Membicarakan sebuah startup adalah membicarakan tentang sebuah perusahaan, tentang sebuah model bisnis, dan ketika membicarakan model bisnis, perbincangan tentang bagaimana mendapatkan revenue adalah sebuah keharusan. Bukan yang paling penting memang, tapi untuk sustainability, membicarakan tentang bagaimana sebuah perusahaan mendapatkan pemasukan adalah sebuah hal yang tidak bisa tidak dibicarakan.
Social networking adalah salah satu dari sekian banyak aplikasi internet yang sering diberi pertanyaan tentang, bagaimana cara mereka mendapatkan pemasukan. Jika di negara luar, peran angel investor begitu kentara, tidak halnya di sini. Proses pembiayaan startup di Indonesia, kebanyakan bersandar investasi pribadi. Lembaga pembiayaan yang mirip di Silicon Valley memang jarang kalau boleh dibilang tidak ada.
Ada banyak model bisnis yang bisa diterapkan untuk membangun startup, yang paling sederhana yang bisa jadi juga paling rumit adalah iklan. Sederhana karena sound familiar, tapi rumit kerena mencapainya pun perlu effort, tidak hanya off line tapi on line. Secara sederhana iklan akan datang ketika trafiik situs tinggi, itu pun belum menjamin.
TweetDeck, sebagai sebuah startup, baru-baru ini meluncurkan aplikasi yang bisa mengindikasikan model bisnis mereka, yang mungkin bisa memberi ide bagi anda, para pembaca DailySocial.
Di blog resminya, TweetDeck mengatakan, bahwa selain mengembangkan core product mereka, yaitu desktop streamreader, mereka juga mulai mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak dari kalangan bisnis, seperti record labels, movie studio, media companies, dan group band. Kerjasama yang nantinya akan terjadi yaitu membuat TweetDeck Theme.
Salah satu deal yang baru-baru ini terjadi yaitu The TweetDeck Telegram Co. sebuah tema desktop/background aplikasi TweetDeck sebagai sarana promosi film Sherlock Holmes dan online game bernama 221B. Tema desktop TweetDeck ini bisa didownload secara gratis, seperti juga aplikasi TweetDeck. Tampilannya merupakan tampilan yang didasarkan pada film serta game tentang Sherlock Holmes tersebut. Aplikasi ini akan membuat avatar anda menjadi hitam putih serta terdapat detail-detail serta suasana yang merupakan ambience dari game dan film tersebut. Termasuk kolom time line tweet tentang game 221 B.
Saya jadi teringat WeTransfer, sebuah aplikasi gratis untuk mentransfer file, yang juga menggunakan pendekatan iklan background sebagai salah satu sumber pemasukan. Dengan kondisi real-time content dan Twitter yang masih menjadi trend, bisa jadi model bisnis ala TweetDeck ini akan menarik para klien, karena pengguna TweetDeck yang banyak bisa menjadi evangelist yang akan bercerita tentang kisah dibelakang tema desktop TweetDeck dan bagi konsumen, ketika desain background menarik dan populer, tentu akan membuat user men-download dan menggunakan tema yang tersedia.
Memang belum ada data statistik yang menunjukkan apakah model seperti ini berhasil atau tidak, dan belum juga ada jumlah resmi nilai bisnis yang diumumkan, tapi maksud saya adalah, aplikasi berbasis internet adalah sebuah kertas gambar yang luas sekali, yang bisa diisi dengan killer apps, iklan, atau fungsi yang lain. Aplikasi berbasis internet bukan hanya tentang teknologi dan teknik aplikasi itu sendiri, tapi juga tentang peluang-peluang bisnis diluar hal-hal teknis.
Model bisnis seperti TweetDeck ini memang belum tentu berhasil jika diterapkan di Indonesia, tapi, at least we can learn from the idea.
Bagaimana dengan pendapat anda? Apakah model bisnis TweetDeck ini sebuah ide yang brilian atau biasa saja? Share pendapat anda pada kolom komentar.
gw suka deh web nya tweet deck
sama donk :D, btw udah nyoba yang versi Sherlock ?
” Lembaga pembiayaan yang mirip di Silicon Valley memang jarang kalau boleh dibilang tidak ada.” apa mereka ( baca : angel investor di Indonesia ) masih trauma boom dot com tahun 200an ? ato media penghubung antara investor dan startups yang memang blum banyak terfasilitasi ato bagaimana? mengingat potensi startup lokal tidak bisa di pandang sebelah mata …sayang klo cuma terkendala oleh dana.. please advise 🙂
saya pernah baca salah satu artikel di majalah bisnis, tentang model pembiayaan di sini yang memang masih belum seperti di negara berkembang. saya pikir banyak faktor yang mempengaruhinya, selain tingkat kepercayaan dan resiko, ada dua faktor lagi yang, menurut pendapat saya sangat berpengaruh : pertama, industri startup berbasis internet di kita memang sudah banyak, tapi sepertinya masih dalam tahap berkembang, dan terutama, pandangan para investor atas industri ini sendiri belum maju, mungkin mereka lebih memilih industri lain yang “lebih jelas bentuknya”, dan ini berkaitang erat dengan pengetahuan para investor itu sendiri, jadi “kesalahan” bukan pada startup :), startup di sini keren kok, malah beberapa lebih keren dari startup luar
yang kedua: dari artikel yang saya baca itu, ada beberapa faktor peraturan yang ada sendiri, bisa jadi belum mengakmodir secara total bentuk-bentuk anggel investor seperti di negeri pam Sam, artinya kalau memang model investasinya sendiri, peraturannya masih belum mendukung sudah pasti akan sulit berkembang, lagi pula, pemahaman investor disini tentang pola investasi juga masih simpang siur, memang banyak investor besar yang sudah mengerti bagaimana pola investasi, tapi itu jumlahnya tentu sedikit, sedang kan lembaga pembiayaan di sini kan masih sebatas bank, dan pribadi, belum ada lembaga investasi yang memang mengkhususkan pada startup. Jika pun ada, kita juga masih harus mendata kembali, apakah pola investasinya menguntungkan para startup untuk berkembang atau, kejadian klasik: startup masih dalam tahap berkembang, tapi sudah ditagih keuntungan 🙂
jadi kalau mas denbagus mau atau sudah menjadi pelaku startup, jangat takut, model bisnis yang mendatangkan laba akan selalu menjadi tantangan bagi startup manapun, termasuk di negeri maju, kita di Indonesia kan terkenal pinter berkelit dari kesusahan ekonomi, semoga saja semangat pintar mencari celah ini juga hinggap di para startup, karena kalau dari sisi teknologi, kita sama hebatnya kok sama orang luar :), mungkin jenis-jenis model bisnis yang perlu ditingkatkan 😀
itu pendapat pribadi saya mas denbagus, mudah-mudahan bisa memberi masukan 😀
ps: denger-denger sih model pembiayaan untuk para startup di didang teknologi akan mulai berkembang tahun depan, saya juga berandai-andai, semester pertama tahun depan industri berbasis internet akan tambah maju, dan itu tentu peluang besar, tidak hanya bagi para startup tapi juga investor.
Kenapa tiap download Tweetdeck selalu muncul notify ini : “The application could not be installed. Try installing it again. If the problem persists, contact the application author.” Padahal koneksi internet saya ga bermasalah sama sekali.Tolong dijawab yaa ke emali saya