Indowebster yang dikenal sebagai penyedia file storage paling populer di Indonesia akan merambah konten legal untuk merubah paradigma yang selama ini melekat. Sebagaimana perbincangan antara pendiri Indowebster, Juny “Acong” Maimun, dan Vivanews, kategori awal yang akan mendapatkan konten legal adalah musik dan antivirus.
Nantinya, untuk setiap musisi, akan tertampil dua versi konten, legal dan ilegal. Versi legalnya adalah berbayar dengan kualitas yang pasti bagus, sementara versi ilegalnya tentu saja tidak terjamin kualitas dan keotentikannya. Sementara untuk antivirus, Indowebster bekerja sama dengan Avira untuk langganan antivirus dengan harga terjangkau.
Acong, yang sebelumnya juga pernah menjadi hacker, berteori, “Kalau di dunia online, user memang sebaiknya jangan dipaksa untuk membeli. Tapi bagaimana caranya agar mereka bisa rela untuk membeli.” Pemberian konten legal dan ilegal secara bersamaan memang tidak lazim, tapi itu bisa mendorong pengguna untuk pelan-pelan bertransformasi. Selain issue konten, Indowebster juga me-relaunch situsnya sejak 9 Juli kemarin dan rencananya akan full launch bulan Agustus mendatang. Anda bisa mengakses situs versi baru diĀ http://v5.indowebster.com/
Memang saya rasa banyak orang di Internet yang merasa bahwa segala konten itu pasti bisa didapat secara gratis, tetapi edukasinya adalah bagaimana membangun penghargaan terhadap suatu hak cipta intelektual dengan kesadaran pribadi untuk membayar sesuatu yang menurut pengguna layak untuk dibeli. Saya pribadi misalnya, sudah mulai terbiasa menghargai sejumlah karya pengembang yang bagus dengan membelinya karena memang menurut saya karya tersebut layak untuk dibeli dengan harga yang ditampilkan.
Saat ini Indowebster sudah memiliki pengguna terdaftar lebih dari 1 juta dengan kapasitas terpakai 60TB yang ditampung dalam 300 server. Acong menargetkan jumlahnya akan meningkat dua kali lipat dalam 1.5-2 tahun ke depan. Jenis berkas yang ditampung di Indowebster bervariasi dari film, musik, foto, praktisnya apapun yang bisa diunduh dan diunggah melalui Internet. Sampai saat ini Indowebster masih mengklaim 100% dimiliki oleh orang Indonesia, meskipun sudah banyak tawaran investasi dari pihak asing.
Yang mungkin masih membuat Indowebster nyaman pelan-pelan bertransformasi, ketimbang melakukan rapid progress, adalah regulasi yang masih abu-abu dan pihak asosiasi yang kurang galak. di Amerika Serikat sendiri, tuntutan terhadap penyedia layanan file sharing sudah banyak memakan “korban”. Sebut saja Napster dan Limewire yang kedua-duanya sudah dipaksa untuk ditutup. Saat inipun sedang berlangsung tuntutan terhadap HotFile dari asosiasi perfilman Holywood MPAA.
Hal seperti ini memang seperti buah simalakama. Di satu sisi edukasi terhadap pengguna masih sangat rendah, tapi di sisi lain pemerintah dan asosiasi [sebagai pemilik hak cipta] terkesan tidak peduli [dalam arti positif] untuk mensosialisasikan kepedulian terhadap hak kekayaan intelektual. Langkah penyedia layanan seperti Indowebster yang memulai inisiatif edukasi ini patut kita apresiasi dan dukung.