan menaruh perhatian lebih ke unit economic. Terlebih, era di mana ekspansi secara agresif dan melakukan uji coba produk baru sebaiknya lebih ditahan dulu.
“Pesan kami tetap sama, kami menyarankan para startup untuk tidak melakukan fundraising di saat perusahaan Anda memerlukan uang,” ujar Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.
Hal ini senada dengan apa yang disarankan tim AC Ventures. Mereka berpendapat bahwa founder [startup tahap awal] selayaknya melakukan bootstrapping terlebih dulu dan lakukan fundraising saat startup sudah memiliki model bisnis yang terbukti [mencapai product-market fit]. Founder juga perlu lebih selektif memilih investor, pastikan bermitra dengan investor yang memiliki long term conviction di Indonesia.
“Kami memiliki preferensi untuk berinvestasi pada suatu bisnis yang sudah memiliki revenue, meskipun masih kecil,” imbuh VP of Investment AC Ventures Alvin Cahyadi.
Memiliki rencana yang jelas
Ada beberapa pendekatan dalam menyusun strategi penggalangan investasi, salah satu faktor terpentingnya adalah startup harus memiliki rencana bisnis yang jelas. Beberapa pertanyaan berikut ini bisa ditanyakan oleh founder ke dirinya, untuk menilai seberapa clear rencana dan proyeksi yang bisa dicapai:
- Apa yang ingin saya capai dalam X bulan mendatang dan sebanyak apa dana [investasi] yang dibutuhkan?
- Berapa banyak dana yang bisa saya kumpulkan dan apa yang bisa saya capai dengan itu?
- Dapatkan saya merinci penggunaan dana tersebut, seperti dengan memaparkan contoh atau studi kasus penggunaannya?
Pertanyaan pertama bertujuan untuk memberikan gambaran besar tentang capaian jangka pendek/menengah yang akan diraih oleh startup. Idealnya bisa memberikan rencana antara 12-18 bulan mendatang dengan memberikan proyeksi keuangan dan target penggalangan dana yang terperinci.
Sementara untuk pertanyaan kedua, founder bisa menjawab dengan mencoba memberikan penilaian bisnis yang sedang dijalankan saat ini dengan mempertimbangkan proyeksi selama 12-18 bulan berikutnya. Sertakan juga rentang dilusi yang menurut founder masuk akal, potensi investasi yang dapat dirampungkan, dan target realistis yang bisa dicapai dalam periode tersebut.
“Investasi dalam bisnis dengan ekonomi unit yang solid adalah praktik yang bijak. Penting untuk memahami bagaimana bisnis/startup dapat menghasilkan keuntungan dan mendukungnya dengan data. Menurut saya saat ini, sebagai investor, kita seharusnya memberikan lebih banyak perhatian pada validasi bisnis daripada narasi semata,” ujar Head of Investment MDI Ventures Gani Putra Lie.
Frugal living mindset; perkuat nilai kolaborasi
CIO Mandiri Capital Indonesia (MCI) Dennis Pratistha juga memberikan pandangannya. Menurutnya sekarang investor memiliki ekspektasi startup early stage untuk menerapkan frugal living mindset; yakni cara berpikir yang menekan pengelolaan keuangan yang bijaksana dan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu. Selain itu, investor ingin melihat kemampuan startup untuk menjaga pertumbuhan yang sehat, melakukan inisiatif yang berdampak positif pada bottom line, mengatur keuangan perusahaan dengan baik, dan melakukan fundraising di waktu yang tepat sehingga memiliki runway yang cukup.
“Hal yang tidak kalah penting bagi investor adalah akses untuk transparansi data agar investor dapat melakukan assessment, monitoring, dan memberikan dukungan jika diperlukan untuk founder,” tambahnya.
Ia juga menyebutkan, sebagai sebuah CVC walaupun tesis investasi MCI agnostik, mereka memiliki strategi untuk berinvestasi kepada startups yang diyakini dapat memberikan value melalui pengembangan bisnis. MCI mencari founder yang kolaboratif dan memiliki produk yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat membawa inovasi baru untuk induk perusahaan.
Secara spesifik dari sisi kriteria, selain metrik yang biasa dinilai investor, MCI menekankan fokus pada beberapa hal berikut:
- Pertumbuhan revenue yang sehat dengan memastikan adanya dampak positif pada bottom line.
- Kecepatan cash conversion cycle atau account receivable turnover.
- Kekuatan bisnis untuk mendekati operating cash flow yang positif.
- Expenses startup sampai dengan burn rate relatif terhadap
- Efektivitas dan efisiensi dari keseluruhan kegiatan operasional bisnis.
“MCI selalu membantu startup untuk mempercepat integrasi dan kolaborasi dengan ekosistem Mandiri Group sehingga startup dapat berkembang terutama dalam kondisi winter ini. Salah satu cara yang kami lakukan adalah melalui program Xponent yang merupakan acara business matchmaking semi-annual untuk mempertemukan startup dengan business units Mandiri Group. Selain itu, MCI memiliki program akselerator Zenith yang tujuannya untuk mempercepat proses integrasi ke dalam ekosistem Mandiri Group melalui mentoring, workshop, dan synergy creation,” ujar Dennis.
Sebagai CVC, MDI juga memiliki pandangan yang sama soal kolaborasi. Gani mengatakan, “Tentang kolaborasi di antara portofolio, saya berpikir ini penting dalam bisnis apa pun. Berkolaborasi dan bermitra dengan pihak lain untuk mengisi kekurangan yang tidak dapat Anda isi sendiri adalah kunci kesuksesan. Di MDI Ventures, kami memiliki divisi ‘sinergi’ yang tujuannya adalah menciptakan kemitraan di antara para pemangku kepentingan kami, yang mencakup Telkom Group, BUMN, perusahaan lain, dan juga portofolio MDI Ventures.”