Berbincang dengan CEO Zulu Nathan Roestandy tentang bisnis dan masa depan perusahaan setelah mendapat dukungan Gojek

Mengenal Zulu, Perusahaan “Wearable” yang Didukung Gojek

Zulu secara definisi bukanlah startup teknologi. Mereka adalah perusahaan yang membuat perangkat kelengkapan, aksesoris, apparel untuk pengemudi roda dua–beberapa bisa dikategorikan wearable. Meskipun demikian, tanpa bantuan investasi Gojek, Zulu mungkin tidak pernah hadir seperti saat ini.

Kepada DailySocial, CEO Zulu Nathan Roestandy menceritakan sebelumnya dia sempat berkiprah di korporasi sebelum terjun secara full time membesarkan perusahaan.

Gojek, sebagai satu-satunya investor Zulu saat ini, membantu mewujudkan hal ini. Mendapatkan investasi sejak akhir 2018, kini perusahaan memiliki 15 pegawai yang bekerja secara penuh waktu dengan kantor saat ini di sebuah coworking space di bilangan SCBD Jakarta.

“Sebetulnya dari awal kita ingin pitching ke Gojek karena driver itu bagian dari target market kita. Kenapa kita memilih Gojek, karena mereka punya driver base yang sangat luas. Salah satu kendala besar untuk mengembangkan produk fisik seperti hardware perlu skala yang besar untuk men-justify spending R&D yang tinggi, untuk men-justify unit cost yang lebih rendah. Jadi tanpa ada driver base yang sebesar Gojek ini produksi kita jadi susah. Karena unit cost kita terlalu tinggi, kalau cost-nya terlalu tinggi harga jualnya nggak competitive dan your market jadi mengecil.”

Menurut Nathan, sebenarnya tren VC berinvestasi di non-startup teknologi sudah cukup jamak di Amerika Serikat dan Eropa, tapi di Indonesia konsep ini masih belum umum.

“Sebetulnya kalau kita lihat dari tren-tren di Amerika Serikat sampai Eropa banyak sekali VC yang invest ke brand yang mereka gak jual software tapi mereka menjual physical product dan ini udah berjalan lima-sepuluh tahun lalu.”

Ia mengatakan, “We’ve already seen about investment, about acquisition. Kalau di Indonesia sendiri mungkin karena pasar ritelnya masih bisa dibilang segmen bawah yang price sensitive. Dilemanya adalah kalau kita mau berinovasi it has to be affordable and it’s difficult to do, especially kalau kita baru mulai.”

Bisnis Zulu

Secara bisnis, Zulu memiliki dua lini. Pertama adalah B2B yang menyuplai perlengkapan mitra pengemudi Gojek, termasuk helm dan jaket. Lini kedua adalah menjual produk hasil riset ke konsumen umum.

Produk unggulannya saat ini adalah helm pintar yang dilengkapi konektivitas bluetooth dan masker anti polusi. Kedua produk ini tersedia secara online dan melalui toko-toko reseller seluruh Indonesia.

Smart helmet itu intinya bisa pairing dengan ponsel lewat Bluetooth dan itu bisa melakukan berbagai fitur secara handsfree, dari menelepon, Google Assistance, GPS, Notification, Radio, dan terutama lebih ke [urusan] safe. Kalau untuk passenger lebih ke entertaiment ya. Jadi kalau entertaiment itu mereka bisa streaming Spotify dan YouTube.”

Nathan melanjutkan, “Perbedaan utama antara smart helmet atau bluetooth speaker helmet dengan earphone dia tidak kedap suara. Jadi suara sekitar masih kedengeran. Ada orang klakson, [meski] kita [sedang] nyetir sambil mendengarkan radio, dia nggak ngeblok semua.”

Meski bukan merupakan startup teknologi, Zulu memiliki CTO [dijabat Yusuf Syaid]. Nathan mengatakan, CTO ini bertanggung jawab terhadap inovasi hardware dan software khususnya yang berkaitan dengan supply chain.

“Kita membangun inventory sistem menggunakan teknologi RFID. Jadi RFID ini adalah kayak semacam chip yang kita masukan ke dalam pakaian dan itu gunanya itu dia bisa nge-track jadi kita pasang sensor-sensor di setiap warehouse, di setiap distribution center, sampai diterima oleh driver.”

“Jadi pada saat driver transaksi, ia akan pairing antara kode ID driver dengan RFID Jacket. Jadi kita pantau persis jaket ini dimiliki ID ini, dia belinya kapan, jadi kita ada full visibility di supply chain kita. Sistem kayak gitu ada unsur hardware-nya, itu RFID tapi juga ada bagian software. Nah itu kita bekerja sama dengan tech team-nya Gojek,” lanjutnya.

Langkah ke depan

Nathan mengatakan tahun ini fokus perusahaan ada di tiga hal. Pertama adalah pengembangan platform e-commerce terdedikasi, kedua adalah ekspansi produk ke lebih banyak negara, dan ketiga adalah inovasi dan pengembangan produk–baik bersama Gojek maupun secara mandiri.

Zulu saat ini sudah tersedia di pasar Singapura dan Malaysia. Tahun ini mereka berharap bisa berekspansi ke Jepang dan Korea Selatan. Kedua pasar ini dianggap sudah tidak sensitif terhadap biaya produk dan perusahaan berharap bisa menawarkan sesuatu yang inovatif secara fitur dengan harga yang relatif bersaing.

Perusahaan sendiri saat ini juga sedang mengembangkan perangkat kompas digital yang diharapkan bisa membantu navigasi pengemudi roda dua dan inovasi lain dengan Gojek yang belum bisa didetailkan untuk publik.

Terkait pendanaan, Nathan menyebutkan saat ini Zulu sudah mendapatkan keuntungan. Meskipun demikian perusahaan akan tetap terbuka terhadap pendanaan lanjutan untuk mendukung R&D.

We are always [open for] funding. We are very lucky that we are in [profitable] position. Karena sudah profitable kita nggak harus mempercepat proses itu. We want to deliver more result. We’re trying to make this attractive outside Gojek [ecosystem],” tutupnya.