Fintech untuk Properti

Menjembatani Masalah “Backlog” Properti dengan Fintech

Populasi yang terus tumbuh di Indonesia berdampak pada meningkatnya kebutuhan memiliki properti sebagai kebutuhan primer. Namun demikian, Indonesia masih memiliki masalah backlog (kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan). Dari sebuah survei, terjadi backlog 13,5 juta unit rumah, namun yang mampu membelinya kurang dari 25% dari total populasi.

Ketidakmampuan ini terjadi karena kurangnya kapasitas finansial yang memadai. Terlebih hampir 60% populasi bekerja di sektor informal. Padahal tiap tahunnya kebutuhan membeli rumah terus tumbuh hingga 800 ribu unit. Solusi yang diberikan pemerintah dinilai belum menyeluruh, karena hanya mampu “menambal” dengan 400-500 unit rumah saja.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial menghadirkan Co-Founder Gradana, Angela Oetama. Gradana adalah startup fintech p2p lending yang mempertemukan peminjam dan pendana untuk mencicil DP (down payment) pembelian rumah. Angela membicarakan lebih lanjut bagaimana teknologi finansial yang dihadirkan Gradana dapat menyelesaikan masalah backlog di Indonesia.

Menghubungkan ekosistem dalam satu platform

Dalam konsepnya, p2p lending menghubungkan peminjam dan pendana. Namun dalam Gradana ada perbedaan. Perusahaan menghubungkan pembeli properti, pemilik properti, pendana, pengembang properti, penyewa properti, vendor properti, hingga agen properti dalam satu platform.

Ekosistem yang dibentuk ini dihubungkan dengan masing-masing produk yang Gradana sediakan. Ada GraDP, GraSewa, dan GraKarya.

“Masing-masing stakeholder yang kami rangkul pada akhirnya akan diuntungkan dengan teknologi yang kami sediakan,” kata Angela.

Ambil contoh saja, untuk peminjam bisa mendapatkan rumah tanpa harus khawatir bagaimana membayar DP dengan GraDP. Kemudian dengan GraSewa peminjam yang ingin menyewa properti bisa mendapat unit yang mereka inginkan segera tanpa harus menabung untuk pembayaran tahunan di muka. GraKarya memungkinkan pengembang dan pemilik properti dapat lebih mudah menjual produk mereka dan mendapatkan cash inflow secara teratur.

“Gradana masuk ke segmen yang menyiapkan konsumen supaya bisa masuk sebagai nasabah KPR di bank. Lagi pula kami juga pakai escrow account dari bank untuk menampung dana. Oleh karena itu kami dengan bank tidak saling bersaing.”

Proses yang memudahkan

Karena fungsi teknologi adalah mempermudah proses, maka Gradana menyiapkan produk-produk yang dapat disesuaikan kebutuhan. Misalnya GraDP yang memudahkan peminjam dana untuk membayar DP secara bulanan sebelum melanjutkan pengajuan KPR ke bank. Masa tenornya berkisar antara 24-36 bulan dengan kupon flat mulai dari 11% per tahun.

Menurut Angela, skema ini diambil mirip seperti konsep syariah karena peminjam sudah diberitahu cicilan yang harus dibayarkan dari awal sampai akhir sampai jatuh tempo. Prosesnya lebih transparan dan peminjam tidak harus mengkhawatirkan adanya bunga float setelah beberapa periode waktu tertentu.

“Kita belum certified untuk syariah, tapi kita coba terapkan apa yang bagus buat konsumen. Mereka ingin tahu dari awal nominal yang harus dibayarkan.”

Buat pendana, mereka juga dimudahkan untuk mendapatkan alternatif investasi properti lewat platform p2p lending. Selama ini untuk berinvestasi di properti butuh dana besar untuk membeli satu unit properti, selain itu sangat spekulatif.

Apa ada pembeli saat mau jual atau menyewakan propertinya, belum lagi soal imbal hasil yang bisa didapat apakah sesuai ekspektasi atau tidak. Ditambah kondisi pasar properti saat itu apakah sedang bagus atau tidak. Spekulasi seperti ini yang akhirnya membuat sebagian orang memilih untuk mundur.

“Kita mau solve issue untuk orang yang mau mulai investasi ke properti dan membantu orang-orang yang sudah biasa berinvestasi ke sana.”

Tetap utamakan sisi keamanan

Gradana pertebal sisi keamanan agar seluruh ekosistem merasa aman saat mengakses platform. Di antaranya mensyaratkan agunan berbentuk properti, terutama untuk produk GraDP saat mengambil pinjaman. Hal ini berbeda dengan layanan p2p lending lainnya di Indonesia.

Dibutuhkan pula surat jaminan dari mitra pengembang jika terjadi gagal bayar sebagai bentuk perlindungan. Proses credit scoring saat pengajuan dilakukan dengan penuh hati-hati dan mengacu beberapa langkah yang biasa dipakai di bank, di antaranya BI Checking (sekarang disebut OJK Checking).

“Gradana menyiapkan kemitraan dengan asuransi untuk pertebal keamanan dari sisi pendana dan peminjam. Dari segi bisnis kami sudah terdaftar di Kominfo, surat izin dari OJK, serta restu dari BI.”