Sejak regulasinya diresmikan OJK pada 2019 lalu, platform berbasis equity crowdfunding bermunculan dan makin diminati masyarakat. Secara konsep model bisnisnya mirip dengan p2p lending, hanya saja sebagai pemberi pinjaman (layaknya lender) mendapatkan imbalan berupa saham yang dijual pemilik usaha (layaknya borrower).
Per Desember 2019, sehubungan dengan POJK Nomor 37/POJK.04/2018 saat ini ada tiga perusahaan digital yang mendapatkan izin OJK, yakni Santara, Bizhare dan CrowdDana.
CrowdDana sendiri fokus awalnya membiayai proyek properti. Sejak debut, sudah ada dua proyek pembangunan indekos yang berhasil didanai, mencapai Rp14,6 miliar. Dan saat ini masih berjalan satu proyek pembangunan lainnya targetkan dana Rp6,8 miliar.
“Dari semua aset properti yang kami analisis, indekos jadi yang paling menguntungkan. Dikarenakan permintaan yang besar dari penyewa, efisiensi pengelolaan dan persentase okupansi yang stabil,” terang Co-Founder & Chief Product & Marketing Officer CrowdDana, In.
Model bisnis CrowdDana
CrowdDana (PT Crowddana Teknologi Indonusa) adalah sebuah platform yang menghubungkan investor dan asset manager properti. Di platform ini, investor dapat menggelontorkan dananya ke proyek properti yang ditawarkan dengan modal rendah, mulai dari Rp1 juta.
Platform ini didirikan sejak April 2019 dan berhasil menggaet izin dari OJK dengan nomor KEP93/D.04/2019 tertanggal 31 Desember 2019.
Terkait model bisnis yang diterapkan Stevanus mengatakan, “CrowdDana mengambil biaya sebesar 3% dari dana yang dihimpun. Selain itu, ketika properti indekos sudah operasional, CrowdDana mengambil biaya sebesar 5% dari pendapatan.”
Dari daftar penggalangan yang tengah dan selesai berjalan, return of investment yang ditawarkan mencapai 16%. Setiap proyek selesai rata-rata didanai 40-50an investor. Aturan OJK menyatakan jumlah pemegang saham tidak boleh lebih dari 300 pihak, mengikuti UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Beleid tersebut juga dijadikan variabel utama dalam kalkulasi penentuan nilai minimal investasi untuk setiap proyek.
Dalam skema equity crowdfunding, besar keuntungan investor akan berbeda di setiap proyek, proporsional berdasarkan banyaknya jumlah saham. Tugas penyedia platform melakukan seleksi ketat terhadap proyek-proyek yang akan melakukan penggalangan dana. Termasuk melakukan analisis mengenai potensi bisnis. Di CrowdDanna, deviden dibagikan secara berkala, sesuai kebijakan proyek antara setiap 3 atau 6 bulan.
Investor dapat memperjualbelikan saham di pasar sekunder (marketplace). Umumnya pasar tersebut dibuka satu tahun setelah proyek berhasil didanai. Dan pasar sekunder dibuka maksimal 2x per tahunnya.
Pengguna dapat melakukan pendaftaran dan verifikasi akun untuk memulai berinvestasi di CrowdDana. Sementara bagi penerbit atau pemilik proyek dapat menghubungi tim secara terpisah untuk memulai penggalangan dana di platform. Adapun batas atas di tiap proyek Rp10 miliar per tahun untuk setiap penerbit dalam bentuk perseroan terbatas.
Segera rambah vertikal bisnis baru
Selain Stevanus, ada dua pendiri lainnya yakni James Wiryadi (CEO) dan Handison Jaya (CTO). Stevanus sebelumnya bekerja sebagai product manager di Ematic Solution, pengembang SaaS asal Singapura untuk pemasaran digital. Ia mengeyam pendidikan di University of California jurusan ilmu komputer dengan spesialisasi di bidang kecerdasan buatan.
Sementara James sebelumnya merupakan analis CapitalLand Indonesia, salah satu perusahaan real estate terbesar di Asia. Kuliahnya di New York University juga fokus di bidang real estate & finance. Sementara Handison sebelumnya ada software engineer senior di Ematic Solution, lulusan UI di jurusan ilmu komputer.
“Kami memilih properti sebagai sektor utama karena sudah mempunyai banyak pengalaman di sektor terkait. Kami juga bekerja sama dengan partner property developer dengan track record yang baik, AbdiHome, yang sebelumnya sudah berpengalaman membangun indekos. Dengan keahlian tersebut, kami optimis bisa menjalankan setiap proyek dengan baik dan akurat,” lanjut Stevanus.
Ia turut menyampaikan, sekitar dua bulan lagi mereka akan merambah vertikal baru untuk proyek penggalangan dana di platformnya. Rencananya akan dimulai bisnis makanan dan jasa.
“Dari respons masyarakat dan pemilik bisnis franchise, permintaannya sangat besar. Dari sisi pemodal (masyarakat), berinvestasi di bisnis restoran atau jasa juga lebih mudah dimengerti, dibanding properti. Dari sisi penerbit (pemilik franchise), mereka ingin melakukan ekspansi bisnis tapi tidak memiliki akses ke pendanaan finansial,” ujar Stevanus.
Pada Juli 2019 lalu, CrowdDana mendapatkan suntikan dana dari tiga angel investor yang tidak disebutkan detailnya. Untuk mengakselerasi bisnis dan pengembangan produk teknologi, tahun 2020 ini mereka juga targetkan penggalan dana dalam seed round dari pemodal ventura.
Dinilai mudah diterima masyarakat
Di tengah perkembangan ekonomi nasional, dibarengi dengan pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat, kanal-kanal investasi mulai banyak diminati. Kendati termasuk baru, model equity crowdfunding nyatanya disambut cukup baik oleh masyarakat.
“Konsep equity crowdfunding sebenarnya bukan hal baru, karena telah diterapkan dengan cara tradisional oleh masyarakat Indonesia ketika berinvestasi patungan dengan teman-teman atau kerabat di bisnis kondotel, bisnis restoran dan bisnis-bisnis lain. CrowdDana mengunakan skema tersebut dan memanfaatkan teknologi untuk keterbukaan informasi,” ujar Stevanus.
Demi memberi kenyamanan pengguna, tahun ini akan ada sejumlah peningkatan kapabilitas aplikasi. Misalnya fitur Live CCTV Feed untuk memudahkan pemberi dana memantau perkembangan proyek, ada juga Okupansi Tracker, POS Order Tracker dan sebagainya.
“Selain ekspansi ke sektor bisnis lain, tahun ini kami targetkan bisa mendanai 10 properti indekos. Untuk itu perusahaan juga akan memperluas kerja sama dengan bank, pengembang properti dan startup lain untuk membantu pengembangan bisnis,” pungkasnya.