Delos Layoff

DELOS Tempuh PHK untuk Capai Profitabilitas Lebih Cepat

Startup aquatech DELOS dikabarkan menempuh jalur PHK dalam upaya memfokuskan diri pada bisnis yang lebih cepat membawa perusahaan dalam jalur profitabilitas. Sumber terpercaya DailySocial.id memberikan konfirmasinya terkait informasi tersebut, walau tidak bisa menyebutkan berapa karyawan yang terdampak.

Menurut sumber, langkah ini diambil karena perusahaan ingin berfokus pada proyek-proyek jangka pendek dan menengah yang dapat membawa dampak lebih signifikan untuk industri dan perusahaan, dalam hal menuju profitabilitas.

“Tim yang tersisa sekarang dianggap bisa fokus ke inisiatif penting untuk jangka pendek dan menengah, dan mereka dipercaya bisa mengeksekusinya dengan baik,” ujarnya.

DELOS didirikan pada 2021 oleh Guntur Mallarangeng, Bobby Indra Gunawan, dan Alexander Farthing. Startup ini berambisi ingin memodernisasi industri akuakultur di Indonesia, dalam hal ini tambak udang, yang selama ini nilai ekonomi maritimnya kalah dibandingkan negara lain.

Solusi yang ditawarkan di antarnya adalah AquaHero: aplikasi manajemen tambak yang menghadirkan aksesibilitas dan transparansi kinerja aqua farm; AquaLink: solusi rantai pasok dari hulu ke hilir, menghubungkan produsen, pemasok, dan pembeli dari seluruh Indonesia, dengan benur, pakan, probiotik udang, alat tambak, logistik, hingga panen.

DELOS telah menyelesaikan penggangan dana tahap awal bernilai lebih dari $8 juta. Sejumlah investor yang berpartisipasi dalam putaran ini, di antaranya Arise, Centauri –keduanya dana kelolaan dari MDI Ventures, Alpha JWC Ventures, Hendra Kwik (Number Capital), Irvan Kolonas (JAPFA Eksekutif), dan iSeed Asia.

Prospek akuakultur

Setiap tahun, akuakultur meningkatkan kontribusinya terhadap produksi makanan laut global. Sektor ini menghasilkan 110,2 juta ton pada tahun 2016, senilai $243,5 miliar dan merupakan 53% dari pasokan makanan laut dunia. Menurut data FAO, 90% volume produksi diproduksi di Asia.

Akan tetapi masih terjadi masalah klasik terkait rantai pasok di Indonesia. Dengan garis pantai sepanjang 54.000 km, sumber daya manusia pesisir yang melimpah, dan iklim tropis, Indonesia tampaknya akan menjadi pemimpin global yang jelas untuk akuakultur berkelanjutan, terutama dengan udang Indonesia yang bersaing dalam skala global sebagai produk akuakultur paling berharga kedua di dunia, yaitu ekspor makanan laut terbesar.

Pemerintah Indonesia menargetkan budidaya dan produksi udang untuk tumbuh 250% selama tiga tahun ke depan. Namun, adopsi teknologi yang rendah, praktik pengelolaan yang tidak sesuai standar, dan akses yang buruk ke pembiayaan telah membatasi pertumbuhan akuakultur Indonesia –terutama menghambat produktivitas akuakultur.

Faktor-faktor tersebut telah menciptakan hambatan di tengah-tengah rantai nilai, dan membatasi output prosesor hilir hingga rata-rata 40%-60% kapasitas. Kurang dari 5% pertanian 4 kali lebih produktif daripada pertanian tetangganya (40 ton vs 10 ton/Ha).

Kesenjangan produktivitas inilah yang membuat industri senilai $2 miliar tidak dapat memenuhi potensi terpendamnya dan menjadi industri senilai $4 miliar, menurut Kementerian Perikanan Indonesia.

Di Indonesia, terdapat sejumlah startup akuakultur, yakni eFishery, Aruna, dan Jala.