Kolla dan Pelatihan Literasi Kode untuk Usia Dini

Pekan lalu, Jumat (2/6), DailySocial berkesempatan menghadiri acara kelulusan Pelatihan Coding Teen untuk 40 pelajar SMP Katolik Sint Joseph yang diadakan oleh co-working space Kolla. Mereka dinyatakan telah lulus mengikuti kelas Front-End Web Development selama 14 kali pertemuan (April-Mei 2017). Seluruh peserta merupakan anak-anak yang diasuh Panti Asuhan Vintentius Jakarta.

Dari 40 pelajar, yang terdiri dari 20 siswa dan 20 siswi terpilih masing-masing lima orang terbaik diminta untuk presentasi menunjukkan hasil situs yang telah mereka buat. Situs yang mereka dibuat pun beragam, mulai dari musik, kecantikan, olahraga, berita, game dan lainnya.

Dalam acara kelulusan ini juga turut dihadiri perwakilan dari sekolah, Mohammad Amin (Bekraf) Isak Jenie (JAS Kapital), Manuel Irwanputra (KerjaKu), dan Ellen Xie (Kolla).

Head of Kolla Education Prayudi Utomo mengatakan Pelatihan Coding Teen adalah pertama kalinya diselenggarakan untuk menyasar pelajar. Sebelumnya, Kolla Education juga mengadakan kelas yang sama untuk para ibu rumah tangga, yang diantaranya merupakan tenaga kerja wanita. Program tersebut lebih dikenal dengan Coding Mom dan masih terus dilakukan hingga kini.

“Coding Teen di Panti Asuhan Vincentius jadi pilot project kami. Kami ingin melatih pelajar dengan kemampuan diri yang bisa digunakan, agar mereka tidak bergantung kepada orang lain saat sudah lulus sekolah nantinya. Front-end web developer adalah langkah pertama mereka mengenal literasi kode sebelum menjadi calon penguasa internet di masa depan,” terang Prayudi.

Tak hanya itu, pelatihan ini diharapkan secara perlahan dapat mengurangi gap kualitas pendidikan di Indonesia dengan luar negeri, terutama mengenai pendidikan menjadi programmer. Kurikulum dan silabus yang diajarkan dalam kelas ini, sambung Prayudi, diklaim sudah menjadi standar yang digunakan oleh sekolah dasar di negara maju seperti Irlandia.

“Silabus dalam kelas ini digunakan oleh sekolah dasar di Irlandia. Inilah mengapa di negara maju, logikanya sudah terstruktur karena sejak dini sudah diajari coding. Kami ingin kurangi gap tersebut, jangan sampai kita jadi pengguna internet saja. Maka dari itu, untuk langkah awal kami coba untuk pelajar SMP.”

Terapkan silabus yang adaptif

Prayudi menerangkan dalam proses pembelajaran, pihaknya menerapkan silabus yang adaptif demi menyesuaikan pola pelajar saat mencerna ilmu. Pasalnya, ketika pelajar menunjukkan tanda bosan, seperti menguap, maka mentor harus segera mengganti metode ajar.

“Agar mereka dapat ikut kelas hingga pertemuan terakhir, kami beri mereka mimpi, bila ikut kelas sampai selesai mereka bisa buat situs yang biasa mereka kunjungi. Ketika ada mimpi, jadi ada dorongan untuk ikut kelas sampai akhir.”

Berikutnya, Coding Teen akan melanjutkan perjalanannya ke panti asuhan lainnya demi mencetak calon programmer muda lainnya di masa depan.

“Kenapa kami ke panti asuhan karena kami ingin perkaya diri mereka dengan skill yang dapat menjadi bekal untuk mendapatkan penghasilan. Mereka tidak perlu bergantung pada orang lain, dengan menjadi programmer mereka hanya butuh laptop dan internet saja untuk bisa langsung cari uang,” pungkasnya.