[Manic Monday] IVR Mungkin Masih Relevan Untuk Hiburan Digital

IVR, singkatan dari Interactive Voice Response, sebenarnya adalah teknologi yang cukup lama, dan mungkin pernah Anda pakai tanpa sadar. Biasanya sistem IVR ini digunakan oleh layanan pelanggan via telepon, yang berupa rekaman suara manusia mengikuti menu tertentu, yang bisa diakses dengan memencet tombol angka telepon. Sistem IVR akan merekam nada DTMF yang keluar (tiap tombol telepon memiliki nada DTMF sendiri, untuk angka 0-9 dan tanda * dan #), dan mememanggil menu yang sesuai dengan pilihan pelanggan. Misalnya: tekan 1 untuk informasi produk, tekan 2 untuk pemesanan, dan seterusnya. Nah, sudah pernah kan?

Yang mungkin belum diketahui banyak orang adalah, layanan IVR ini sudah banyak digunakan untuk hiburan digital, bahkan dari awal tahun 2000-an. Di masa itu, ada beberapa perusahaan membuka nomor premium (biasanya berkepala 0809) untuk menjual ringtone dan wallpaper. Caranya dengan mempromosikan berbagai kode download pada media massa, misalnya angka 12345 untuk lagu /Rif.

Peminat akan menelepon ke nomor 0809 tadi – tergantung perusahaan mana yang mempromosikan – dan mengikuti menu yang diperdengarkan. Kalau sudah sampai menu untuk mengunduh ringtone atau wallpaper, peminat harus memasukkan kode download tadi, dan memasukkan nomor HP-nya. Apabila HP-nya cocok dengan format ringtone atau wallpaper yang akan dikirim, konten pesanan tersebut akan dikirim via SMS ke HP pembeli.

Ada beberapa sisi buruk dari layanan ini. Berhubung para perusahaan penjual ringtone/wallpaper ini mendapatkan uang dari nilai harga pulsa nomor premium tadi (kalau tidak salah sekitar Rp 3,000/menit), ada beberapa perusahaan yang akan berusaha membuat semua panggilan berlangsung lebih lama dari semestinya, dan pelanggan jadi mengeluarkan uang lebih banyak.

Karena keterbatasan teknologi di masa itu, format ringtone dan wallpaper belum ada standarnya, kalau salah pesan ringtone Ericsson untuk HP Nokia, ya uang jadi terbuang percuma. Karena berbagai isu mengenai tagihan telepon yang membengkak, dan penggunaan nomor premium berkepala 0809 untuk layanan ‘hiburan dewasa’, reputasi layanan berbasis 0809 dan perusahaan-perusahaan yang menggunakannya menjadi turun, dan perlahan minat pada layanan-layanan ringtone dan wallpaper ini hilang.

Menyusul sukses di India, negara di mana layanan berbasis suara cukup laku karena masih banyak masyarakat yang tidak bisa membaca, layanan berbasis IVR kembali diluncurkan oleh operator selular seperti Esia pada tahun 2005. Bedanya, layanan IVR ini dibungkus dengan pembawaan layaknya radio, dengan suara ramah ‘penyiar’ dan menu-menu pilihan untuk mendengarkan musik atau mendengarkan berita hiburan. Harganya pun relatif lebih murah ketimbang layanan 0809, yaitu Rp 500/menit. Dan tentunya, kalau ada salah satu lagu yang disukai, bisa dibeli untuk digunakan sebagai ringbacktone atau ringtone. Sayangnya, sampai sekarang layanan ini masih kurang diminati karena kontennya sedikit.

Walaupun layanan hiburan melalui IVR nampak begitu sederhana di era smartphone dengan adanya aplikasi mobile dan internet berkecepatan tinggi, justru layanan seperti ini sangat relevan di Asia, terutama di negara-negara dengan penetrasi smartphone dan mobile internet yang rendah.

Layanan ini tidak tergantung koneksi data – yang makin tidak terandalkan di daerah yang ramai – tapi hanya menggunakan saluran telepon biasa. Keterbatasan media IVR ini justru bisa menjadi potensi kreativitas – bukan hanya untuk layanan musik, tapi layanan audiobook, edukasi, dan sebagainya. Siapa yang mau mulai?

Ario adalah co-founder dari Ohdio, layanan streaming musik asal Indonesia. Ario bekerja di industri musik Indonesia dari tahun 2003 sampai 2010, sebelum bekerja di industri film dan TV di Vietnam. Anda bisa follow akunnya di Twitter – @barijoe atau membaca blog-nya di http://barijoe.wordpress.com.

[Header image dari Shutterstock]

Leave a Reply

Your email address will not be published.