Menurut riset yang diterbitkan Monk's Hill Ventures, baik Indonesia dan Singapura masing-masing mencetak empat startup unicorn terbesar di Asia Tenggara

Monk’s Hill: Indonesia dan Singapura Dominasi Unicorn di Asia Tenggara

Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang memiliki pertumbuhan startup menjanjikan. Pertumbuhan ini tak lepas dari perkembangan teknologi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Namun, hingga pertengahan 2018 ini, Indonesia dan Singapura menjadi dua negara di kawasan Asia Tenggara yang berhasil mencetak unicorn atau status bagi startup yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar.

Sebagaimana dikutip dari The State of Southeast Asia Tech Report 2018, tercatat ada delapan unicorn di Asia Tenggara dengan valuasi $1-10 miliar. Baik Indonesia dan Singapura masing-masing mencetak empat unicorn.

Secara rinci, dari Indonesia ada Bukalapak (di atas $ 1 miliar per Januari 2018), Traveloka ($2 miliar), Tokopedia (undisclosed, pendanaan $1,3 miliar di Agustus 2018 mendorong valuasi sebelumnya sebesar $1 miliar), dan Go-Jek ($5 miliar).

Sedangkan dari Singapura ada Grab ($10 miliar), Lazada ($3,15 miliar), Razer ($1,98 miliar per Agustus 2018), dan Sea ($4,90 miliar pasca-IPO pada Agustus 2018). “Capaian ini termasuk signifikan bagi kawasan Asia Tenggara dalam menghasilkan startup unicorn dibandingkan kawasan Asia secara keseluruhan,” ungkap laporan tersebut.

Menurut data Crunchbase, hanya ada tiga unicorn di Korea Selatan, kemudian masing-masing satu di Jepang, Australia, dan Hong Kong, 10 unicorn di India, dan tentu saja Tiongkok mendominasi dengan 90 unicorn. Ini menunjukkan potensi besar startup di Asia Tenggara untuk menjadi unicorn.

Di balik pencapaian ini, tentu ada sejumlah aksi strategis terjadi sehingga mendorong deretan startup di atas meraih gelar unicorn. Misalnya, Uber angkat kaki dari Asia Tenggara dan bisnisnya di regional akhirnya dicaplok Grab.

Tepat pada awal Agustus lalu, Grab mengantongi dana segar senilai Rp29 triliun dari berbagai investor, termasuk Toyoto Motor Corp senilai $1 miliar. Ini membuat valuasi Grab menjadi $11 miliar. Dana ini pun bakal digunaka untuk menguasai pasar ride-hailing di Asia Tenggara.

Selanjutnya, ambisi Go-Jek menjadi “super app” agar setiap orang dapat melakukan apa saja dengan satu aplikasi, juga turut mendorong pemodal ventura (VC) untuk mendanai ekspansi dan pengembangan bisnis mereka di masa depan.

Demikian juga langkah strategis yang diambil Razer, menjadi salah satu indikator kesuksesannya meraih gelar unicorn. Semula startup ini masuk ke bisnis penyediaan aksesoris komputer. Razer akhirnya menuai kesuksesan berkat fokus pada niche market, yaitu di penjualan mouse komputer dan keyboard untuk gamer.

“Setiap unicorn di Asia Tenggara punya cerita kesuksesan sendiri. Namun, founder yang menggerakan bisnis dengan ambisius dan agresif turut andil dalam pencapaiannya meraih status unicorn. Mereka berhasil meyakinkan VC agar mendanai startup untuk ekspansi dan pengembangan,” demikian penjelasan laporan tersebut.

Bagi Bukalapak, rencana Bukalapak mendirikan pusat riset dan pengembangan (R&D) di Bandung membawa perusahaan menyandang status barunya sebagai startup unicorn pada Januari 2018 lalu.

Ada pula Traveloka yang sahamnya dibeli raksasa travel online dunia Expedia senilai $350 juta (lebih dari Rp4,6 triliun). Aksi ini dilakukan agar Expedia bisa menyaingi rivalnya Priceline. Dana tersebut menjadikan Traveloka sebagai startup unicorn pertama di industri travel online Indonesia dengan valuasi lebih dari $2 miliar.

Tokopedia juga gencar ekspansi pasca-pendanaan yang diterimanya dari Alibaba Group dengan nilai lebih dari Rp14 triliun pada tahun lalu. Menurut riset Financial Times, Tokopedia berhasil memperkuat posisinya di Pulau Jawa di mana area ini menjadi pasar terbesar eCommerce di Indonesia.