Sembunyi di balik semak-semak dan pepohonan, menggunakan coret-coretan di wajah, dan melakukan baku tembak dengan musuh negara di medan pertempuran. Agaknya, gambaran itu menjadi hal umum yang ada di benak masyarakat mengenai TNI Angkatan Darat (AD). Harus diakui, sejak awal pelatihan militer, TNI AD memang membentuk para prajurit untuk melaksanakan pertempuran konvensional. Sebelum era digital seperti sekarang ini, ancaman militer masih bersifat tradisional.
Nyatanya, bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara semakin berkembang dari hari ke hari. Jika sebelumnya bertarung dengan senjata api, kini ancaman yang bersifat non-tradisional mulai menunjukkan batang hidungnya.
Perkembangan ancaman terhadap kedaulatan negara, baik yang bersifat tradisional maupun non tradisional, saat ini semakin dinamis. Ada yang dilakukan oleh state actor, tapi tak jarang juga ada peran non-state actor. Yang pasti, mereka melakukannya dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Merujuk pada UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI, disebutkan bahwa TNI bertugas menjaga kedaulatan negara dari ancaman dan gangguan melalui operasi militer perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP). Dalam melaksanakan tugasnya, saat ini TNI AD menghadapi ancaman yang semakin kompleks, yang merupakan gabungan dari ancaman tradisional dan non tradisional, atau biasa disebut ancaman hibrida.
Implementasi Teknologi untuk Mengimbangi Perkembangan Ancaman
Perlahan tapi pasti, ancaman-ancaman siber mulai terdengar gaungnya di dunia pertahanan internasional, yang hampir menyamai serangan konvensional. TNI AD, sebagai garda terdepan dalam menjaga keutuhan Republik Indonesia, merasa terpanggil untuk melakukan penyesuaian diri agar lebih melek terhadap dunia teknologi informasi dan komunikasi.
Untuk mencapai tujuannya, state actor dan non state actor sudah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media dan didukung dengan peralatan dan persenjataan teknologi tinggi. TNI AD dengan sigap segera memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang memiliki spesifikasi teknologi tinggi pula untuk mengimbangi perkembangan ancaman, baik saat ini maupun yang akan datang.
Sejauh ini TNI AD secara bertahap sudah mengimplementasikan teknologi melalui peremajaan peralatan dan alutsistanya berbasis komputerisasi. Mekanisme kerja sehari hari di satuan jajaran TNI AD sudah menggunakan sistem informasi melalui pembangunan aplikasi untuk mempermudah dan mempercepat tugas serta dapat memberikan data yang lebih akurat.
Sebagai contoh termutakhir, TNI telah memaksimalkan teknologi informasi menggunakan pesawat tanpa awak (drone) untuk menghadapi kasus terorisme di Poso. Kala itu, prajurit berhasil mendapatkan data-data tentang keberadaan makhluk hidup melalui sistem informasi yang ditangkap dan diolah oleh drone, sehingga mereka lebih mudah dalam mencari target.
Menyikapi tantangan di Era Digital
Tantangan TNI AD yang perlu mendapat perhatian serius sebenarnya selain peremajaan peralatan dan alutsista berbasis komputerisasi, namun tidak kalah pentingnya yaitu pengembangan SDM prajurit dalam menghadapi era digital.
Perubahan teknologi itu bisa terjadi dalam hitungan bulan. Di sisi lain, prajurit TNI AD siap pakai dalam bidang TI perlu dilatih secara intensif kurang lebih di atas tiga tahun. Nah, antara pengembangan SDM yang perlu waktu hingga tiga sampai empat tahun ini tidak sebanding dengan perubahan teknologi yang dalam satu tahun bisa terjadi hingga dua kali.
Pengadaan alutsista berbasis komputerisasi dapat terealisasi selama anggaran tersedia, sedangkan ketersediaan SDM yang kompeten di era digital perlu waktu cukup lama. Ada tahapan proses yang perlu dilalui untuk menghasilkan SDM prajurit yang kompeten di bidang TI.
Pernah dengar ungkapan “man behind the gun”? Istilah ini sangat tepat dalam menyikapi kemajuan TI. Dengan kata lain, alutsista berbasis komputerisasi maupun sistem informasi akan berfungsi dengan baik bila manusia yang mengawakinya paham betul dengan teknologi informasi.
Menyikapi hal ini, TNI AD telah melakukan terobosan-terobosan melalui pelatihan, kursus dan pendidikan TI secara terus menerus. Pihak TNI AD juga sudah melakukan kerja sama dengan Universitas Gunadarma berkaitan penyediaan dosen TI.
Dalam waktu dekat akan dilangsungkan perlombaan hackathon yang berkaitan dengan sistem informasi kemiliteran. Ini adalah salah satu terobosan TNI AD untuk menyikapi keterbukaan informasi dan akses digital. TNI AD memanggil generasi muda bangsa yang ahli di bidang TI untuk memberikan sumbangsih pemikirannya untuk membangun TNI AD yang kokoh dan kuat sebagai wujud kecintaannya terhadap TNI dan NKRI.
TNI punya semboyan “Bersama rakyat TNI kuat”. Inilah salah satu implementasi TNI AD terhadap semboyan tersebut. TNI AD menyikapi tantangan digital ini dengan mengundang masyarakat sipil untuk bahu-membahu menjaga negara dari segala bahaya, dan ancaman baik yang bersifat tradisional maupun non tradisional.
Perkembangan teknologi adalah sesuatu yang harus diterima. Semua pihak tidak bisa menghindar apalagi bersikap resisten. Hal tersebut justru akan merugikan baik secara pribadi maupun organisasi. Perkembangan teknologi tentu memiliki dampak positif dan negatif. TNI AD telah menyiapkan prajuritnya sebagai generasi penerus calon pemimpin TNI di masa depan untuk dapat mengembangkan dampak positif dan meminimalisasi dampak negatif perkembangan teknologi agar TNI AD tetap jaya di darat.
–
Disclosure: Artikel tamu ini ditulis oleh Brigadir Jenderal Nugraha Gumilar, Kepala Dinas Informasi dan Pengolahan Data (Kadisfolahtad) TNI Angkatan Darat.
Artikel ini adalah hasil kerja sama DailySocial dan TNI Angkatan Darat sebagai artikel awal kegiatan Hackathon Cipta Yudha Kartika Eka Paksi TNI AD.