Waste4Change Daur Ulang Sampah Indonesia

Jalan Panjang Waste4Change Perangi Sampah Sekali Pakai

Sebagai salah satu negara berpenduduk terpadat di dunia, Indonesia berada dalam posisi darurat sampah. Negara ini masih berjuang melawan polusi plastik dan sampah laut akibat sistem pengelolaan sampah yang tidak tepat. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia hanya mampu mengelola 14,58% sampahnya, sedangkan sebagian besar sampah yang dihasilkan tidak terkumpul atau dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di 2019.

Bank Dunia (2021) menyatakan Indonesia menghasilkan sekitar 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahun dan sebagian besar sampah yang dihasilkan salah kelola. Alias masih bertumpu pada pengelolaan sampah kumpul, angkut, buang, yang akhirnya membebani kondisi TPA, padahal banyak material yang seharusnya dapat diolah kembali.

Sebagai contoh, 70% sampah di perkotaan langsung dibuang ke TPA, yang mengakibatkan kelebihan kapasitas. TPA/TPST Bantar Gebang, Bekasi, misalnya yang seluas 110,3 hektar dengan ketinggian gundukan sampah sampai 30 meter hanya mampu menampung masuknya 7.000-7.500 ton sampah penduduk DKI Jakarta hingga maksimal tiga tahun lagi. TPA lainnya juga bernasib sama, seperti TPA Suwung di Bali dan TPA Piyugan di Yogyakarta.

Kecilnya jumlah sampah yang didaur ulang dan tingginya jumlah sampah yang menumpuk di TPA menimbulkan banyak masalah sosial maupun lingkungan. Dengan latar belakang masalah yang kompleks ini, mendorong Mohammad Bijaksana Junerosano untuk mendirikan Waste4Change pada 2014.

“Dengan mengadopsi pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan dan bertanggung jawab, Waste4Change berupaya meningkatkan tingkat daur ulang dengan menetapkan standardisasi dalam pengumpulan dan prosedur daur ulang sampah, serta meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan operator,” kata dia saat dihubungi DailySocial.id.

Sano, panggilan akrabnya, merupakan pribadi yang peduli dengan pengelolaan sampah di Indonesia. Menurutnya, masalah pengelolaan sampah di negara ini merupakan masalah kompleks yang perlu ditangani dengan pendekatan holistik, tidak bisa hanya pada aspek teknis saja. Tak hanya sistem daur ulang dan pengumpulan sampah yang perlu diperbaiki, tapi mengubah perilaku dan pola pikir masyarakat tentang sampah juga sangat penting.

“Fasilitas pengelolaan sampah yang tidak memadai juga menyebabkan masalah keamanan dan buruknya kesejahteraan pemulung. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan kerja sama yang kuat untuk mengatasi permasalahan tersebut.”

Banyak masyarakat yang masih mengelola sampahnya tanpa berpikir panjang. Mereka mengumpulkan sampah mereka dan kemudian memindahkannya ke TPA atau tempat pembuangan sampah terdekat. Minimal atau hampir tidak ada pemilahan sampah, atau upaya daur ulang. Paradigma lama pengelolaan sampah ini menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, lingkungan, dan ekonomi.

Untuk mengatasi permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia, banyak pemangku kepentingan dari pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat telah memperkenalkan Circular Economy dan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Dengan menerapkan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, diharapkan masyarakat Indonesia dapat mengubah perilaku dan pola pikir pengelolaan sampah.

Di sisi lain, sektor informal memiliki peran penting dalam mendukung pengelolaan sampah yang bertanggung jawab di Indonesia. Namun mereka cenderung sangat selektif dalam mengumpulkan sampah dari lingkungan. Mereka biasanya hanya mengumpulkan bahan daur ulang yang paling berharga seperti Botol PET, Karton, dan Kaca. Sementara itu, material lain yang kurang menguntungkan seperti plastik PP, kemasan multilayer, dan styrofoam masih menjadi tantangan untuk didaur ulang dan mencemari lingkungan.

Didukung oleh teknologi dan kemitraan masyarakat, Waste4Change fokus untuk menawarkan solusi pengelolaan sampah yang bertanggung jawab secara holistik untuk rumah tangga dan perusahaan domestik. Dalam mempercepat pelaksanaan pengelolaan sampah, pihaknya melibatkan sektor informal dalam banyak hal, seperti platform perdagangan sampah.

“Hingga tahun 2021, Waste4Change telah mengumpulkan 9.237 ton sampah dan mengurangi 53% sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir.”

Model bisnis dan proses memperkenalkan teknologi

Pada hakikatnya, teknologi berguna untuk meningkatkan efisiensi, namun tidak semua orang dapat dengan cepat beradaptasi dengan teknologi. Sano pun menyadari betul kondisi tersebut, apalagi ini diterapkan untuk pengelolaan sampah. Oleh karenanya, pihaknya cenderung mengintegrasikan teknologi secara bertahap, terutama untuk sektor informal dan operator sampah.

Dicontohkan, integrasi teknologi juga tergantung pada kondisi lokasi dan jenis sampah yang ditangani. Sebagai contoh, salah satu proyek Waste4Change, BRIC (Bekasi River Cleanup Project) pada November 2021, bertujuan untuk mengurangi jumlah sampah di Kali Bekasi dengan menggunakan See Hamster, sebuah produk buatan Jerman, yakni PreZero/Schwarz Group dan One Earth One Ocean (OEOO).

Tiga perahu See Hamster memiliki mekanisme yang berbeda. Perahu pertama memiliki ramp yang berfungsi untuk menarik sampah dari badan air dan batas sungai. Perahu kedua dilengkapi dengan keranjang yang dapat naik-turun dan berfungsi untuk menahan dan mengumpulkan sampah saat perahu berjalan. Perahu terakhir memiliki conveyor belt yang dapat menarik sampah secara otomatis dari badan air.

Ketiganya bekerja secara sinergi dan saling melengkapi. Perahu ini ditenagai dengan daya panel surya, sehingga sistem yang ramah lingkungan dan bebas emisi karbon. See Hamster ini memiliki kapasitas pengumpulan 50-300 kg sampah per hari dan dapat mengurangi jumlah timbunan sampah di sungai. Untuk fasilitas pengelolaan sampah dilengkapi dengan tempat pemilahan dan penyimpanan sampah sementara, serta charging station untuk mengisi daya.

“Pada tahap awal implementasi BRIC, kami menemukan bahwa diperlukan beberapa penyesuaian dengan teknologi See Hamster karena jenis limbah yang unik dan kondisi terkini di Kali Bekasi. Keterlibatan merupakan kunci utama keberhasilan implementasi teknologi.”

Dari sisi hilir, untuk pengumpulan sampah, perusahaan menyediakan situs bernama Send Your Waste untuk permudah individu mendaur ulang sampah anorganik secara bertanggung jawab. Seluruh sampah yang sudah dibersihkan ini dikirim melalui kurir ke titik drop terdekat lokasi. Perusahaan bekerja sama dengan sejumlah mitra, yang kini lokasinya tersebar, di Jakarta, Bogor, Bekasi, Semarang, dan Sidoarjo.

Di luar itu, perusahaan juga menggiatkan kerja sama dengan pihak swasta dan pemerintah demi menciptakan efek domino yang lebih besar agar pengelolaan sampah yang lebih bertanggung jawab.

Sano melanjutkan, Waste4Change memperkenalkan konsep 4C yang merepresentasikan Consult, Campaign, Collection, dan Create, dalam menawarkan solusi pengelolaan sampah secara end-to-end. 4C adalah komitmen Waste4Change untuk menyediakan solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan kepada klien kami. Komitmen tersebut selaras dengan visi yang dicanangkan perusahaan.

Consult, untuk penelitian dan kajian terkait persampahan; Campaign, berbentuk peningkatan kapasitas, pendidikan, dan pendampingan; Collect, mengangkut dan pengolahan sampah setiap hari untuk zero waste ke TPA; Create, program daur ulang sampah dan EPR (Extended Producer Responsibility).

Untuk layanan ketiga ini, Waste4Change menjadi pengelola manajemen sampah untuk gedung, perusahaan, dan pelaku bisnis. Solusinya dinamai Reduce Waste to Landfill dengan model berlangganan. Penggunanya mencapai 70 institusi, yakni Sekolah Seniman Pangan, Wisma Barito, Institute Francais Indonesia, Binus School Bekasi, Javara, Mang Kabayan, dan Vide Bekasi.

Solusinya tersebut sudah bisa tersebar di 17 kota, yakni Jabodetabek, Bandung, Solo, Medan, Palembang, Makassar, Manado, hingga Denpasar. Sebanyak lebih dari 7,4 juta kg sampah telah terdaur ulang.

“Semua layanan Waste4Change dirancang dengan pendekatan ekonomi sirkular dan menargetkan bisnis dan rumah tangga untuk mengadopsi pengelolaan sampah yang bertanggung jawab dalam operasi sehari-hari mereka. Kami bermitra dengan sektor informal, pemasok sampah, pemerintah, dan sektor swasta serta mewujudkan visi zero waste di Indonesia.”

Perusahaan sudah mengantongi pendanaan tahap awal dari Agaeti Ventures, East Ventures, dan SMDV pada Maret 2022. Dana dialokasikan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah di Rumah Pemulihan Material (Material Recovery Facility) Waste4Change menuju kapasitas 2 ribu ton per hari di 2024 dan pengembangan solusi tata kelola sampah kota menggunakan teknologi IT berupa platform smart city.

Menurut sumber DailySocial.id, perusahaan kembali mengantongi investasi baru sebesar $570 ribu dari ecoBali Recycling, AC Ventures, SMDV, Paloma Capital, Urban Gateway Fund, dan lainnya. Sehingga, total yang terkumpul untuk putaran terakhir sejauh ini menjadi $1,4 juta. Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Sano belum bersedia mengungkapnya lebih lanjut.

Ramai pemain

Sano turut senang sekarang makin banyak pemain sejenisnya yang mulai menaruh perhatian pada pengelolaan sampah di Indonesia. Selain Waste4Change, ada Rekosistem, Gurita, OCTOPUS,  Pusat Daur Ulang Kertabumi, Xaviera, Mall Sampah, Universal Eco, dan masih banyak lagi. “Kami berharap dapat melihat lebih banyak perusahaan dan inisiatif bekerja sama dalam memecahkan masalah kompleks pengelolaan sampah di Indonesia.”

Pasalnya, menurut dia, semua pemangku kepentingan memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengimplementasikan solusi yang tepat untuk masalah sampah di Indonesia. Untuk berkontribusi secara aktif, produsen dan perusahaan dapat menerapkan Extended Producer Responsibility dengan mengumpulkan kembali sampahnya, terutama kemasan PP, kemasan multilayer, dan styrofoam, yang dikategorikan sebagai Bahan daur ulang bernilai rendah.

Di samping itu, kemitraan dengan masyarakat adalah salah satu strategi bisnis utama karena pihaknya memahami bahwa masyarakat dan sektor informal berperan penting dalam pengelolaan sampah di Indonesia. “Di masa depan, kami ingin memiliki kemitraan yang lebih kuat dan lebih banyak inisiatif untuk membantu masyarakat memiliki akses yang lebih baik ke fasilitas pengelolaan sampah yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.”

Waste4Change akan melanjutkan visinya sebagai perusahaan pengelolaan sampah terbesar di Indonesia yang mengumpulkan sampah dengan cara yang paling bertanggung jawab. Pada tahun depan rencananya ingin perluas kemitraan dengan sektor informal dan meningkatkan pengumpulan sampah harian di semua fasilitas daur ulang Waste4Change.

“Kami telah mencapai pertumbuhan yang luar biasa setiap tahun. Namun saat ini, kami sedang mengupayakan pembenahan pelaku pengelolaan sampah informal. Beberapa proyek kami dengan klien kami berfokus pada masalah ini. Kami percaya bahwa dengan meningkatkan jumlah sampah yang didaur ulang, kami dapat membantu membangun sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Indonesia.”

Proyek lain yang sedang dikerjakan adalah untuk mendukung kesadaran dan realisasi program pengelolaan sampah pemerintah Indonesia. Sano memastikan, seluruh layanannya selalu menaati peraturan pemerintah, di antaranya Indonesia Bersih Sampah 2025 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75/2019 yang mewajibkan produsen untuk menyediakan peta jalan pengurangan sampah.

“Kami senang melihat pasar yang lebih matang pada tahun 2022. Orang-orang mulai lebih peduli dengan limbah mereka dan pendekatan holistik kami masih diminati akhir-akhir ini. Menyambut hari jadi kami yang ke-8 di November 2022, kami bertujuan untuk menjadi penyedia, mitra, dan penasihat layanan pengelolaan sampah yang lebih baik bagi semua pemangku kepentingan,” pungkasnya.