Partner di Gayo Capital, meliputi Jefri Sirait, Ishara Yusdian, dan Edward Ismawan Chamdani / Gayo Capital

Gayo Capital Umumkan Dua Portofolio Baru, Alatté Beauty dan PasarMIKRO

Perusahaan ventura di bawah naungan Ideosource, Gayo Capital, resmi mengumumkan pendanaan tahap awal untuk dua portofolio terbarunya, yaitu Alatté Beauty dan PasarMIKRO. Gayo Capital enggan menyebutkan nilai investasi pasti yang diterima keduanya. Namun, Alatté Beauty disebutkan mengantongi investasi di kisaran $100-$500 ribu, sedangkan PasarMIKRO di rentang $500 ribu-$1 juta.

Co-founder & Managing Partner Gayo Capital Ishara Yusdian mengatakan, kedua portofolio tersebut sejalan dengan visi perusahaan untuk memberikan “impact investment”. Pihaknya juga telah menyiapkan roadmap bisnis untuk mendorong pertumbuhan bisnis keduanya ke depan.

“Kami adalah impact investor. Jadi awalnya kami inkubasi dulu, berikan mentoring dan pre-seed round sebelum produk meluncur. Begitu sudah meluncur, kami masuk sebagai investor untuk seed round,” ujar Ishara dalam wawancaranya kepada DailySocial.

Dengan demikian, Gayo Capital kini telah memiliki sembilan portofolio, antara lain di segmen agrikultur (Petani Kakao Lampung, Inacom, Tunas Farm, PasarMIKRO, AGRetail & AGLogistics), waste management (WLabku, DAUR), dan lifestyle (Alatté Beauty dan Foom).

Pengembangan Alatté Beauty

Di sepanjang 2020, Gayo Capital melihat ada tren peningkatan penjualan produk kecantikan selama masa pandemi. Dari sini, pihaknya mulai melakukan berbagai riset di Q2 2020 dan menemukan bahwa rata-rata brand kosmetik lokal masih menggunakan model bisnis ritel. Untuk berinvestasi di sektor ini, Ishara menyebut ingin mencari model bisnis yang bisa memberikan dampak luas.

Menurutnya, Alatté memenuhi kriteria yang dicari Gayo Capital. Dengan model bisnis berbasis reseller, ia meyakini Alatté dapat memberikan dampak luas, terutama bagi UMKM di Indonesia. Berbeda dengan kebanyakan brand kosmetik ritel yang dinilai membutuhkan modal besar untuk menjadi reseller. Bahkan, tidak ada pendampingan mengenai cara berjualan, engagement, dan transformasi ke digital selling.

“Setelah kami eksplorasi, kami menemukan Alatté memiliki model berbeda dari merek lain, yaitu partnering dengan individual dan UMKM. Think about reseller, seperti [model] Oriflame. Jadi semua disiapkan oleh Alatté, reseller akan melakukan penjualan dan mereka akan menerima pembinaan, mulai dari framework, marketing, hingga go to the market-nya. Jadi, secara tidak langsung, Alatté menjadi salah satu upaya mendongkrak kontribusi GDP dari UMKM,” jelasnya.

Menurut Ishara, saat ini Alatté sudah mengantongi pertumbuhan secara organik. Untuk itu, fokus Alatté di 2021 adalah menaikkan angka penjualan sepenuhnya melalui digital platform, seperti Tokopedia dan Shopee. Di 2022, Alatté akan merambah offline store, seperti Watson, Sephora, Sociolla, dan Metro.

Kemudian di tahun selanjutnya, barulah Alatté akan masuk ke pengembangan inovasi. Salah satu use case yang tengah disiapkan adalah pengembangan face recognition untuk memberikan virtual experience bagi pembeli produk kosmetik Alatté.

“Sekarang lagi trial. But, we’ll be able to launch it if we have a significant number yang bisa kami dapatkan. Jadi sekarang tergantung dari reseller di daerah. Equity value Alatté berbeda dibanding brand lain. Sales forecast sudah kelihatan mendekati lah sekarang. Semisal sudah bangun equity value, kami bahkan ingin buat Alatté jadi brand lokal kosmetik pertama yang di-IPO-kan,” paparnya.

Fasilitas pembiayaan petani

Berlanjut ke PasarMIKRO, platform ini dipersiapkan untuk dapat bersinergi dengan portofolio existing di agrikultur, yaitu Petani Kakao Lampung (PKL) dan Inacom. Ishara mengungkap, saat ini PasarMIKRO telah memberikan fasilitas pembiayaan ke lebih dari 50 petani. Tahun ini, pihaknya menargetkan dapat memberikan akses pembiayaan ke 200 petani di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, PasarMIKRO menyediakan fasilitas pembiayaan bagi petani di hulu dengan risk profiling sesuai dengan POJK. Ishara menilai bahwa petani dan peternak di daerah memiliki kemampuan untuk memasok hasil panennya ke peritel besar, seperti Carrefour dan Giant. Namun, hal ini dinilai sulit tanpa bantuan perantara tengkulak.

“PasarMIKRO memiliki model bisnis seperti pemain P2P Investree, hanya saja ini disalurkan untuk captive market, yaitu petani dan peternak. PasarMIKRO juga sediakan fasilitas di mana petani bisa trading hasil panen ke perusahaan makanan agri, seperti Japfa Comfeed,” tambahnya.

Target di 2021

Di sepanjang tahun ini, Gayo Capital juga tengah menyiapkan sejumlah rencana lainnya. Ishara mengungkap, pihaknya akan bekerja sama dengan International Design School (IDS) dan anak usaha BUMN PT INTI untuk menyiapkan konten pembelajaran berbasis digital. Menurutnya, potensi pasar pra-kerja sangat besar, terutama usai Lebaran nanti.

Sekadar informasi, IDS dimiliki oleh Andi Boediman, yang juga merupakan Managing Partner di Ideosource. Gayo Capital juga akan mengumumkan satu portofolio baru di kuartal ketiga ini, yaitu Ocktolife, platform insurtech berbasis di Singapura.

Selain itu, perusahaan juga akan meluncurkan tiga program inkubasi di tahun ini. Pertama, Start Camp Asia yang bertujuan untuk melakukan konsolidasi dan integrasi PasarMIKRO dengan portofolio existing. Kedua, Codiac untuk integrasi dan kolaborasi AGRetail & AGLogistics dengan external party.

Ketiga, PILAR atau program mempersiapkan pendampingan leadership bagi portofolionya yang sebagian besar dari vertikal agrikultur. “Rasanya kami harus punya standarisasi untuk mereka yang running the company. Kalau sekarang, kami masih memberikan pendampingan one by one.” Tambahnya.