Netflix Mulai Gunakan Codec Baru untuk Membantu Menghemat Konsumsi Data

Menonton video secara online alias streaming merupakan salah satu skenario penggunaan ponsel yang mengonsumsi paling banyak data. Entah itu YouTube atau Netflix, keduanya sama-sama siap menghabiskan kuota data dalam sekejap, apalagi kalau videonya diputar dalam resolusi HD atau lebih.

Solusinya, kalau menurut Netflix, bisa dicapai dengan menggunakan codec bernama AV1. Dibandingkan codec VP9 yang digunakan sekarang pada aplikasi Netflix versi Android, AV1 diyakini mampu melakukan kompresi hingga 20% lebih efisien. Semakin efisien kompresinya, semakin sedikit data yang terpakai, kira-kira begitu penjelasan sederhananya.

Berangkat dari kesimpulan tersebut, Netflix pun mulai mengimplementasikan codec AV1, tapi baru secara perlahan. Untuk sekarang, hanya beberapa judul film saja yang dapat di-stream menggunakan codec AV1, dan ini cuma tersedia untuk pengguna perangkat Android yang mengaktifkan fitur “Save Data”.

AV1 codec

Tujuan akhir Netflix tentu adalah mengimplementasikan AV1 di semua platform yang didukungnya. Namun AV1 sendiri sepertinya masih belum benar-benar matang. Indikasinya, seperti yang dilaporkan Engadget, adalah bagaimana AV1 diterapkan di YouTube saat ini.

Kita sudah bisa mengaktifkan codec tersebut di YouTube, akan tetapi kita juga akan mendapat peringatan bahwa streaming menggunakan AV1 membutuhkan hardware berspesifikasi tinggi. Lebih hemat data tapi lebih boros baterai? Mungkin saja demikian, dan itulah mengapa Netflix memilih untuk merilisnya secara perlahan selagi kinerjanya terus dioptimalkan.

Kabar baiknya, Netflix merupakan salah satu anggota dari Alliance for Open Media, organisasi yang bertanggung jawab atas pengembangan codec AV1. Selain Netflix, beberapa nama besar yang juga termasuk sebagai anggota adalah Apple, Google, Microsoft, Amazon, Facebook, Samsung, dan masih banyak lagi.

Semua pada dasarnya tertarik dengan potensi AV1 sebagai codec masa depan yang bisa digunakan oleh siapapun tanpa harus memusingkan perkara lisensi atau royalti. VP9 sebenarnya juga royalty-free, akan tetapi codec tersebut dibuat dan dirilis oleh Google, dan salah satu yang menolak untuk mendukungnya adalah Apple.

Sumber: TechCrunch dan Engadget. Gambar header: Kon Karampelas via Unsplash.