[Dailyssimo] ROI Pada Social Media

Jika Anda sempat membaca tulisan saya tentang KPI pada social media maka sebenarnya topik dalam tulisan itu berhubungan langsung dengan apa yang kita kenal dengan ROI (Return Of Investment). Untuk menghitung ROI tentu harus ada patokan yang jelas, nah KPI lah sebagai tolok ukur ROI tersebut.

Banyak yang menyebutkan ROI pada social media tidak bisa diukur tetapi bisa dilacak, atau ada juga yang bilang bahwa ROI social media itu bisa diketahui jika tingkat kepuasan pelanggan bergerak naik karena aktivitas online community. Dan, masih banyak lagi penjelasan-penjelasan lain tentang ROI pada social media.

Selagi jawaban-jawaban di atas bermunculan, yang kadang membingungkan dan kadang juga keliatannya meyakinkan adalah, Anda akan tetap mendapat kesulitan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari rekan bisnis Anda ataupun klien, yang menginginkan jawaban dalam perspektif bisnis yang masuk akal.

Hal-hal tersebut yang kadang membuat kita semua skeptik tentang social media, yang keliatannya tidak memiliki kejelasan dalam struktur dan alur. Kenapa Anda harus mencari sesuatu yang keliatannya tidak terukur? Dan bagaimana Anda bisa men-track dan mengumpulkan data-data dari alat ukur yang tepat? Bagaimana Anda bisa mengontrol kesalahan-kesalahan yang kerap terjadi? Bagaimana mengartikulasikan kasus-kasus bisnis untuk social media?

Jika Anda pelaku social media dalam konteks eksekutor, maka bisa jadi Anda akan menyaksikan pembeli membuat keputusan pembelian berdasarkan review dari pembeli lainnya atau karena melihat link yang mereka dapat dari Twitter. Anda juga mungkin menyaksikan perubahan setimen pada sebuah brand seiring dengan apa yang brand lakukan di social media. Anda juga mungkin pernah berhasil menaikkan share of voice brand yang Anda handle melewati kompetitor mereka dengan menggunakan influencer-influencer yang berpengaruh dan menggunakan brand ambassador.

Apapun yang terjadi, menjustifikasi kasus bisnis untuk social media masih menjadi pertanyaan besar. Bagaimana menjustifikasi apa yang ingin Anda coba atau yang sedang Anda kerjakan? Bagaimana meminta budget untuk sebuah proyek social media? Dan lain sebagainya.

Ketidakyakinan dalam mengukur ROI dari social media

Fakta yang sering kita dapatkan adalah, selalu ada ROI pada setiap benda ataupun jasa yang memiliki nilai, namun bagaimana kita bisa menghitung ROI dari social media tidak selalu terlihat dengan jelas. Studi dari Lenskold Group menampilkan data pengukuran ROI social media dibandingkan dengan pengukuran ROI dari pemasaran tradisional (traditional marketing). Studi ini menunjukkan bahwa kurang dari 20% orang yang merasa bisa mengukur ROI social media (lihat gambar di bawah ini).

Dari responden yang didapat oleh Lenskold Group atas studi mereka tentang ROI pada marketing, yang menyebutkan pengukuran social media adalah high priority ada sebanyak 55%, dengan alasan (bisa dilihat di tabel bawah):

  • 65% membutuhkan improvement pada efektivitas
  • 59% membutuhkan sarana untuk berintegrasi dengan aktivitas marketing lainnya
  • 48% merasa perlu untuk menampilkan hasil yang terukur

Dan dari responden yang memasukkan pengukuran social media sebagai low priority (45%), hasil yang didapat adalah:

  • 41% mengatakan mereka masih bereksperimen dengan social media
  • 19% tidak memiliki defini dan objektif yang cukup jelas
  • 18% tidak memiliki budget yang cukup untuk social media

Apa yang membuat ROI social media sekarang dibutuhkan?

Dalam teori pengadopsian teknologi yang dibuat oleh Roger’s Diffusion Theory, kita bisa melihat bagaimana sekelompok orang mengadopsi teknologi dengan cara yang berbeda-beda tiap waktu. Kelompok orang tersebut adalah:

  • Kelompok The Innovators: Selalu ingin jadi yang pertama dalam mengadopsi teknologi-teknologi terbaru
  • Kelompok The Early Adopters: Kelompok ini adalah kelompok kedua yang terjun menjajal teknologi terbaru setelah kelompok Innovators mencobanya. Kelompok ini belum menganggap ROI dari social media sesuatu yang urgent (at least untuk 5 tahun ke depan)
  • Kelompok The Early Majority: Kelompok ini adalah kelompok terbesar yang kebanyakan bekerja di perusahaan-perusahaan. Mereka bersikap “wait & see” untuk  segala sesuatu yang baru. Mereka merasa harus diyakinkan dahulu. Mereka menyukai segala sesuatu yang sudah pasti sehingga mereka bisa memutuskan langkah-langkah berikutnya. Dari kelompok inilah muncul pertanyaan “Apakah ROI dari social media?”, dengan kata lain mereka akan jadi loyal begitu ada bukti yang bisa ditunjukkan
  • Kelompok The Late Majority: Kelompok ini baru mau mengadopsi sesuatu yang baru setelah kelompok Early Majority menggunakannya
  • Kelompok The Laggards: Kelompok ini tidak pernah mengadopsi teknologi baru apapun

Alasan mengapa kini ROI dari social media dipertanyakan adalah karena pada saat ini, kita sudah berada pada fase ketiga dimana dua fase pertama sudah dilakukan oleh kelompok The Innovators dan Early Adopters. Keduanya tidak membutuhkan apapun yang bisa menahan mereka untuk mengadopsi sesuatu. Dan kelompok berikutnya adalah The Early Majority, dimana mereka membutuhkan bukti; contoh kasus dan ROI. Kelompok inilah yang mulai menanyakan pengukuran social media dan juga ROI-nya.

Selain itu ada beberapa situasi yang akhirnya mendorong sebuah brand untuk terlibat dalam social media. Munculnya pertanyaan-pertanyaan seperti “Apa yang kita harus lakukan di Facebook dan Twitter?” Dan seringkali banyak yang belum terlalu faham apa yang ingin mereka cari di ranah baru ini, kecuali yang mereka tahu adalah kompetitor mereka sudah mulai lompat masuk ke arena social media dan mereka juga harus ikutan “masuk”. Dan ini bisa diartikan bahwa tidak ada analisa bisnis, yang terjadi adalah karena disuruh oleh atasan. Kondisi tersebut menyebabkan banyak perusahaan/brand yang harus melakukan reaksi PR dadakan terhadap krisis-krisis khas social media yang terjadi. Negatif sentimen yang melonjak membuat keputusan-keputusan harus diambil dengan segera, dan ini menyadarkan akan kebutuhan atas studi kasus ataupun penghitungan ROI tersebut.

Apa yang dibutuhkan untuk menghitung ROI dari Social Media

Strategi, Tujuan Bisnis dan Objektif dari Social Media

Setiap organisasi memiliki tujuan dan objektif yang spesifik untuk dicapai, sehingga inilah salah satu alasan mengapa jawabannya bisa bermacam-macam. Salah satu contoh misalnya:

  • Menentukan apa yang dibicarakan oleh orang-orang di dunia maya tentang brand Anda melalui social media monitoring
  • Mengumpulan data-data kompetisi
  • Berhubungan dengan pengguna secara online
  • Mengarahkan sebuah idea melalui berbagi konten-konten yang relevan
  • Memaksimumkan reach konten dan pesan lewat social media
  • Mendukung campaign-campaign sales dan marketing
  • Membantu proses recruiting
  • Membangun komunitas pengguna

Mengumpulkan data social media, pengukuran dan KPI

Banyak yang salah mengartikan social media data, pengukuran dan KPI sebagai ROI. Data dan pengukuran bukanlah ROI. Data dan pengukuran adalah agar kita bisa mengetahui bagaimana reaksi publik terhadap brand/perusahaan kita di dunia maya. Untuk mendapatkan ROI, Anda harus menggunakan data pengukuran lalu mengubahnya ke dalam bahasa bisnis, plus keuntungan-keuntungannya (benefit).

Yang mana ROI dan yang mana yang bukan

Seperti yang dibahas di atas, ROI bukanlah metrics (pengukuran), tetapi Anda butuh metrics untuk mengukur nilai inisiatif bisnis, apakah itu didorong oleh social media ataupun bukan. Pehitungannya seperti ini:

Benefit itu bisa diukur dari misalnya rating kepuasaan pengguna atau penurunan expense pada agen customer service, dan lain sebagainya.

Costs adalah jumlah investasi pada program social media yang dijalankan, melibatkan juga manpower, proses marketing, teknologi (software dan implementasinya).

Sudah saatnya kita semua mulai menggali dan menemukan angka ukuran pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan di social media. Sehingga sebuah brand jadi memiliki informasi bernilai yang membuat Anda bisa dikategorikan sebagai thought-leader, terutama bila Anda benar-benar berkemampuan baik dalam mendapatkan ROI untuk social media. Memang dibutuhkan keberanian, kegigihan dan seseorang yang detail-oriented. Namun dengan latihan dan disiplin,  maka mendapatkan ROI untuk social media akan segera jadi spesialisasi Anda.

Catatan:
Sumber tulisan sebagian besar didapat dari: ROI of Social Media: Myths, truths and How To Measure, oleh Dr. Natalie L. Petouhoff.
 

Abang Edwin adalah seorang praktisi online community management sejak tahun 1998 jauh sebelum istilah social media/social network muncul di dunia internet. Ia memulai perjalanan eksperimentasinya dengan beberapa komunitas online yang akhirnya berkembang sukses pada saat itu, sampai saat ini ia pun masih memberikan konsultasi-konsultasi mengenal karakter dan membina komunitas online bagi brand/agency maupun perseorangan.

Ia sempat bekerja di Yahoo! selama lebih dari 4 tahun sebagai community manager dan sempat pula menjabat sebagai Country Manager untuk sebuah perusahaan start-up social media monitoring yang bernama Thoughtbuzz.

Untuk mendapatkan update terbaru, Anda bisa memfollow @bangwinissimo di Twitter, atau membaca blognya di bangwinissimo.com.

[Gambar]

 

1 thought on “[Dailyssimo] ROI Pada Social Media

  1. Cara mengukur ROI social media :
    1. jangan diukur
    2. terus bertanya “Apa manfaat yg bisa kuberikan sehingga mereka mau membayar ?”
    3. got one people that want to paid (until they want to paid)
    4. if your site good enough to paid, they would
    Ohhh god.. you got the real money.

    Mudahkan alat pembayaran hingga org biasa pun bs membayar dg mudah. 

    Saya pernah membuka situs sosial yg sangat laris 1th lalu (sy lupa namanya).
    Situsnya dipake wat mengurut silsilah keluarga, jd bs tau keluarga mpe buyut, canggah, dst… 
    Ada paket free n pro.
    Anehnya adalah kebanyakan org bersedia membayar paket pro.
    Paket free n pro sama2 ga ada iklan, bener2 bersih n tetep dpt uang.
    It’s awesome 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published.