[Manic Monday] Strategi Multi Layar

Sebagian dari kita tumbuh dalam dunia yang mengenal hanya satu layar – layar TV. Di Indonesia sendiri, sampai dengan akhir tahun 80-an, hanya ada satu stasiun TV nasional milik pemerintah yang menghiasi gelombang udara, yang kita tonton dengan patuh karena tidak ada pilihan lain untuk ditonton. Memiliki TV menjadi semacam keharusan, terlepas dari apakah kita menontonnya atau tidak – dengan memiliki TV membuat kita terkoneksi dengan dunia, meski hanya satu arah (dengan setiap konten sesuai arahan pemerintah). Bahkan bagi mereka yang beruntung memiliki alat pemutar video sendiri, mereka harus memilih: menonton TV atau menonton videotape.

Kebanyakan orang saat ini membawa setidaknya satu layar di kantongnya, yaitu perangkat ponsel mereka. Perangkat lain mungkin komputer desktop di rumah atau kantor mereka, sebuah laptop, atau sebuah tablet. Beberapa berinvestasi di perangkat game, beberapa jenis dengan layar tersendiri. Dan harga TV pun telah lebih murah jika dibandingkan dengan harganya 25 tahun lalu, jadi paling tidak ada lebih dari satu TV di masyarakat menengah di Jakarta.

TV juga memiliki banyak input pilihan – TV terestrial, TV kabel, TV satelit, DVD player, Blu-Ray Player, IPTV, dan seterusnya. Bahkan ponsel telah diperlebar dari sisi fungsinya dan bisa memainkan konten video dan audio, serta game. Dan jangan lupa layar bioskop. Sebenarnya, kita sudah lama hidup di era multi layar.

Yang disayangkan adalah, ‘strategi multi layar’ untuk beberapa pemilik konten hanya berarti memastikan konten yang sama tersedia untuk banyak format, untuk banyak perangkat. Sebagai contoh, katakanlah ‘The Dark Knight Rises’ tersedia untuk perangkat ponsel, tablet, TV, bioskop, komputer, dalam waktu yang sama – tetapi apakah cocok untuk setiap perangkat? Saya tidak akan mau untuk menonton film berdurasi 2.5 jam pada layar ponsel. Kebalikannya, sebuah film pendek 5 menit mungkin tidak akan menarik bagi para penggemar bioskop. Setiap ‘layar’ memiliki sifat yang melekat, dengan membedakan aspek untuk penggunaan serta cara pandang sosial, yang membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk setiap perangkat.

Kita semua mengalaminya – melihat ponsel Anda atau bermain game sambil menonton TV, mengirimkan tweet sambil menonton film, dan menjelajah internet lewat komputer sambil membalas pesan instan dengan ponsel Anda. Benar-benar banyak layar – tapi tentunya, strategi multi layar tak hanya itu.

Sebuah presentasi yang bagus yang bisa dilihat di tautan ini, memberi kisi-kisi strategi untuk banyak layar. Cukup dasar dan memperlihatkan banyak dari skenario yang telah ada untuk banyak layar, tetapi yang tidak disebutkan adalah bagaimana membangun sebuah produk hiburan yang dioptimasi untuk berbagai layar secara kreatif .
Tentu saja, hal ini akan tergantung pada isi dari konten tersebut, tetapi juga akan tergantung pula pada inti dari produk hiburan yang ditawarkan. Apakah sebuah film? Game? Atau sebuah situs? Atau bahkan sebuah lini mainan/merchandise? Atau bahkan, apakah isi konten tersebut akan berbeda untuk setiap layar, tetapi saling terkait satu sama lain?

Dengan mengoptimasikan produk Anda untuk lebih banyak layar, ada kemungkinan yang lebih besar untuk menciptakan pemasukan yang lebih besar – tetapi strategi harga bertingkat pun harus siap, untuk memastikan adanya pilihan untuk semua orang. Jika interaksi yang ada – berbayar maupun gratis – cukup bagi konsumen, maka mereka yang menginginkan lebih akan rela untuk meningkatkan pengalaman mereka. Gabungkan ini dengan menawarkan sesuatu untuk setiap layar, kemungkinan mendapatkan konten yang sukses lebih besar.


Ario adalah co-founder dari Ohd.io, layanan streaming musik asal Indonesia. 
Ario bekerja di industri musik Indonesia dari tahun 2003 sampai 2010, ia kini bekerja di industri film dan TV di Vietnam. Anda bisa follow akunnya di Twitter – @barijoe atau membaca blog-nya di http://barijoe.wordpress.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published.