Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dan Menteri Kementerian dan Informatika Rudiantara mengumumkan sebuah program tablet pendidikan bernama “e-Sabak”. Inisiatif yang diluncurkan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Dirjen Pendidikan Menengah bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta didukung oleh pihak swasta, yaitu PT. Telekomunikasi Indonesia, beberapa waktu lalu yang ditujukan untuk mengganti buku pelajaran ini ditargetkan dapat menjadi solusi sebagai salah satu sarana pembelajaran di daerah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T).
Program Tablet Pendidikan Adalah Ide Lama
Sebelum meluncurkan e-Sabak di tahun ini, di tahun 2011 lalu pemerintah bersama pihak swasta telah meluncurkan program serupa. Waktu itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan PT. Telekomunikasi Indonesia telah meluncurkan program SabakMoE (Sabak Ministry of Education) sebagai alat bantu proses pembelajaran bagi siswa yang terintegrasi dengan Learning Management System (LMS), yang berfungsi juga sebagai perangkat akses konten sumber belajar multimedia dan interaktif, perangkat akses ke sistem informasi pembelajaran, jadwal, silabus, kurikulum, tugas, penilaian, hasil penilaian, pelaporan hasil belajar, perangkat untuk berkomunikasi dan berkolaborasi. Namun demikian sebagai program percontohan nampaknya program SabakMoE ini tidak berlanjut. Di tahun-tahun belakangan ini pemanfaatan PC Tablet di kalangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan justru lebih banyak digunakan pada Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Terbuka, namun belum masif untuk semua level pendidikan.
Sasaran di Daerah 3T, Tantangan Besar!
Program yang digadang-gadang akan menjadi solusi pengganti buku pelajaran yang diharapkan akan membantu pelajar di daerah terdepan, terluar dan terpencil (3T), khususnya di daerah perbatasan seperti di Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara agar bisa lebih mudah mendapatkan bahan ajar ini tentu memiliki potensi tantangan yang sangat besar mengingat minimnya infrastruktur komunikasi dan listrik di daerah-daerah tersebut belum lagi persoalan sumber daya manusia tentang penguasaan TIK di sana.
Di balik segala manfaat yang dijanjikan oleh pemerintah, implementasi program e-Sabak untuk daerah 3T tentu layak untuk diapresiasi sebagai inovasi dan lompatan pemanfaatan ICT untuk pendidikan. Namun demikian, penyediaan e-Sabak saja tentu bukan menjadi solusi ampuh untuk mengatasi masalah-masalah yang telah dipaparkan pemerintah dalam rilisnya. Sebagai bagian dari solusi pendidikan, selain tablet PC sebagai Devices, diperlukan unsur-unsur lain seperti Connectivity (infrastruktur jaringan komputer dan koneksi Internet), Software & Services (piranti lunak penunjang seperti Learning Management System, aplikasi perkantoran, parental control, anti-virus, berbagai aplikasi untuk pembelajaran serta konten-konten pembelajaran digital seperti buku elektronik, permainan interaktif, simulasi, dll) serta Professional Development yaitu program pengembangan profesional untuk meningkatkan kapasitas pengguna dalam pemanfaatan solusi ini lewat pelatihan sampai pendampingan.
Pengguna harus dapat menguasai keterampilan bagaimana menggunakan piranti ini dalam pembelajaran dan mampu melakukan pemeliharaan terhadap piranti-piranti yang nantinya akan diberikan. Tanpa itu semua, tanpa didukung oleh kebijakan pemerintah, tanpa komitmen untuk memanfaatkan dan menjaga keberlanjutan program, maka program ini tidak akan berhasil.
Hal ini sebenarnya telah disampaikan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia melalui Direktur Enterprise dan Business Service PT Telkom, Muhammad Awaluddin yang mengatakan bahwa layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ini disediakan dalam satu paket layanan yang tidak terpisahkan yaitu perangkat, jaringan, dan aplikasi. Untuk jaringan akan disediakan tiga alternatif jaringan, yakni fixed line, 3G, dan satelit (VSAT).
Namun demikian, melihat realitas yang ada, jaringan yang akan disediakan pada daerah 3T tentu akan sangat berbeda kualitasnya dibanding dengan daerah perkotaan, yaitu dengan kecepatan yang terbatas, yang tidak mungkin digunakan oleh semua pengguna untuk mengakses Internet.
Untuk itu perlu dipikirkan alternatif pemanfaatan, untuk mengatasi keterbatasan koneksi Internet yang ada. Koneksi Internet yang terbatas via fixed line, 3G, dan satelit (VSAT) sebaiknya hanya dipergunakan oleh server di kelas/sekolah untuk meng-update konten yang tersimpan di cloud server Kemdikbud saja, dan akses siswa/guru untuk mengakses layanan dan konten tidak perlu langsung ke Internet namun hanya mengakses server sekolah. Solusi ini lebih realistis dibandingkan mengupayakan bandwidth yang besar, yang mencukupi jumlah device/pengguna ke sekolah-sekolah di daerah 3T.
Mubazir Jika Hanya Digunakan Sebagai Media Pengganti Buku Ajar Saja
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bahan ajar yang akan disematkan di dalam e-Sabak akan berbeda dengan Buku Sekolah Elektronik (BSE) melainkan lebih interaktif. Bahan ajar multimedia interaktif untuk komputasi mobile memang telah lama diproduksi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan via Pustekkom dengan programnya M-Edukasi. Saat ini Pustekkom telah menghasilkan ratusan konten pembelajaran mobile untuk platform Android maupun featured phone.
Akan mubazir jika tablet yang akan diberikan ke sekolah hanya untuk bahan ajar saja. Pemanfaatan piranti komputasi yang diberikan nantinya dapat dioptimalkan lebih jauh untuk mendukung proses pembelajaran di kelas, tidak hanya sekedar sebagai sumber bacaan, namun dapat dioptimalkan untuk piranti kreativitas siswa. Siswa dapat belajar mencari informasi, mengolah informasi dan menyajikan informasi serta berkreasi secara visual menggunakan piranti komputasi yang ada. Pemanfaatan seperti ini tentu akan meningkatkan pengalaman belajar siswa sebagai pemroduksi informasi, tidak sekedar menjadi pengkonsumsi informasi.
Guru tentu memiliki peranan yang sangat penting dalam kesuksesan pemanfaatan e-Sabak. Dengan peran sebagai fasilitator, tentu Guru harus mampu mengarahkan dan memfasilitasi para siswa dalam memanfaatkan piranti ini untuk belajar, sehingga Guru perlu dilatih dan didampingi dalam memperbaiki kualitas pengajarannya dengan mengintegrasikan solusi ini dalam kegiatan belajar mengajar. Para Guru tidak hanya dilatih dengan kemampuan penguasaan teknologi, namun juga kemampuan pedagogi (seni mengajar) sehingga mampu mendelivery pembelajaran dengan lebih berpusat pada siswa, mendorong kolaborasi dan berpikir tingkat tinggi serta berbagai kecakapan abad-21 yang perlu dikuasai siswa untuk bertahan dalam kompetisi di masa sekarang dan masa mendatang. Dengan seperti ini maka kualitas pembelajaran di daerah 3T dapat meningkat.
Bagaimana dengan kemampuan siswa dalam menggunakan piranti tablet ini? Apakah mereka perlu pelatihan khusus? Saya yakin bahwa ketika pembelajaran memanfaatkan piranti TIK ini dibawa para Guru ke kelas, para siswa tidak perlu pelatihan khusus yang lama tentang bagaimana menggunakan teknologi ini untuk belajar, karena para siswa dimanapun mereka berada adalah digital natives atau warga negara digital yang dilahirkan pada saat teknologi digital ini ada, sehingga kecepatan belajar menggunakan piranti ini akan lebih cepat dibandingkan kecepatan para guru itu sendiri.
Untuk dapat digunakan sebagai media kreasi, tentu diperlukan spesifikasi tablet yang mumpuni. Selain itu untuk memudahkan para siswa
mengetik, tablet juga perlu dilengkapi dengan Keyboard tambahan dan stylus (pena) jika diperlukan. Tablet yang rugged (tahan banting, anti-air dan debu) juga dapat menjadi pertimbangan jika penggunanya adalah siswa Sekolah Dasar, atau akan diberikan di lingkungan yang ekstrim kondisinya. Dengan spesifikasi seperti ini maka daya tahan tablet menjadi lebih lama dibandingkan dengan tablet consumer yang biasa beredar di pasaran.
Harus Lebih Berhasil dari Negara Lain
Tercatat di tahun 2012, Thailand mencanangkan program One Tablet Per Child (dengan nilai belanja sebesar $32,8 juta). Pada tahun yang sama Vietnam juga mencanangkan program serupa dengan mengimpor 900.000 unit tablet untuk siswa. Saat ini penyediaan piranti TIK di negara lain mulai berubah arah, tidak lagi menyediakan piranti untuk siswa namun untuk sekolah dengan menyediakan Smart Classroom seperti yang dilakukan di Thailand dan Malaysia. Malaysia telah bekerjasama dengan Google untuk menyediakan Google Chromebook bagi ribuan sekolah terpilih.
Indonesia pasti mampu untuk belajar dari keberhasilan pemanfaatan solusi tablet pendidikan dari negara lain dan menemukan formula keberhasilannya. Sebagai pemerhati TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) untuk Pendidikan saya memiliki harapan besar bahwa dengan program ini masyarakat akan mendapatkan pemahaman bahwa kebutuhan pemanfaatan TIK di dunia pendidikan sudah tidak terelakkan lagi karena perkembangan jaman. Selain itu dengan program inovasi TIK untuk pendidikan dengan skala besar secara tidak langsung akan berpengaruh pada geliat industri teknologi pendidikan, tidak hanya mengkonsumsi produksi luar negeri tapi juga bersinergi dengan startup teknologi pendidikan dalam negeri untuk memberi nilai lebih kepada tablet yang nantinya akan diberikan ke sekolah.
–
Tulisan ini ditulis oleh Winastwan Gora Swajati, co-founder dan COO PT. Edukasi Satu Nol Satu yang membangun platform pembelajaran online Kelase. Simak ide-idenya tentang pendidikan di akun Slideshare Indie Brainer.