Memaknai Momentum Bonus Demografi dan Merintis Startup

Edisi #SelasaStartup kali ini cukup spesial karena sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda. Tema yang diangkat adalah ”Muda Berinovasi: Start Your Startup Now” dengan mengundang Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro sebagai keynote speaker.

Lalu, Staf Khusus Menristek/Ka. BRIN Bidang Jejaring Startup Adrian A. Gunadi, CEO Kiddo.id Analia Tan, CEO & Co-Founder Mycotech Adi Reza Nugroho, Co-Founder Riliv Audrey Maximillian Herli, Co-Founder & COO Kata.ai Wahyu Wrehasnaya, dan Partner East Ventures Melissa Irene.

Berkaitan dengan tema besar, Bambang menuturkan bahwa bonus demografi yang sedang terjadi di Indonesia harus dimaknai sebagai kesempatan emas untuk membuat ekonomi Indonesia lebih maju dengan berinovasi memanfaatkan teknologi digital. Kesempatan ini tidak datang dua kali karena pada 2045 mendatang bonus demografi ini akan selesai dan beralih ke usia lanjut.

Ia mendorong kaum muda yang ada sekarang ini untuk menjadi pengusaha, sebab semakin banyak pengusaha maka berdampak pada produktifnya ekonomi suatu negara.

“Tapi ini jadi asumsi saja, kalau [bonus demografi] tidak bisa di-manage dengan baik, justru jadi beban demografi. Agar tidak terjadi itu, harus diarahkan dengan melahirkan startup berbasis teknologi yang bisa menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan,” tuturnya.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro / Kemenristek/BRIN
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro / Kemenristek/BRIN

Tips dari founder startup dan investor

Untuk mendorong lebih banyak startup, DailySocial juga meminta perspektif dari para founder startup dalam sesi diskusi panel. Audrey misalnya, ia mendorong kepada anak muda untuk jangan pernah takut memulai suatu inisiatif baru. Pun ketika menemukan suatu ide baru, jangan berpikir bahwa ide tersebut hanya ada satu-satunya di dunia.

Ide tersebut sebaiknya jangan disimpan, justru dibagikan ke orang lain agar berkembang dan segera terealisasi jadi bisnis nyata. “Kalau disimpan saja ide tidak akan bisa berkembang, dari ide nanti bisa jadi solusi,” kata dia.

Sementara itu, dari sisi Analia menambahkan sebaiknya memulai ide itu dari apa yang kita suka agar lebih mudah menemukan masalah. Ia mencontohkan saat merintis Kiddo, pada dasarnya ia menyukai edukasi untuk anak. Lalu ia mengobrol dengan teman-temannya yang sudah memiliki anak.

Ternyata, akar masalahnya adalah orang tua sulit menemukan aktivitas yang bagus untuk anaknya. Dari sisi pelaku usaha, proses bisnisnya juga tergolong masih konvensional untuk proses administrasinya. Kesempatan tersebut akhirnya diambil Kiddo dengan menempatkan dirinya sebagai platform marketplace untuk aktivitas anak.

“Banyak teman-teman yang dukung dan jaringan semakin terbuka akhirnya menginspirasi ide untuk merintis Kiddo,” imbuh Analia.

Dari sisi investor, Melissa menambahkan bahwa tiap investor punya taste masing-masing dalam berinvestasi, entah berbasis teknologi ataupun tidak sebab semua punya porsi masing-masing. Yang terpenting adalah inovasi yang diciptakan anak muda harus menyelesaikan masalah yang ada.

“Teknologi hanyalah alat agar tujuan penyelesaian dari masalah yang disasar dalam lebih cepat selesai dan dapat di-scale up. Jangan sampai salah persepsikan karena dasar-dasar tersebut dipakai untuk tolak ukur oleh investor analisa,” katanya.

Pertimbangan investor saat mereka tertarik investasi sebenarnya melihat banyak hal. Misalnya, apakah startup tersebut memang layak untuk diinvestasi oleh VC, bagaimana pangsa pasarnya, dari sisi kompetisi seperti apa apakah pasarnya sudah saturated atau belum, dan masih banyak lagi.

Bantuan dari pemerintah

Adrian melanjutkan dalam mendukung terciptanya lebih banyak startup berkualitas, Kemeristek/BRIN melanjutkan program tahunannya yang bernama Startup Inovasi Indonesia. Menurutnya program ini selaras dengan fokus pemerintah yang ingin memajukan ekonomi digital, strategi seperti ini sudah dijalankan oleh negara maju semisal Singapura dan Amerika Serikat. Itulah mengapa startup di kedua negara tersebut berkembang pesat.

“Program ini enggak cuma bicara untuk kota besar saja, tapi bagaimana inovasi bisa lebih menyeluruh di seluruh Indonesia karena masing-masing ada potensi yang luar biasa,” kata Adrian.

Program ini membuat tiga jenis pendanaan berdasarkan skala startup tersebut, mulai dari pra-startup dengan dana hibah maksimal Rp250 juta, startup dengan dana hibah hingga Rp500 juta, dan yang tertinggi yakni scale-up dengan dana hibah hingga Rp1 miliar.

Pada Maret kemarin sudah dilaksanakan tahap pengusulan proposal untuk masing-masing jenis pendanaan. Adapun saat ini sedang memasuki proses evaluasi dan dilanjutkan dengan seleksi presentasi. Pada tahap akhir, tepatnya pada Desember mendatang akan dilaksanakan workshop untuk penelaahan anggaran dan rencana aksi.

“Fokus bidang startup tahun ini adalah transportasi, kemaritiman, kesehatan, multi-disiplin dan lintas sektoral, pangan, rekayasa keteknikan, pertahanan keamanan, dan energi,” tutup Adrian.