Siapa yang tidak mengenal Lego? Mainan asal Denmark ini begitu populer di berbagai kalangan, tidak peduli tua ataupun muda. Lego juga tidak hanya difungsikan sebagai mainan; di dunia desain dan arsitektur, Lego banyak dimanfaatkan sebagai alat bantu brainstorming.
Brainstorming menggunakan Lego bisa dilakukan dengan dua cara. Yang pertama tentu saja adalah dengan merakit batangan Lego fisik di atas meja. Yang kedua, kita bisa memanfaatkan software Lego Digital Designer untuk membuat kreasi Lego dalam wujud digital.
Masing-masing metode tentu memiliki kelebihannya tersendiri; merancang dari nol lebih mudah menggunakan Lego fisik, merevisi dan menyempurnakan rancangan lebih mudah menggunakan Lego digital. Lalu mana yang lebih pantas dipilih?
Bagaimana jika dua-duanya? Sebuah proyek baru bernama Lego X ingin mengawinkan kelebihan Lego fisik dengan Lego digital. Proyek ini tercipta dari buah pemikiran Gravity, tim desainer asal London yang dikenal akan tablet augmented reality-nya, Gravity Sketch.
Info menarik: Robot Lego Ini Bisa Membangun Dirinya Secara Otomatis
Lego X merupakan batangan-batangan Lego Duplo yang telah dimodifikasi dengan sejumlah sensor, seperti accelerometer dan gyroscope. Lego X kemudian dapat berkomunikasi dengan software untuk diterjemahkan menjadi bentuk digital yang siap dimanipulasi.
Software pendamping Lego X dapat mengenali konstruksi fisik yang dibangun menggunakan batangan-batangan Lego X secara real-time. Setelah konstruksi tersebut selesai, Anda bisa memodifikasi berbagai parameter untuk menyempurnakan wujudnya.
Sebagai contoh, bagian-bagian ujung konstruksi Lego X yang tampak kotak-kotak bisa dimuluskan oleh software-nya sehingga tampak melengkung. Hasilnya kemudian akan tersimpan sebagai file digital yang siap dicetak menggunakan 3D printer.
Info menarik: The LEGO Movie Video Game Hijrah ke Perangkat iOS
Konsep yang ditawarkan Lego X sebenarnya mirip dengan Lego Fusion yang merupakan produk resmi Lego. Namun menurut percakapan Joe Meno, editor majalah tentang Lego bernama Brick Journal, dengan Architect Magazine, dikatakan bahwa Lego X jauh lebih kompleks daripada Lego Fusion.
Lalu bagaimana proyek Lego X bisa semakin memudahkan proses brainstorming di kalangan profesional yang berfokus pada, misalnya, bidang arsitektur? Yakni dengan menambahkan kompatibilitas Lego Architecture Studio pada software Lego X ke depannya.
Sejauh ini tampaknya Gravity belum memiliki rencana untuk merilis Lego X ataupun software pendampingnya ke publik. Saya kira akan lebih ideal apabila Lego mengajak Gravity untuk berkolaborasi menciptakan brand Lego baru, misalnya, Lego Fusion X yang ditujukan khusus bagi kalangan profesional.
Sumber: Architect Magazine via Fast Company.