Polemik Masalah Konflik Kepentingan di Kancah Kompetitif CS:GO

Belakangan, kancah kompetitif Counter Strike: Global Offensive sedang dirundung kontroversi. Muara terkini ada pada pernyataan baru dari Valve yang diberi judul “Keeping Things Transparent”Pada pernyataan tersebut, Valve menegaskan bahwa pada tahun 2020 nanti, tim dan pemain yang mendaftar pada gelaran major, wajib untuk membuka informasi hubungan bisnis mereka terhadap peserta lain dan/atau penyelenggara turnamen secara publik.

Polemik ini sebenarnya berawal dari bulan September lalu. Ketika itu Valve membuat pernyataan serupa dengan nada yang sedikit berbeda. Berjudul “Keeping Things Competitive”pernyataan ini menyebut masalah konflik kepentingan dalam kepemilikan bersama. Valve selanjutnya menjelaskan maksud konflik kepentingan adalah kasus-kasus ketika turnamen, tim atau pemain, memiliki hubungan finansial dengan tim atau pemain partisipan lainnya. Hal itu termasuk soal kepemilikan suatu perusahaan terhadap beberapa tim sekaligus, atau kepemilikan bersama atas satu badan liga dengan tim tertentu.

Pada pernyataan sebelumnya Valve menuntut semua pihak yang ingin mengikuti Majors, termasuk pemain, tim, dan penyelenggara turnamen, untuk tidak memiliki konflik kepentingan. Jika iya, mereka diwajibkan untuk membuka hal tersebut ke ranah publik dan berusaha untuk menyelesaikannya.

Sumber: Youtube BLASTProSeries
Komunitas pasti akan mempertanyakan intregitas suatu kompetisi jika pemilik turnamen juga memiliki tim yang ikut berkompetisi di dalamnya. Sumber: Youtube BLASTProSeries.

Dua bulan berlalu, kini Valve terlihat mengurangi ketegasannya. Namun mereka menyebut bahwa ini dilakukan setelah mendapatkan timbal balik dari pernyataan sebelumnya. Kini Valve cukup yakin bahwa kepemilikan bersama tidak akan menciptakan masalah konflik kepentingan, dan pertandingan akan tetap berjalan dengan sportif.

Namun demikian mereka tetap menuntut untuk membuka soal kepemilikan tersebut ke ranah publik. Hal ini dilakukan karena Valve merasa permasalahan ini bisa menciptakan ketidakpercayaan di dalam komunitas, sehingga transparansi bisa menjadi satu alternatif solusi yang dilakukan.

Melihat Kasus Konflik Kepentingan dari Perspektif Ekosistem Esports Lokal

Masalah konflik kepentingan sebenarnya bukan merupakan hal baru di esports. Ini juga mengingat ada beberapa perusahaan yang memiliki dua identitas atau lebih di ranah esports. Jika berkaca kepada ekosistem esports lokal Indonesia, contoh yang dimaksud Valve mungkin seperti Alter Ego sebagai tim esports dengan Supreme League sebagai tournament organizer.

Keduanya dimiliki oleh satu perusahaan yang sama, dan hal ini tentunya dikhawatirkan (atau menciptakan ketidakpercayaan publik) kalau misalnya Alter Ego mengikuti kompetisi yang diselenggarakan oleh Supreme League.

Terkait hal ini, Antonius “Wooswa” Wilson salah satu shoutcaster CS:GO Indonesia yang juga bisa dibilang sebagai wajah komunitas CS:GO turut menyatakan pendapatnya. Menurutnya hal ini sebenarnya juga sudah sempat terjadi di kancah CS:GO lokal.

Sumber: Wooswa Official Page
Sumber: Wooswa Official Page

Kasusnya terjadi pada tahun 2017 lalu, dalam gelaran LinkSYS CS:GO League, diselenggarakan oleh Voyage Esports Organizer dan bekerja sama dengan teamNXL>. Liga ini juga diikuti oleh teamNXL> itu sendiri. Walau pada awalnya berjalan cukup lancar, namun jadi terlihat seperti polemik konflik kepentingan karena ketidaktegasan dari panitia soal peraturan pembagian poin di dalam kompetisi.

“Menurut gue, soal kaya gini memang sudah seharusnya tidak diperbolehkan. Ibarat pemilik Bundesliga bikin tim sepak bola untuk mengikuti kompetisi tersebut. Kemungkinan besar akan ada konflik kepentingan. Menurut gue, dalam kasus ini, Astralis juga akan mengalah, soalnya mereka juga yang butuh (mengikuti Majors).” Wilson mengatakan.

Akar semua polemik ini sebetulnya terjadi ketika RFRSH Entertainment mengumumkan BLAST Premier series untuk 2020. Mengingat RFRSH juga memiliki tim Astralis, ada kekhawatiran konflik kepentingan akan terjadi jika BLAST Premier menjadi Majors dan Astralis ikut serta dalam kompetisi tersebut.


Mengingat bisnis esports yang sedang menggeliat lincah, kasus seperti ini mungkin akan semakin memunculkan urgensi membuat sebuah regulasi. Apalagi untuk model liga terbuka seperti CS:GO, yang cenderung lebih lemah regulasinya karena sistemnya yang bersifat desentralisasi.