DailySocial.id berkesempatan secara eksklusif mewawancara Co-Founder Tokopedia Leontinus Alpha Edison yang saat ini juga menjadi Co-Captain dalam Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN). Bahasan utama pada sesi ini membedah visi-misi tim AMIN dalam ekonomi digital Indonesia.
Mengawali perbincangan, Leon menjelaskan dua alasan mengapa ia akhirnya memutuskan gabung ke Timnas AMIN. Pertama, ia merasa sejalan dengan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dalam kaitannya dengan prinsip pemerataan, tentang menciptakan tatanan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur bagi semua kalangan.
“Ini sejalan dengan prinsip dan filosofi yang saya percayai saat membangun Tokopedia bareng William (Tanuwijaya). Kami ingin mengusahakan pemerataan di Tokopedia, hingga saat ini sudah berhasil meng-cover 99% kecamatan di seluruh Indonesia […] Bayangkan jika effort pemerataan ini tidak hanya dilakukan di perusahaan, tapi skalanya lebih besar di tingkat negara, saya yakin dampaknya akan menjadi lebih masif dan luas,” ujar Leon.
Kedua, prinsip kolaboratif yang selalu dijunjung tinggi. Kendati sangat filosofis, hal ini dinilai sejalan dengan apa yang dituangkan dalam Tokopedia, di mana semuanya bisa sebesar sekarang karena adanya kolaborasi. Ia mencontohkan, saat mendirikan Tokopedia ia berkolaborasi bersama William selaku co-founder, setelah Tokopedia jadi harus bermitra dengan merchant, lalu biar transaksi lancar harus bermitra dengan bank atau lembaga finansial lainnya, sampai berkolaborasi dengan regulator untuk mendorong lebih banyak UMKM go-digital.
Semangat kolaborasi ini dirasakan Leon saat bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta, yang dipimpin Anies Baswedan. Melalui inisiatif Plus Jakarta yang diikuti, ia melihat betul bagaimana proses kolaborasi antarstakeholder dalam memajukan UMKM hingga berhasil terdigitalisasi dan melihat langsung dampak perkembangannya.
Pandangan tentang ekosistem digital
Leon melihat bahwa saat ini digitalisasi sudah mulai mengubah mindset, dari ekonomi yang tersentralisasi menjadi terdistribusi. Ia mencontohkan, saat ini banyak startup yang mengakomodasi berbagai keperluan di berbagai tingkatan masyarakat — bahkan tidak sedikit yang mendapatkan perkembangan signifikan dari situ, Tokopedia salah satunya.
“Kunci dari ekonomi digital itu semangat kolaborasi. Yang terjadi, banyak sekali masyarakat (pelaku UMKM) di kota kecil yang tidak memiliki waktu dan sumber daya sebesar korporasi, karena adanya digitalisasi dan kolaborasi kini bisnis mereka bisa menjangkau konsumen potensial yang sama tapi dengan sumber daya yang ada,” kata Leon.
Ekonomi digital juga menjadi semakin penting ketika sekarang Indonesia telah menjadi pasar utama dan tujuan investasi utama di Asia Tenggara. Terbukti dengan banyaknya use case digitalisasi yang dapat didukung dan mendapatkan antusias dari pasar, mulai dari bidang pemberdayaan UMKM, pertanian, perikanan, keuangan, dan sebagainya. Leon juga menilai kepercayaan investor makin besar, dilihat dari banyaknya yang mengeksplorasi dan memberikan pendanaan bagi para founders di Indonesia.
“Saya percaya, ekonomi digital di Indonesia akan membuka pemerataan ekonomi, terutama bagi masyarakat kecil. Cukup banyak teman-teman startup yang bertahan dan bersinar saat pandemi Covid-19 sekaligus mendukung banyak pelaku ekonomi untuk tetap bisa berjalan. Ketika Covid-19 mereda, startup ini juga tidak mundur, mereka mampu beradaptasi dan akhirnya tetap bisa jalan sampai sekarang […] Dengan segala up and down-nya, ekosistem digital Indonesia is still going strong,” ujar Leon.
Tantangan terbesar di ekonomi digital
Infrastruktur dinilai masih menjadi tantangan mendasar ketika Indonesia hendak meningkatkan ekonomi digitalnya. Permasalahan ini sekali lagi terletak pada pemerataan. Di kota besar, kualitas internet sudah sangat layak, sementara di area 3T konektivitas sulit dan mahal.
Tantangan kedua menurut Leon adalah ketersediaan talenta digital yang mumpuni. Upaya yang perlu dilakukan dengan mengarahkan dan mendukung minat di sisi STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) untuk melahirkan lebih banyak pakar di bidang teknologi digital. Dan ketersediaan talenta ini juga harus dipastikan tidak hanya terpusat di kota besar saja.
Terkait dengan pendidikan STEM, menurut tim AMIN upaya yang perlu diperbaiki dari hulu ke hilir. Maka peningkatan kualitas sistem pendidikan wajib menjadi perhatian, salah satu yang paling utama dilakukan saat ini adalah peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru. Pemerintah perlu mengakomodasi program upskilling bagi para pengajar, agar bisa menghasilkan lulusan terbaik di bidangnya.
“Berbicara tentang pendidikan, kita tahu Indonesia itu akademis banget. Maka yang harus dilakukan adalah meningkatkan pendidikan karakter, salah satunya untuk mempersiapkan agar orang bisa lebih mandiri — seperti dengan menanamkan karakter long life learner, critical thinking, problem solving […] Dari sini selanjutnya mereka secara pribadi akan memiliki kemauan mengeksplorasi, karena karakternya sudah terbangun,” jelas Leon.
Soal talenta ini Leon juga mengatakan bahwa penguatan pendidikan vokasi yang mengarah ke STEM juga perlu ditingkatkan. Hasilnya dinilai akan banyak mengakselerasi digitalisasi di berbagai level.
Masalah ketiga yang disebutkan terkait keamanan siber (cybersecurity). Ini adalah tentang kebijakan dan kemampuan pemerintah dalam merumuskan beleid pengamanan data, perlindungan privasi, juga memastikan ekosistem digital menjadi tempat yang aman bagi semua kalangan masyarakat.
Dan permasalahan terakhir yang turut disinggung adalah dukungan dari pemerintah. Pemerintah dinilai harus lebih cepat dan sigap dengan tren terbaru, sehingga proses regulasi juga bisa secepat dan agile seperti para inovator. Dipahami bahwa pemerintah kadang tidak bisa langsung tahu semua isu yang ada di lapangan, sehingga tantangan ini hanya bisa dipecahkan dengan menggalang kolaborasi yang intens dengan berbagai pihak.
Ekonomi digital yang lebih inklusif
Selain penguatan infrastruktur, memastikan internet bisa diakses oleh semua kalangan dan dimanfaatkan dengan benar, yang ingin digalakkan oleh tim AMIN adalah transformasi digital. Transformasi ini akan dimulai dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya digitalisasi dari sisi internal pemerintah. Dimulai dari pelayanan publik yang bisa lebih di-monitor agar bisa selalu diawasi dan dapat ditingkatkan. Mindset transformasi digital ini akan ditanamkan di seluruh tubuh jajaran pemerintahan.
Kemudian pemerintah AMIN nantinya juga ingin mendorong transformasi digital secara menyeluruh di seluruh lapisan bisnis. Termasuk mendorong berbagai korporasi besar lokal agar tidak terlena dengan “business as usual”, melainkan harus peka terhadap dinamika yang ada di pasar. Termasuk untuk mendorong digitalisasi ke usaha mikro, seperti mengajarkan petani untuk memanfaatkan aplikasi cuaca agar bisa mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif.
“Supaya lebih inklusif, mantra pentingnya adalah kolaboratif. Saya belajar banyak dari tim AMIN, salah satu wejangan yang pernah saya dengar bahwa pemerintah juga berubah, ini terkait prinsip pemerintah dalam mengelola Indonesia. Dulu pemerintah kesannya seperti menjadi yang mendayung dan pemeran utama dalam sebuah perahu. Tapi seiring berjalan waktu pemerintah menjadi pengemudi, yang di belakang (stakeholder lain) yang mendayung. Pada dasarnya pasti ada effort dari pemerintah, tapi terbuka seluasnya untuk semua kalangan untuk turut andil berkolaborasi,” kata Leon.
Strategi taktis
Leon menyatakan bahwa jika AMIN dipercayakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden, mereka sadar kepemimpinan tidak berarti memiliki pengetahuan mutlak. Oleh karena itu, dalam merancang regulasi ke depan, mereka akan mengadopsi kebijakan berbasis prinsip (principle based policy) yang melibatkan para pemangku kepentingan, menghindari keputusan impulsif, dan mengurangi peraturan yang terlalu rinci sehingga tidak menghambat eksekusi. Meskipun terdengar sederhana, penerapannya membutuhkan komitmen untuk merubah mindset kita bersama.
Agar iklim investasi ke ekonomi digital juga terus mengalir, yang akan diupayakan AMIN adalah memastikan regulasinya mudah dan memberikan kepastian hukum. Ini pun harus ditunjang dengan ketersediaan sumber daya lokal yang memadai (termasuk talenta salah satunya), sehingga Indonesia dapat memberi nilai jual lebih kepada para investor tersebut.
“Kita harus terus mendorong founder startup yang lebih berkualitas. Bukan hanya sekadar menyontek dari luar, tapi juga benar-benar bisa memecahkan masalah […] Angan-angan saya lima tahun ke depan banyak founder yang berkembang dan makin banyak startup yang IPO. Bagi saya ini realistis untuk diwujudkan,” ujar Leon.
–
Disclosure: Artikel ini adalah bagian serial liputan Pilpres RI 2024 yang mencakup visi ekonomi digital setiap kandidat