Untuk menjadi pemain profesional yang sukses, seseorang tidak hanya harus jago di game yang dia mainkan. Kebugaran fisik serta asupan gizi juga punya peran penting dalam memastikan performa para pemain profesional tetap optimal. Karena itulah, ada beberapa organisasi esports yang mempekerjakan chef untuk memastikan para pemainnya mendapatkan asupan gizi seimbang. Salah satu organisasi esports yang punya chef adalah T1 dari Korea Selatan.
Ialah Kim “Alex” Jae-hyeong, head chef dari T1. Setiap waktu makan, dia dan krunya harus membuat makanan sekitar 90-100 porsi. Tak hanya itu, mereka juga bahkan bertanggung jawab untuk membuat snack pada malam hari jika ada pemain yang memang masih ingin makan camilan. Berikut cerita Alex.
Sebelum bekerja sebagai head chef T1, Alex pernah bekerja di restoran biasa, restoran keluarga, restoran franchise, dan bahkan rumah sakit untuk rehabilitasi. Ketika dia mendapat tawaran untuk bekerja di T1, dia sempat ragu. Pasalnya, dia tahu bahwa T1 punya fans di berbagai negara. Dia khawatir dia justru akan menjadi beban.
“Saya fans lama T1,” kata Alex, seperti dikutip dari InvenGlobal. “Saya sudah suka dengan T1 sejak era Starcraft. Saya menonton BoxeR bermain. Saya pernah bekerja di restoran franchise. Di sanalah, saya bertemu dengan salah satu eksekutif SK Telecom. Dia lalu menawarkan saya untuk bekerja di gedung T1 yang baru. Saya sangat terkejut.”
Sebagai head chef, Alex selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik pada para pemain T1. Dia melakukan hal ini tidak hanya karena dia merupakan penggemar T1, tapi karena dia memang punya dedikasi tinggi sebagai seorang chef. Salah satu contoh dedikasinya, dia selalu memilih bahan segar untuk membuat makanan. Dia bercerita, dia selalu menggunakan bahan masakan yang berkualitas. Jika bahan makanan yang dia pesan tidak memenuhi standar, dia akan mengirimkan bahan itu kembali.
Kebiasaan Pemain Esports Saat Makan
Setelah menyiapkan makanan, Alex juga memerhatikan bagaimana para pro player mengonsumsi makanan yang dia buat. “Saya menyadari dua hal. Pertama, kebanyakan pemain profesional menghabiskan makanan dengan cepat. Mereka bisa selesai makan hanya dalam waktu 5-10 menit. Dan mereka selalu makan sampai habis,” ujar Alex. “Karena mereka senang makanan yang bisa mereka konsumsi dengan cepat, saya biasanya membuat masakan yang menjadikan lauk sebagai topping dari nasi.”
Alex menambahkan, para pemain T1 juga biasanya lebih senang makan makanan yang tidak bertulang. Dia bercerita, setiap dia memasak ayam, dia harus menggunakan daging ayam tanpa tulang. Tujuannya adalah agar para pemain bisa mengonsumsi makanan dengan lebih mudah dan cepat. Begitu juga ketika dia memasak ikan. Biasanya, dia memilih ikan yang memang tak bertulang atau dia akan menghilangkan tulang pada ikan sebelum memasaknya.
Kebanyakan pemain T1 memang makan dengan cepat. Namun, Lee “Faker” Sang-hyeok merupakan anomali. “Faker makan pelan-pelan. Biasanya, dia menghabiskan waktu sekitar 30 menit di kafetaria untuk makan. Sementara para pro players lainnya, walau mereka makan pelan-pelan, mereka tetap lebih cepat dari kebanyakan orang biasa. Tampaknya, Faker memang orang yang unik, bahkan ketika sedang makan.”
Daging merupakan lauk favorit para pemain T1. Alex memberikan beberapa contoh makanan favorit para pemain T1 yaitu Galbi-jjim (semur iga), bulgogi, dan vongole. Dia mengaku merasa beruntung karena para pemain T1 tidak pilih-pilih makanan dan tidak pernah protes soal makanan yang dibuat oleh para chef.
“Salah satu alasan kenapa saya sering memasak daging adalah karena para pro players memang suka daging. Alasan lainnya adalah karena mereka punya jadwal yang ketat, jadi mereka perlu stamina,” ungkap Alex. “Tapi, saya juga berusaha untuk memasak sayuran. Saya khawatir mereka tidak mendapatkan nutrisi yang seimbang. Menjaga kesehatan para pemain adalah salah satu prioritas kami.”
Resep Rahasia di Kafe T1
Alex mengungkap dana yang dikeluarkan oleh T1 untuk dapur tidak lebih dari kebanyakan kafetaria. Meskipun begitu, dia dan rekan-rekannya selalu dapat memuaskan para pemain T1. Tidak hanya itu, para fans juga kaget melihat berbagai makanan lezat yang disajikan oleh dapur T1. Memang, T1 bahkan punya akun Instagram khusus untuk menampilkan masakan yang mereka buat.
“Kami punya akun Instagram untuk hasil masakan di kafe T1. Para chef akan mengambil gambar dari proses memasak dan makanan yang telah jadi. Para pemain dan staf T1 biasanya turut memberikan komentar,” kata Alex. “Saya selalu bangga. Para fans biasanya selalu berkomentar setelah melihat makanan yang kami sajikan.”
Alex bercerita, salah satu rahasianya untuk membuat makanan enak dengan dana terbatas adalah mencari bahan yang tepat. Para chef T1 biasanya memilih bahan makanan berdasarkan harga pasar. Misalnya, ketika selada sedang musim, mereka akan membuat menu yang menggunakan selada. Dengan begitu, mereka bisa menghemat dana yang mereka miliki. Sesekali, mereka bisa memasak masakan mewah seperti lobster.
Sebagai head chef, Alex sepenuhnya bertanggung jawab untuk mengurus jadwal menu. Untuk itu, dia melakukan riset melalui Instagram dan media digital lainnya. Dia mengungkap, salah satu cara untuk membuat para pemain T1 tidak merasa bosan dengan masakan yang dia buat adalah dengan secara rutin mengganti menu makanan dari menu Korea, Tiongkok, dan juga Jepang. Selain itu, dia juga selalu menanyakan makanan favorit para pemain.
Alex juga punya peraturan lain di dapurnya, yaitu tidak melakukan pre-cooking. Jadi, para chef hanya akan mengolah bahan makanan ketika mereka memang hendak memasak makanan. Misalnya, dia baru mulai memotong daging ketika dia hendak mempersiapkan makanan untuk para pemain T1. Alasannya adalah untuk memastikan agar rasa dari masakan yang dia buat tetap enak.
“Jika kami menyiapkan makanan sebelum diminta, akan ada makanan yang tersisa. Dan ketika makanan sudah dingin, rasanya jadi tidak terlalu enak. Kami biasanya berusaha untuk memasak makanan ketika para pemain memintanya. Kami bahkan tidak memotong bahan yang diperlukan sebelum memasak. Karena hal itu bisa memengaruhi rasa makanan,” jelas Alex. “Seorang chef punya tugas untuk memeriksa bahan makanan apa yang tersisa dan ada berapa pemain yang sedang di kafetaria. Dengan begitu, kami bisa menyajikan makanan dengan tepat waktu.”
Keuntungan lain yang didapat dengan tidak melakukan pre-cooking, ungkap Alex, adalah meminimalisir jumlah makanan yang dibuang. Dengan begitu, para chef akan bisa menghemat dana yang mereka punya sehingga mereka bisa membuat masakan khusus sesekali. Meskipun begitu, Alex mengaku, dia tetap tidak bisa membuat makanan yang disukai semua orang.
“Saya ingin tahu apa yang para pemain suka dan tidak suka sehingga saya bisa membuat masakan yang mereka suka saja,” kata Alex. “Selama ini, kami hanya punya dua menu utama. Tapi, tetap sulit bagi kami untuk membuat masakan yang disukai semua orang. Saya rasa, ke depan, proses memasak untuk para pemain akan menjadi lebih efisien.”
T1 bukan satu-satunya organisasi esports yang mempekerjakan chef untuk memastikan para pemainnya mendapatkan asupan gizi seimbang. Ketika pindah ke markas barunya di Utrecht, Belanda, Team Liquid juga mempekerjakan seorang chef. Sementara itu, Counter Logic Gaming (CLG), organisasi esports asal Amerika Serikat, tak hanya menunjuk Andrew Tye sebagai Head Food Operations, mereka juga mempekerjakan seorang ahli gizi. Sama seperti Alex, prioritas Tye adalah memastikan para pemain CLG punya stamina yang cukup untuk melakukan kegiatan mereka sehari-hari.
Sumber header: Tempus Magazine