Inkubator dan akselerator startup adalah bagian yang tak terpisahkan dari ekosistem perkembangan startup itu sendiri. Peran keduanya bisa sangat membantu di masa-masa awal pertumbuhan startup dalam mengembangkan bisnisnya. Namun kini di Indonesia gaung keduanya seolah-olah redup. Apa yang menjadi penyebabnya? Akankah era inkubator dan akselerator startup hidup kembali di Indonesia?
Meski memiliki struktur yang berbeda, sebenarnya kedua program tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mempercepat perkembangan startup. Perbedaan mendasar pada kedua program ini berada pada tahap apa sebuah startup menghabiskan waktunya untuk mengembangkan bisnis saat mengikuti salah satu di antaranya.
Pada program inkubator, biasanya memakan waktu lebih lama, yakni sekitar enam bulan atau lebih. Ini disebabkan karena program inkubasi juga menerima ide yang masih mentah, tak hanya tim atau startup yang sudah memiliki produk jadi. Jadi waktu lebih banyak dihabiskan untuk proses validasi ide, produk, hingga proses validasi ke pasar.
Berbeda dengan inkubator, program akselerator dapat berlangsung lebih cepat, sekitar tiga bulan. Hal ini karena program akelerator cenderung meminta startup yang telah memiliki produk. Kemudian, selama startup mengikuti program ini, mereka akan dibantu dalam memaksimalkan produk yang ada untuk dapat masuk ke pasaran. Meskipun demikian, ada juga program akselerasi yang memakan waktu cukup lama, yaitu sekitar delapan hingga 12 bulan seperti DDB Accelerator.
Sebenarnya di Indonesia sendiri saat ini sudah ada sejumlah program inkubator dan akselerator yang siap membantu perkembangan startup tanah air dan masih aktif. Beberapa pemain lama dalam program ini di antaranya adalah Indigo Inkubator, GEPI, Skystar Ventures, Binus Startup Accelerator, Jakarta Founder Institute, dan Ideabox. Selain itu masih ada pemain baru yang juga mulai bermunculan seperti KLN Play, Kolaborasi, dan Start Surabaya.
Namun, saat ini ada beberapa, saya tak dapat sebutkan namanya di sini, dari program inkubator atau akselerator yang mulai kehilangan gaungnya, tidak mengambil startup kembali untuk diinkubasi ataupun diakselerasi. Apa yang menjadi penyebabnya? Menurut hemat saya kendala utamanya justru terletak di startup itu sendiri.
Punya ide brilian, mencari co-founder, sukses memperoleh funding dari investor, diakuisisi oleh Google, dan menjadi kaya raya dengan reputasi luar biasa adalah mimpi dari setiap orang yang ingin terjun ke dunia startup. Kenyataannya tidak seindah itu. Banyak juga mimpi buruk yang menghancurkan startup-startup di Indonesia. Mengapa?
Mungkin ini isu lama, tapi saya rasa masih relevan dengan keadaan sekarang. Startup Indonesia masih berkutat pada lemahnya konsep yang dibuat, lemahnya diferensiasi dan inovasi, kurangnya kesiapan manajemen dan aspek legal, sampai ke valuasi yang membumbung tinggi dan tidak masuk perhitungan finansial dan ekonomi.
Belum lagi tingkat kesadaran beberapa founder yang masih rendah akan peran dari program inkubasi dan akselerasi yang ada. Banyak yang masih menyangsikan kedua program tersebut karena mereka lebih melihat pada hasil akhir yaitu saat startup mendapatkan investasi. Padahal dengan mengikuti salah satu dari kedua program yang ada banyak keuntungan yang dapat diperoleh.
Tapi, saya juga tak dapat menyalahkan sepenuhnya kepada startup yang baru memulai, karena industri ini masih hijau di Indonesia. Dan tentu saja tak semua startup Indonesia seperti ini, banyak juga yang benar-benar menjalankan startupnya dengan skill, knowledge dan passion mereka. Startup-startup inilah yang akan sukses dalam jangka panjang, bukan yang mengejar hype semata.
Kendala tersebut, hanyalah satu dari sekian banyak kendala yang harus dihadapi oleh mereka yang berada di balik layar program inkubator dan akselerator di Indonesia. Toh nyatanya Alexander Jarvis pun memprediksikan bahwa di tahun 2015 ini akan semakin banyak inkubator dan akselerator yang tumbuh di Indonesia.
Jika ingin mendapatkan ulasan lebih mendalam mengenai program akselerasi dan juga inkubasi di Indonesia, baik itu kendala, manfaat, juga peran mereka dalam membangun ekosistem startup Indonesia menjadi lebih baik, Anda dapat dapat ke ajang Echelon Indonesia 2015 yang akan diselenggarakan pada 14-15 April nanti di Balai Kartini.
Peter Goldsworthy (Ardent Labs), Aryo Ariotedjo (CEO and Founder Grupara), Nicko Widjaja (Director Indigo Incubator), dan Antonny Liem (CEO Merah Putih Inc) akan membahas mengenai kebangkitan program akselerasi dan inkubasi di Indonesia untuk startup.