Perekonomian Indonesia mayoritas disokong dari UKM. Pada 2014, UKM menyumbang 58,92% terhadap PDB. Ada 57,9 juta UKM pada tahun tersebut, angkanya melonjak jadi 62,9 juta dalam tiga tahun. Kunci terpenting dalam membesarkan sektor ini adalah memadukan teknologi digital dan akses modal yang tepat.
Startup fintech Fairbanc mengambil peluang tersebut untuk pemilik bisnis, khususnya pemilik usaha mikro pedesaan yang tidak memiliki rekening bank atau kesulitan mendapat pinjaman dari lembaga keuangan konvensional.
Dari markasnya di San Francisco, Fairbanc melebarkan sayapnya ke Indonesia pasca menerima pendanaan dengan nominal dirahasiakan dari 500 Startups dan miliarder Indonesia Michael Sampoerna pada awal tahun ini.
Konsep yang ditawarkan berbeda dengan startup fintech kebanyakan. Kepada DailySocial, CEO Fairbanc Indonesia Iman Pribadi menerangkan, platformnya menawarkan konsep closed loop financing, yakni sistem pembiayaan yang dilakukan di dalam supply chain. Di dalamnya tidak ada perubahan proses buat peminjam dan juga difasilitasi oleh distributor/prinsipal yang selama ini menyediakan barang untuk para peminjam.
Artinya adalah tidak ada pinjaman dalam bentuk uang, hanya ada tambahan fasilitas dari distributor berupa tambahan jangka waktu pembayaran untuk membeli barang lebih banyak dari distributor/principal.
“Kami menawarkan para pedagang mikro berupa pembiayaan dana bergulir (revolving credit line) yang dapat digunakan tiap minggu untuk membeli barang dagangan dari para distributor pilihan kami yang mana dapat menghasilkan peningkatan penjualan para distributor,” terangnya.
Model bisnis Fairbanc
Pedagang yang menerima fasilitas tersebut tidak menerima uang tunai, tetapi bisa membeli barang dagangan dengan cicilan tanpa bunga. Uang tunai diberikan ke distributor dan pedagang membayar cicilan tanpa bunga ke Fairbanc setelah menjual barang dagangan.
Fairbanc hanya mengirimkan kode verifikasi via SMS ke handphone milik pedagang saat bertransaksi. Solusi ini dianggap akurat untuk melayani orang-orang yang tidak punya rekening bank.
Setiap pedagang, sambungnya, memiliki batasan nilai pembiayaan yang sudah terotomatisasi dengan data science. Limit kredit akan bertambah ketika mereka membeli semakin banyak produk dagangan dari para distributor pilihan perusahaan.
Iman menerangkan, perusahaan beroperasi sebagai sebuah platform teknologi untuk perbankan dan dan industri jasa keuangan di Indonesia yang menawarkan pembiayaan dengan menggunakan teknologi dan data science dari Fairbanc.
Teknologi tersebut dimanfaatkan untuk melakukan otomatisasi penilaian kredit dan memantau risiko. Startup ini juga mengembangkan kemampuan pengenalan produk bertenaga AI untuk menawarkan insight kompetitif untuk mitra FMCG.
“Kita bukan lembaga fintech p2p dan tidak memberikan pinjaman jadi tidak ada proses restrukturisasi. Kita merupakan platform teknologi atau machine learning yang membantu meningkatkan pendapatan para pemilik warung/toko. Pinjaman hanya salah satu tools yang bisa difasilitasi oleh Fairbanc dengan lembaga keuangan.”
Lebih lanjut, konsep monetisasi Fairbanc sedikit berbeda. Karena tidak ada bunga yang dibebankan kepada pedagang mikro dan tidak ada tambahan biaya untuk perusahaan principal FMCG dan para distributornya, Fairbanc menghasilkan uang dengan mengoptimalkan pembayaran tunai langsung ke distributor dan penggunaan diskon atas volume penjualan.
Lewat kerja sama dengan perusahaan FMCG dan menawarkan pinjaman produktif untuk membeli produk-produk kebutuhan sehari-hari dengan margin tinggi seperti Unilever, Fairbanc berharap dapat mengurangi risiko gagal bayar pinjaman secara signifikan sambil scaling cepat dengan memanfaatkan jaringan pedagang besar merek konsumen.
Iman mencontohkan, bersama Unilever, perusahaan dapat meningkatkan penjualan pedagang mikro Unilever hingga 35% menggunakan data science. Sebanyak 100% outlet penjualannya meningkat antara 11% sampai 250%.
Tak hanya Unilever, kini Fairbanc telah melakukan kerja sama serupa dengan Sinar Mas untuk perlebar bisnisnya di Indonesia. Perusahaan juga telah terikat dengan organisasi Islam terbesar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk permodalan UKM berbasis syariah.
“Target kita bisa melayani 15000 warung/toko di tahun ini. Saat ini sedang jalan untuk 1000 warung atau toko dengan salah satu FMCG terbesar di Indonesia.”
Tim Fairbanc Indonesia
Iman sendiri sebelum bergabung di Fairbanc, ia pernah berkarier di Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kemenkop dan UKM, Reliance Capital, CIMB Niaga Auto Finance, dan Astra Financial Service.
Selain Iman, tim Fairbanc Indonesia dipimpin oleh para ahli yang berpengalaman di bidang keuangan, teknologi, dan ahli FMCG. Nama-nama tersebut di antaranya Siswanto sebagai FMCG Specialist. Ia berpengalaman selama lima tahun di Unilever dan 20 tahun di industri FMCG. Selain itu ada Ivan Manarung sebagai Business Intelligent Specialist. Ia juga pernah berkiprah di Unilever.
Di negara asalnya, Fairbanc dirintis oleh Mir Haque, Kevin O’Brien, Sayeem Ahmed, dan Thomas Schumacher. Pada dua tahun lalu, perusahaan melakukan pilot project di Bangladesh sebelum resmi bekerja sama dengan Unilever Indonesia, melalui Unilever Foundry Program.
Diklaim, program tersebut berhasil menghubungkan 80% pedagang mikro unbanked dan 70% di antaranya adalah perempuan. Mereka berhasil menaikkan 35% penjualannya melalui inisiatif tersebut.