Nanotech IPO BEI

Nanotech Indonesia Global Bersiap Melantai di Bursa Saham Indonesia

Perusahaan nanoteknologi PT Nanotech Indonesia Global Tbk (IDX: NANO) bersiap menggelar IPO dengan melepas sebanyak 1,28 miliar saham atau setara 29,99% dari modal disetor setelah penawaran umum perdana saham. Nanotech diklaim sebagai bakal perusahaan nanoteknologi pertama di Indonesia yang akan melantai di bursa saham Indonesia.

Dalam prospektus e-IPO Nanotech, perusahaan mematok harga penawaran di kisaran Rp95 hingga Rp105 per saham dengan target dapat menghimpun sebanyak-banyaknya dana sebesar Rp134,92 miliar. Penawaran awal dijadwalkan pada 8-15 Februari dan ditargetkan mendapat pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Februari 2022.

Sebagai informasi, Nanotech berawal dari kelompok penelitian nanoteknologi yang didirikan di 2005 silam oleh Prof. Nurul Taufiqu Rochman. Setelah bertahun-tahun melakukan aktivitas penelitian dan pengembangan produk baru berbasis nanoteknologi, Nanotech resmi berdiri sebagai entitas resmi di 2019.

Misi Nanotech adalah menjawab permasalahan, kebutuhan dan tantangan para akademisi, investor, industri, dunia usaha, dan pemerintah yang hanya bisa direkayasa dengan sains dan teknologi. Mengutip situs resminya, Nanotech menawarkan jasa sains dan teknologi berbasis R&D, rekayasa material, dan nanoteknologi dengan pengalaman lebih dari 10 tahun.

Saat ini, Nanotech terhubung dengan lebih dari 300 ilmuwan nanoteknologi, memiliki lebih dari 40 lisensi teknologi, 29 merek dengan teknologi nano, serta 100 bank formula.

Penggunaan dana IPO

Masih berdasarkan prospektus e-IPO, Nanotech merincikan penggunaan dana IPO ini yang terdiri dari (1) Rp16,39 miliar untuk membeli mesin dan perlengkapan jasa teknologi rekayasa material, (2) sebesar Rp16,7 miliar untuk membeli mesin dan perlengkapan terkait jasa layanan teknologi kesehatan, kosmetik, dan farmasi.

Kemudian, (3) Rp16,22 miliar untuk membeli mesin dan perlengkapan terkait layanan R&D, (4) Rp17,04 miliar untuk mesin implementasi teknologi pemanfaatan limbah, dan (5) Rp3,61 miliar untuk pengembangan infrastruktur IT dan sistem penunjang.

Dihubungi DailySocial.id secara terpisah, Chief Operatong Officer Nanotech Kurniawan Eko Saputro mengungkap bahwa rencana bisnis ini dapat dijalankan secara paralel di 2022 mengingat Nanotech didukung dengan kerja sama operasi (joint operation) bersama sebagai penyangga beberapa unit bisnis strategis.

Saat ini, Nanotech punya lima SBU (Strategic Business Unit), di antaranya adalah SBU Industri Umum, SBU Kesehatan, Kosmetik dan Farmasi, SBU Akuakultur dan Agribisnis, SBU Pendidikan dan Pelatihan, dan SBU Properti dan Konstruksi. “SBU dengan skema ini akan dilaksanakan pada kuartal kedua 2022 dengan harapan dapat menopang akselerasi pertumbuhan secara keseluruhan,” tutur Kurniawan.

Pada industri kesehatan, kosmetik, dan farmasi sendiri, ia menilai potensinya di Indonesia masih sangat besar. Indonesia memiliki kekayaan alam dengan 30.000 spesies yang telah diidentifikasi dan 950 spesies yang di antaranya memiliki fungsi tanaman obat, yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat dan makanan kesehatan.

Dengan kondisi ini, Indonesia berpotensi menjadi produsen bahan-bahan alami di industri pangan, obat, dan kosmetik. Mengutip riset Statistita, Kurniawan menyebut pasar kosmetik bahan alami dan organik berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir dan diestimasi mencapai $22 miliar pada 2024.

Kemudian, valuasi penjualan kosmetik dunia juga disebut mencapai $145,3 miliar di 2020, dan diperkirakan terus tumbuh dengan CAGR sebesar 4,99 % per tahun selama periode 2020-2025. Menurut riset Statista 2022, valuasi pasar kosmetik dunia diproyeksikan menembus $189,3 miliar di 2025.

Belum lagi, potensi dari industri farmasi yang pertumbuhannya mencapai 12%-13% per tahun. Menurut Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pasar farmasi di Indonesia diestimasi mencapai $10 miliar di 2021.

“Indonesia memiliki kekayaan hayati dan bonus demografi. Maka, peluang terbuka lebar untuk Indonesia. Saat ini, SBU yang paling berkontribusi adalah industri umum dan kesehatan, kosmetik dan farmasi. Strategi untuk mendorong pertumbuhan pendapatan antara lain memberikan nilai tambah terhadap jasa dan layanan yang diberikan kepada pelanggan serta kepada pemangku kepentingan yang terkait,” papar Kurniawan.

Adapun terkait implementasi teknologi pemanfaatan limbah, ia menambahkan bahwa pihaknya saat ini tengah menyiapkan teknologi/sistem pengolahan limbah untuk menjadi material yang lebih aman terhadap lingkungan. Teknologi ini akan ditawarkan ke perusahaan-perusahaan yang bermasalah terhadap inovasi pengolahan atau pemanfaatan limbah yang mereka produksi selama beroperasi. Misalnya, pemanfaatan limbah industri refinery minyak goreng dan tekstil.