Pemerintah meluncurkan QRIS secara resmi pada Januari 2020 / QRIS.id

Dua Tahun QRIS: Ragam Tantangan Adopsi pada Startup F&B

Beberapa waktu lalu, DailySocial menerbitkan artikel berseri berdasarkan mini survey dengan topik besar QRIS yang mengambil sudut pandang konsumen secara umum dan pengalaman bertransaksi melalui aplikasi keuangan digital. Keduanya telah kami publikasi dalam dua tulisan berbeda, yakni bagian pertama dan bagian kedua.

Melanjutkan seri tulisan sebelumnya, kali ini DailySocial mencoba memvalidasi sejumlah anggapan responden yang mengkaitkan merchant sebagai salah satu hambatan adopsi QRIS di Indonesia. Sekali lagi, mini survey yang kami lakukan beberapa waktu lalu hanya mewakili sebagian kecil fakta dan tantangan yang ada. Tulisan ini menjadi salah satu upaya kami menjembatani isu di lapangan kepada para pemangku kepentingan (stakeholder).

Kami memvalidasi hasil mini survey ini dengan mewawancarai beberapa startup F&B di Indonesia, antara lain Kopi Kenangan, Hangry, dan Livera, terkait pandangan mereka dalam mengadopsi QRIS pada gerai yang mereka miliki.

Customer dan Merchant Presented Mode

Sedikit penyegaran, dua tahun pasca-meluncur, nilai transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) telah mencapai sebesar Rp9 triliun di semester I 2021 atau tumbuh 214% secara tahunan (YoY). Bank Indonesia (BI) juga mencatat  sebanyak 8,2 juta merchant di Indonesia yang sudah mengadopsi QRIS. Jumlah tersebut telah bertambah sekitar 3 juta sejak akhir 2020.

Dengan pencapaian ini, BI berupaya untuk terus meningkatkan adopsi QRIS ke seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Terlebih melihat situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir, ekspektasi untuk bertransaksi secara nontunai (cashless) masih akan tetap ada.

Salah satu upaya BI adalah merilis fitur Customer Presented Mode untuk mempermudah penggunaan QRIS dalam waktu dekat. Customer Presented Mode memungkinkan kasir merchant untuk memindai (scan) QRIS milik pengguna ponsel. Merchant akan disediakan alat scanner dari penyedia pembayaran.

Sebaliknya, Merchant Presented Mode yang biasa kita gunakan untuk bertransaksi memampukan transaksi dengan memindai QRIS di merchant dan menyelesaikan transaksi lewat aplikasi pembayaran yang diinginkan. Sebelum QRIS meluncur, pengguna harus memasukkan nomor telepon pada masing-masing EDC milik penyedia jasa pembayaran.

“Dalam waktu dekat, kami juga akan segera meluncurkan fitur Customer Presented Mode karena sekarang kita baru ada Merchant Presented Mode. Kami juga sedang piloting transaksi QRIS untuk cross border, baik inbound maupun dan outbound,” ungkap Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Filianingsih Hendarta beberapa waktu lalu.

Memvalidasi isu adopsi QRIS pada merchant

Berdasarkan hasil mini survey QRIS, kami merangkum beberapa alasan utama responden yang belum bertransaksi dengan metode QRIS. Pertama, responden menilai merchant hanya menjadikan QRIS sebagai ‘pajangan’ saja alias kurang diutilisasi sebagaimana mestinya. Kedua, QRIS sudah tersedia, tetapi belum diaktifkan merchant.

Ketiga, petugas atau kasir kurang memahami cara memproses transaksi dengan QRIS. Keempat, QRIS terlalu banyak di-display di gerai karena setiap penyedia jasa pembayaran punya QRIS sendiri-sendiri. Terakhir, ketersediaan QRIS di merchant masih terbatas.

Kami telah mencoba memvalidasi hal-hal di atas dengan mengumpulkan perspektif lebih luas dari berbagai startup F&B. Namun, baru Kopi Kenangan, Hangry, dan Livera yang bersedia mengungkap perspektif dalam mengimplementasi QRIS. Tantangan yang mereka alami pun cukup berbeda mengingat Kopi Kenangan bertumpu pada gerai fisik, sedangkan Hangry dan Livera mengandalkan cloud kitchen.

Ilustrasi penggunaan QRIS pada platform pembayaran dompet digital / QRIS.id

Dalam pernyataannya kepada DailySocial, Manajemen Kopi Kenangan mengatakan sebanyak 500 gerai fisik miliknya sudah menerima metode pembayaran berbasis QRIS. Menurut catatannya, volume transaksi Kopi Kenangan dengan metode pembayaran QRIS meningkat 98% terhitung sejak Mei 2020 hingga Agustus 2021. Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan awareness publik terhadap metode pembayaran QRIS.

Pihaknya menampik anggapan kasir kurang memahami penggunaan QRIS. Pasalnya, Kopi Kenangan menyebut selalu memberikan edukasi kepada staf terkait tata cara penggunaan QRIS. Biasanya, staf di gerai menanyakan pilihan metode pembayaran yang diinginkan oleh pelanggan dan promosinya.

“Sejauh ini tantangan utama yang kami rasakan adalah ketidakstabilan koneksi internet. Hal ini menyulitkan proses transaksi QRIS. Terkadang barcode tidak muncul, atau muncul tetapi tidak dapat di-scan,” ungkap Manajemen Kopi Kenangan.

Sementara itu, COO Hangry Andreas Resha mengaku belum menghadapi kendala krusial ketika staf merchant-nya memproses transaksi QRIS. Pasalnya, transaksi pemesanan di Hangry kebanyakan menggunakan metode delivery ketimbang take away.

“Kami tidak punya angka persis, tetapi kami memang melihat ada penurunan sejak pandemi, terlebih dengan semakin banyaknya masyarakat yang berkegiatan di rumah. Maka itu, metode delivery yang tidak menggunakan QRIS lebih banyak digunakan dibandingkan metode takeaway,” ujarnya.

Saat ini, Hangry telah mengimplementasi metode pembayaran QRIS di 49 outlet yang tersebar di daerah Jabodetabek dan Bandung. Andreas mengaku bahwa pihaknya kini tengah menyiapkan konsep restoran dine-in yang akan dibuka dalam waktu dekat dan akan menyertakan metode pembayaran QRIS juga.

Dari perspektif berbeda, Founder dan CEO Livera Marcello Judhandoyo menilai bahwa adopsi QRIS tampaknya kurang terutilisasi bagi pelaku bisnis F&B yang menggunakan cloud kitchen. Pasalnya, uang transaksi pembelian makanan/minuman lewat platform ride-hailing langsung otomatis masuk ke merchant. 

Sedikit informasi, cloud kitchen merupakan sebuah istilah yang dipakai pada restoran yang tidak menyediakan layanan makan di tempat (dine in), tetapi hanya memiliki opsi jasa pengiriman makanan (delivery) dan ambil di tempat (takeaway).

“Kalau bicara soal adopsi QRIS di bisnis F&B yang pakai cloud kitchen sebetulnya kurang optimal. Tapi kalau kasusnya pemesanan manual melalui WhatsApp, sebetulnya bisa. Livera menawarkan pembayaran via QRIS dengan mengirimkan barcode kepada konsumen. Sayangnya, dalam kasus ini, kebanyakan konsumen Livera lebih prefer metode transfer. Padahal, QRIS jauh lebih mudah lho, konsumen tidak perlu repot menanyakan bank rekening yang digunakan, apalagi harus mendaftarkannya satu-satu di aplikasi mobile banking,” paparnya.

Livera baru memulai bisnis di 2020 di mana operasionalnya baru menggunakan cloud kitchen. Adapun, pemesanan produknya baru dapat dilakukan via delivery di platform Gojek, Grab, dan Tokopedia maupun pemesanan secara manual melalui WhatsApp

Perluasan akses QRIS

Tidak ada yang menyangka dunia akan menghadapi pandemi Covid-19 di mana mobilitas menjadi sangat terbatas. Padahal, beberapa bulan sebelum kebijakan PSBB pertama kali, Pemerintah baru saja meluncurkan QRIS. Momentum ini sebetulnya dapat mendorong adopsi QRIS, bahkan jauh lebih signifikan dari pencapaiannya saat ini.

Di saat yang sama, tren cloud kitchen tengah berkembang di kalangan pelaku usaha F&B untuk menyiasati biaya mencekik dan ketidakpastian bisnis di tengah pandemi. Masyarakat pun memilih untuk bertransaksi lebih cepat dan mudah tanpa perlu bertatap muka dan melakukan sentuhan fisik.

Layanan yang diharapkan mengadopsi QRIS / Sumber: Mini Survey QRIS 2021
Layanan yang diharapkan mengadopsi QRIS / Sumber: Mini Survey QRIS 2021

Langkah Pemerintah memperkenalkan Customer Presented Mode juga bisa  membantu akselerasi adopsi QRIS. Meskipun demikian, jauh lebih penting untuk memperluas implementasinya agar tidak bertumpu pada merchant ritel modern saja. Sebanyak 87,3% responden kami mengharapkan QRIS dapat digunakan pada pedagang kaki lima, pasar (81%), layanan pemerintah (76,2%), dan transportasi publik (68,3%). Ini yang sebetulnya paling dinantikan untuk mengakselerasi adopsi QRIS yang lebih masif.