Menjual Musik vs Menjual Musik Sebagai Pengalaman

Beberapa hari lalu, Menteri Komunikasi dan Informasi Indonesia mengumumkan bahwa ia akan memblokir 4shared bersama dengan 20 situs lainnya yang masuk dalam daftar pelanggaran hak cipta karena melanggar peraturan yang berlaku di Indonesia.

Selain itu, Menteri juga mengatakan bahwa biaya download sebuah lagu tidak boleh terlalu mahal, mengutip dari beliau, berkisar antara Rp 500 dan Rp 1000, menambahkan bahwa hak-hak pemilik dan penerbit diperlukan untuk membuat keuntungan untuk mempertahankan bisnis dan usaha kreatif mereka.

Menurutnya, orang tidak akan keberatan membayar jumlah tersebut untuk mendapatkan musik secara legal dari internet, dan metode pembayaran bisa dilakukan dengan kartu kredit atau dengan pulsa telepon.

Mematikan situs berbagi file ilegal adalah satu hal tapi menghilangkan saluran musik distribusi yang sah serta perihal lagu yang bernilai tidak lebih dari Rp 1.000 adalah hal yang sama sekali berbeda.

Rama sudah menulis tentang isu 4shared beberapa hari lalu, jadi saya tidak akan menuliskan lebih lanjut. Apa yang ingin saya bahas, yang belum banyak dibahas orang adalah, biaya dari musik itu sendiri.

Biaya musik

Harga lagu sebesar Rp 1.000 per lagu yang dikatakan oleh pak Menteri jelas mengabaikan ekonomi dari industri musik dan biaya musik di media lain. Hasil dari lagu atau pembelian album didistribusikan di antara beberapa pihak yang merupakan pengecer, penerbit, dan artis. Para artis, yang meskipun mendapatkan bagian terkecil, masih perlu membagi pemasukan mereka dengan manajer, pengacara, produser, dan jika itu sebuah band, tentunya anggota lain dari band.

Mengingat bahwa biaya CD album lokal adalah antara Rp 35.000 sampai Rp. 75.000 tergantung pada artis, kemasan, dan konten tambahan, menjual lagu Rp 1.000 akan menghasilkan pendapatan bersih untuk satu album hanya Rp 10.000 – 12.000, kurang dari setengah biaya dari album lokal termurah.

Bandingkan ini dengan bisnis ringback tone di mana potongan tunggal dari sebuah lagu akan membebani konsumen sebesar Rp 7.000 dan bisa didengarkan melaui ponsel selama tidak lebih dari sebulan. Sementara RBT melayani tujuan yang sama sekali berbeda dari satu lagu penuh, ini menggambarkan biaya musik bagi konsumen dan berapa banyak jumlah yang bersedia mereka menghabiskan untuk satu lagu penuh.

Di negara-negara di mana komponen toko musik Apple iTunes tersedia, biaya satu lagu adalah antara $ 0,69 dan $ 1,29 dengan fasilitas untuk memutar lagi terbatas pada produk Apple sendiri, yang meliputi iPod, iPhone dan iPad serta komputer manapun yang menjalankan iTunes.

Meskipun terbatas pada perangkat Apple, iPod adalah pemutar musik portabel yang dominan di hampir setiap negara, dan hampir semua komputer Mac atau Windows dapat menjalankan iTunes, menjadikan ide “pembatasan” menjadi tidak serestriktif dibandingkan yang mungkin terdengar.

Musik online

Namun untuk Asia, iTunes Music Store tidak tersedia kecuali di Jepang. Proses untuk membeli musik online digital jauh dari mudah. Konsumen harus berurusan dengan DRM yang sangat ketat, ketidakpraktisan DRM, keterbatasan perpustakaan musik, dan pilihan yang terbatas untuk memutar kembali lagu.

Sejumlah startup dan layanan berusaha untuk menghantarkan lagu-lagu dengan cara yang berbeda dari apa yang dilakukan oleh Apple dan Amazon, meskipun mayoritas dari mereka masih terikat dengan model pasar yang ada, yaitu penjualan lagu per lagu atau album.

Berkat internet, distribusi lagu telah dibuat jauh lebih mudah tetapi juga berarti kontrol yang jauh lebih sedikit oleh label rekaman dan pemegang hak cipta. Pembajakan lebih merajalela karena kemudahan akses ini tetapi iTunes dan Amazon telah sedikit mengurangi tingkat pembajakan dan meyakinkan banyak orang untuk memperolah lagu-lagu digital secara legal.

Meskipun iTunes telah berhasil menjadi toko musik online paling sukses, berkat pengalaman pembelian yang seamless, ini tidak dapat diberlakukan ke negara-negara di mana kartu kredit dan PayPal tidak digunakan secara umum oleh konsumen, serta wilayah dimana label rekaman masih belum bersedia melepaskan diri dari pembatasan yang sangat ketat atas duplikat lagu yang mereka keluarkan.

Hal ini menciptakan kesempatan bagi siapa saja yang bermain di pasar tersebut untuk mengeksplorasi metode lain dalam menghantarkan musik online kepada konsumen, dan di sisi lain juga menciptakan aliran pendapatan baru bagi para pemusik.

Mungkin, daripada menjual lagu secara individu atau album seperti model lama yang telah berjalan, seseorang bisa menawarkan dan menciptakan sebuah pengalaman yang terjangkau, seamless dan praktis untuk menikmati musik dengan cara yang baru dengan metode pembayaran yang jauh lebih inklusif.

Jelas musisi tidak bisa mengandalkan pada penjualan lagu saja, sehingga pengalaman ini dapat mencakup berbagai bentuk konten non-lagu lainnya seperti konten premium, tiket konser, akses eksklusif, merchandise, barang-barang virtual, dan berbagai item terkait lainnya yang menarik bagi para penggemar agar mereka bersedia untuk membayar.

Di ujung lain spektrum, sesuatu seperti Spotify atau Rdio jauh lebih sederhana, lebih mudah diakses, tetapi membutuhkan kecepatan akses internet yang tinggi, stabil, terutama untuk mobile, sesuatu yang masih jarang dimiliki negara-negara di Asia. Selain itu, banyak dari layanan tersebut masih terbatas untuk wilayah Amerika Utara dan dalam kasus Spotify, Eropa, sebagian besar karena lingkup yurisdiksi label rekaman.

2 thoughts on “Menjual Musik vs Menjual Musik Sebagai Pengalaman

  1. sekadar saran supaya ada editor untuk setiap artikel sebelum dipublish, supaya tidak mengecilkn makna informasi yg terkandung dlm artikel/post. CMIIW

  2. Saya rasa seribu rupiah itu bisa masuk akal. Kalau kita lihat di amazon, harga CD new release dijual $9.99 dan harga mp3 download (12 lagu) hanya $4.99. Tapi tetap laku, berarti artis dan label juga setuju. Somehow, Amazon tahu bagaimana membuat harga $4.99 itu masuk akal di mata artis dan label.

    Dengan analogi yang sama, di dalam negeri harga eceran per lagu juga tak akan jadi masalah, akan selalu ada cara untuk membuatnya masuk akal. Problemnya mungkin beum banyak yang percaya dengan model bisnis lagu eceran.

    Telco sudah cukup lama bermain di bisnis ini (eventually mungkin jadi next cash cow setelah RBT seperti halnya data after voice), tapi somehow belum jadi produk mainstream eg: melon.co.id. harga ecerannya? Bisa tuh sampai 1500 rupiah.

Leave a Reply

Your email address will not be published.