Flokq ingin memperkuat posisi di pasar co-living Indonesia / Flokq

Flokq Akuisisi Yukstay, Perkuat Posisi di Pasar “Co-living” Indonesia

Flokq resmi mengumumkan akuisisinya terhadap Yukstay, penyedia layanan marketplace untuk penyewaan apartemen dan indekos dengan nilai yang tidak disebutkan. Dalam keterangan resmi kepada DailySocial, CEO Flokq Anand Janardhanan mengungkap, akuisisi ini akan memperkuat posisinya di pasar co-living Indonesia serta mengakselerasi pertumbuhannya bisnis ke depan.

Menurut Anand, Yukstay telah memiliki kapabilitas teknologi lebih lanjut yang memungkinkan Flokq untuk memperluas segmen bisnisnya dari penyedia co-living menjadi tech-driven property management company. Kesepakatan akuisisi ini dinilai strategis mengingat pasar penyewaan ruang jangka panjang di Asia Tenggara diestimasi mencapai $180 miliar.

“Kami ingin meningkatkan basis pengguna kami di Indonesia, dan tak hanya dari layanan co-living saja. Kami ingin memperluas produk kami dengan menjadi full long term rental market platform hingga ke pasar Asia Tenggara dalam dua tahun ke depan. Dengan teknologi Yukstay, kami dapat memulai journey kami lebih cepat,” ujarnya.

Sekadar informasi, Flokq didirikan oleh Anand Janardhanan dan Harmeet Singh pada 2019 dengan pengalaman selama satu dekade membangun startup dan perusahaan global, seperti Microsoft. Saat ini Flokq telah menyewakan lebih dari 1.000 unit hunian di segmen mid to high di Indonesia dengan rerata tingkat okupansi di atas 95%, Average Room Rate (ARR) berkisar beberapa juta dolar AS, dan cash flow positif.

Sementara, Yukstay merupakan startup penyedia co-living pertama di Indonesia yang berfokus pada hunian apartemen di Jakarta dan Surabaya. Sejak berdiri di 2018, Yukstay telah menerima sejumlah investasi, termasuk dari Y Combinator, Insignia Ventures, Skystar Capital, Tanglin Venture Partners, dan K3 Ventures.

Co-founder & CEO Yukstay Christoper Kung menambahkan bahwa selama 18 bulan terakhir ini, pihaknya telah membangun sebuah platform yang dapat menyederhanakan rantai suplai di pasar real estate. Berbekal teknologi dan data yang dimiliknya, mitra agen Yukstay dapat melakukan transaksi lebih baik. Demikian juga dengan pengembangan customer experience dan pengelolaan properti.

“Bergabungnya Yukstay dengan Flokq akan mempercepat operating model yang sudah ada sebelumnya sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan housing yang terus meningkat,” tutur Christoper.

Permintaan hunian co-living di masa pandemi

Anand mengakui permintaan co-living sempat turun drastis akibat pandemi. Kendati demikian, ia meyakini tren pasar hunian akan kembali meningkat tahun ini, sejalan dengan semakin banyaknya kalangan profesional yang melakukan Work From Home (WFH) di Indonesia.

Menurutnya, tren kenaikan ini akan dipicu oleh fleksibilitas persyaratan sewa yang ditawarkan oleh pemilik hunian di situasi pasar yang masih tidak pasti. Dengan keleluasaan ini, hunian co-living dapat menjadi pilihan alternatif jangka panjang yang menarik selain indekos. Pasar co-living bagi kaum milenial di Jakarta kini diestimasi bernilai $2,1 miliar, sedangkan di kawasan Asia Tenggara nilainya diperkirakan mencapai $15,6 miliar.

Di Indonesia, proptech termasuk salah satu vertikal bisnis yang terus bertumbuh selama beberapa tahun terakhir. Jumlah pemainnya mulai menjamur dengan menawarkan berbagai model bisnis, seperti listing properti hingga sewa hunian dengan konsep co-living. 

Kendati demikian, sepanjang 2020 pertumbuhan proptech tidak sekencang vertikal lain, seperti e-commerce, edtech, dan fintech. Pembatasan sosial akibat pandemi memicu penurunan permintaan properti, baik itu pembelian rumah atau sewa apartemen dan hotel. Salah satu dampak signifikan akibat pandemi ini adalah penutupan platform jaringan hotel dan penginapan Airy Rooms.

Dari sisi investasi, mengacu Startup Report 2020, hanya dua startup proptech Indonesia yang menerima pendanaan, yakni Jendela 360 dan Yukstay. Di periode itu, grup portal properti Emerging Markets Property Group (EMPG) mengakuisisi Lamudi Global, termasuk untuk Lamudi di Indonesia, Filipina, dan Meksiko. Dengan ketidakpastian situasi–meski vaksin kini sudah mulai didistribusikan–potensi merger dan akuisisi proptech bisa kembali terjadi di 2021.