Kurangnya Kolaborasi Dianggap Menghambat Pertumbuhan Cacoo di Indonesia

Cacoo, situs layanan pembuatan grafik dan diagram asal Jepang yang telah membuka perwakilannya di Indonesia sejak Januari 2013 lalu, menembus angka 9000 pengguna untuk pasar Indonesia. Pihak Cacoo menyatakan bahwa perkembangan ini masih belum memuaskan dan berada sang at jauh di bawah perkiraan mereka untuk pasar sebesar Indonesia. Kurangnya kolaborasi antara pekerja-pekerja Indonesia di bidang teknologi dianggap menjadi penghambat perkembangan Cacoo.

Shinsuke Tabata, CMO Nulab, perusahaan yang menaungi Cacoo, berpendapat bahwa pertumbuhan ini dinilai masih sangat lambat untuk Indonesia. Bahkan grafik pertumbuhan di Indonesia tergolong paling rendah dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura dan Thailand.

Shinsuke mencermati dua hal yang menjadi kendala bagi Cacoo beroperasi di Indonesia. Pertama adalah masih jarang terjadi kolaborasi antara individu yang bekerja di bidang teknologi, seperti IT.

“Banyak orang di Indonesia yang masih bekerja sendiri-sendiri. Dibanding dengan masyarakat IT di Jepang, mereka suka sekali berkolaborasi. Bahkan antar perusahaan-perusahaan sudah terbiasa untuk berkolaborasi. Mungkin di Indonesia ada yang berkolaborasi tetapi masih sangat kecil sekali. Ini yang membedakan karakter pengguna Cacoo di Jepang dengan di Indonesia,”ujar Shinsuke pada saat acara SocMedFest 2013, Sabtu (12/10) lalu.

Dan tentu saja kendala selanjutnya yang  menjadi  kekhawatiran adalah jaringan internet yang masih belum memadai. Sebab untuk menggunakan layanan ini dalam berkolaborasi memang dibutuhkan jaringan internet lancar.

Meski Cacoo dapat digunakan untuk individu dan mahasiswa, namun ke depan Shinsuke Tabata menginginkan lebih banyak perusahaan yang menjadi penggunanya. Sesuai dengan kegunaan dari Cacoo sendiri yang memudahkan untuk berkolaborasi dalam bekerja.

Meski saat ini perkembangannya belum memuaskan, ia masih berharap besar pada perkembangan pasar di Indonesia untuk Cacoo. Menurutnya alasan ekspansi  layanan Cacoo ke Indonesia adalah Indonesia merupakan negara yang memiliki komunitas yang kuat.

Untuk seluruh dunia, Cacoo, menurut Shinsuke, sudah menembus hampir satu juta pengguna per Oktober ini. “Cacoo saat ini nomor satu di Jepang dan AS, juga populer di Taiwan, Kolumbia dan Brazil. Kalau Asia Tenggara Thailand,” lanjut Shinsuke.

Kelebihan dari Cacoo tak sebatas dengan fitur-fitur lengkap yang disediakan untuk membuat diagram, mind map, site map, wire frame hingga network chart. Tetapi juga dengan mengunakan layananan Cacoo semua itu dapat dikerjakan bersama-sama beberapa orang sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Intinya saat mengerjakan proyek bersama, orang tak perlu duduk bersama dalam satu ruangan. Dan jika salah seorang melakukan editing, maka perubahan akan segera tampil kepada tim yang lain. Cacoo juga merekam sejarah yang melakukan perubahan ataupun menghapus diagram.

“Cacoo juga menyediakan layanan chat, dalam mengerjakan proyek dengan tim yang terpisah tanpa harus bertemu,” tambah Nia Lesmana, Community Manager Cacoo untuk Indonesia. Jenis layanan yang tersedia di Indonesia adalah gratis dan premium.

“Layanan yang berbayar perbulan hanya Rp. 50.000 dan setahun Rp. 500.000. Untuk fitur bedanya hanya dibatasi misal yang free tidak ada catatan history-nya. Jadinya tidak ketahuan siapa yang mengedit dan siapa yang menghapus. Dan penggunanya juga,” tutup Nia.

[ilustrasi foto dari Shutterstock]

Leave a Reply

Your email address will not be published.