Jakarta XR Meetup 9.0, Menatap Bisnis bersama VR/AR

Bagi Anda yang sudah langganan mampir di acara Jakarta XR Meetup—atau paling tidak sempat beberapa kali membaca ulasan acaranya di DailySocial—tentu sudah tidak asing lagi dengan ‘ritual-ritual’ umum dari meetup rutin gelaran OmniVR ini, di antaranya ialah mendengarkan insight soal VR/AR di sesi presentasi dan diskusi panel, menjajal VR/AR device, dan bincang-bincang santai. Namun, suasana berbeda dihadirkan di Jakarta XR Meetup 9.0.

Episode ke sembilan dari Jakarta XR Meetup yang diselenggarakan tanggal 5 Mei kemarin ini termasuk sederhana dan minimalis jika dibandingkan episode-episode sebelumnya. Tidak ada device yang bisa dicoba, tidak banyak slide presentasi yang tersaji, dan durasinya pun terhitung pendek (hanya satu jam).

Jakarta XR Meetup 9.0 adalah bagian dari gelaran akbar dari MarkPlus Inc., Jakarta Marketing Week 2017. Bertempat di mini stage Kota Kasablanka, Jakarta XR Meetup 9.0 malam itu didominasi oleh audiens dari kalangan umum—bahkan beberapa dari mereka mungkin baru menyadari keberadaan teknologi VR/AR di Indonesia. Maka, dengan demografi audiens semacam ini, adalah wajar bila Jakarta XR Meetup 9.0 tampil simpel. “Ya, bisa dibilang, ini XR Meetup yang paling ‘ringan’ yang pernah kami selenggarakan,” ujar Nico Alyus, CEO OmniVR selaku pihak penyelenggara, menyinggung soal konten kepada DailySocial dalam sebuah perbincangan santai.

Topik yang disebut-sebut ‘ringan’ itu rasanya menarik untuk disimak oleh orang-orang yang masih awam dengan dunia VR/AR, khususnya mereka yang menggemari atau tengah bergelut di dunia bisnis dan marketing. Selain Nico selaku moderator dalam diskusi panel, meetup bertajuk VR for Marketing and Business menghadirkan dua pembicara lainnya yang telah menggumuli dunia VR/AR: COO Shinta VR Andes Rizky dan Founder dan CEO Papilion Group (Popular Magazine) Vicky G. Saputra.

Berhubung lokasi meetup yang berada di tengah mall dan memungkinkan untuk disimak orang umum, Nico membuka acara dengan penjelasan singkat seputar dasar-dasar virtual reality dan augmented reality. “Pada dasarnya, virtual reality itu adalah sebuah realitas baru yang dibuat manusia,” terang Nico.

Realitas ini kemudian dikembangkan untuk berbagai kebutuhan. Gaming adalah salah satu yang paling dikenal, dan industri seperti perbengkelan dan kesehatan adalah bidang-bidang lainnya yang juga telah merambah dunia VR/AR. Banyaknya ragam bidang industri tersebut adalah peluang yang besar bagi pengembang VR/AR di Indonesia.

“Pasar Indonesia ini dibagi ke dalam dua area. Area pertama adalah untuk mereka yang memang menginginkan immersivity. Mereka memang ingin membeli device VR/AR, dan mereka diarahkan untuk membeli,” jelas Andes menggambarkan tipe konsumen VR/AR di Tanah Air. “Area kedua adalah mereka-mereka yang ingin experience saja. Biasanya mereka hanya menggunakan smartphone-nya, dan mereka cuma sekadar ingin extraordinary experience seperti video 360.”

Lalu, dengan lanskap pasar VR/AR yang sudah tergambar ini, kira-kira tantangan apa yang akan menghadapi para pelaku?

Dari sudut pandang pebisnis yang telah mengadopsi VR/AR, Vicky bersama Popular Magazine-nya merasa hanya berupaya untuk tetap mengikuti tren teknologi yang ada. “Ada yang bilang, digital technology itu tidak bisa dikuasai dalam semalam. Makanya, kami berusaha keep up. Karena kemungkinan majunya (teknologi) ke arah sana (VR/AR). Dari sisi produksi sih enggak ada masalah, karena udah canggih device-nya. Cuma lebih ke bagaimana mengarahkan talent saja sih,” tutur Vicky.

“Secara umum, potensinya oke, dari content production kami siap dan tetap butuh dukungan developer.”

Dari perspektif bidang pemasaran, Vicky melihat VR/AR hari ini masih belum efektif—kendati 360 video Popular Magazine di YouTube telah mencapai angka lebih dari dua juta views. “Masalahnya ada pada distribusi. Masih banyak klien yang merasa pembuatan konten VR/AR ini mahal, dan pada ujungnya berakhir cuma ingin bikin video saja,” jelas Vicky.

Disclosure: DailySocial adalah exclusive media partner dari Jakarta XR Meetup.