Fintech Lending Indonesia di New Normal

Mempersiapkan “The New Normal” untuk Bisnis Fintech Lending

Efek pandemi mendera sebagian besar sektor bisnis, turut dirasakan oleh industri fintech lending yang harus mempersiapkan sejumlah langkah preventif demi mencegah gagal bayar oleh para peminjamnya. Pemain fintech dituntut untuk bersiap diri menuju “the new normal”.

Untuk membahas topik ini, DailySocial mengundang CMO KoinWorks Jonathan Bryan sebagai pembicara untuk #SelasaStartup edisi pekan pertama Mei 2020.

KoinWorks termasuk salah satu pionir startup fintech p2p lending di Indonesia.
Pada Februari 2020, perusahaan mengumumkan pendanaan baru dalam dua skema, yakni pinjaman dan ekuitas dengan total nilai $20 juta atau setara 316 miliar Rupiah.

Berikut ringkasannya:

Melakukan restrukturisasi kredit

Mengikuti anjuran regulator, KoinWorks juga menerapkan restrukturisasi kredit untuk bisnis peminjam yang terkena dampak pandemi. Namun, relaksasi ini tidak bisa dimanfaatkan secara merata buat semua peminjam. Dikarenakan, pemain platform tidak bisa bertindak seperti bank.

Posisi mereka ada di tengah-tengah, di antara peminjam dan pemberi pinjaman. Pemain platform memosisikan diri untuk membantu bisnis agar tetap bisa berjalan dan tidak merugikan pemberi pinjaman.

Peminjam harus menunjukkan data untuk memperlihatkan keabsahan bahwa bisnisnya benar-benar terdampak Covid-19. Entah itu dari laporan buku bank, jika mereka berupa bisnis offline bisa menunjukkan penutupan tokonya.

“Jangan sampai bisnisnya benar-benar mati, maka yang kita bangun adalah penyesuaian jadwal kepada para peminjam dengan perpanjang tenor. Itu tujuannya untuk memastikan bisnis tersebut bisa bayar dan tetap survive,” terangnya.

Lebih selektif dan cari potensi bisnis lain

Jonathan melanjutkan salah satu produk pinjaman yang tersedia di KoinWorks adalah pinjaman untuk penjual online. Lini ini masih menunjukkan tren positif seperti yang terjadi di tahun sebelumnya.

Tren kenaikan permintaan pinjaman biasanya terjadi saat awal tahun, baik itu saat salah satu e-commerce merayakan hari jadinya, momen lebaran, dan pada akhir tahun masuk ke momen akhir tahun dan harbolnas.

Menjelang momen tersebut tiba, sekitar dua sampai tiga bulan sebelumnya kenaikan pinjaman akan banyak bermunculan. Penjual pada saat itu butuh dana pinjaman untuk menyetok barang dagangannya agar aman ketika pembelian membludak.

“Kenaikannya [pinjaman] bisa 1-2 kali lipat secara yoy saat high season, terutama saat lebaran. Tahun ini kita lakukan pengetatan, misalnya tidak memberikan ke segmen yang paling terdampak Covid-19 seperti pariwisata. Ada pemetaan yang kita buat.”

Bersiap menuju “the new normal” fintech

Ketika restrukturisasi dan pengetatan scoring dilakukan, maka langkah terakhirnya adalah mengantisipasi terjadinya second wave dari dampak pandemi. Jonathan bertutur dari hasil riset internal perusahaan, banyak temuan yang bisa ditarik dari iklim investasi di berbagai negara maju.

“Menurut kita, pandemi ini selesai setelah lebaran. Tapi yang ditakutkan adalah second wave karena penyebarannya yang begitu mudah. Setelah itu baru masuk ke fase recovery, ada strategi bagaimana untuk defensif dan agresif. Jadi harus pick the right battle untuk masing-masing bisnis.”

Ketika kondisi pemulihan berhasil dilewati, maka saatnya untuk kembali ke misi awal, yakni membantu bisnis UKM tumbuh lebih agresif. “Semua bisnis yang berhasil melewati pasca pandemi, bisa dipastikan dia bisa terbang dan jump berkali-kali lipat karena sudah melewati bagian terburuknya. Itu yang mau kita bawa, mungkin sampai akhir tahun ini baru benar-benar recover,” pungkasnya.