Era digital telah membawa dunia pada sebuah perubahan budaya hampir dari segala aspek kehidupan. Menempatkan tekanan kepada faktor penentu pengambilan keputusan yang saling bernteraksi dengan faktor-faktor lain seperti ketersediaan informasi atau keuangan individu dalam mendorong terhadap perubahan perilaku.
Segala hal tersebut akhirnya akan mengerucut pada nilai, sikap, norma yang sangat spesifik, pada gilirannya menuntun individu mengadopsi sehubungan dengan keputusan atau arah tindakan tertentu.
Termasuk pengalaman seseorang dalam mendengarkan musik. Dulu di era tahun 90an, MTV dan radio menjadi sumber informasi utama akan musik. Pada masa itu seseorang mendengarkan musik lalu mendatangi toko CD dan membelinya. Lalu era 2000an saat akses internet semakin mudah, mulailah sebuah masa men-download tembang lewat jaringan internet.
Lalu kemudian sebagai konsekuensi logis, ramailah isu pembajakan. Fakta bahwa produk digital adalah virtual bukan fisik memengaruhi mekanisme ekonomi d balik produksi dan distribusi konten. Timbullah banyak perdebatan yang saling tumpang tindih menjadikan isu pembajakan atas hak intelektual rumit dan karut marut.
Sebenarnya siapa sih yang bisa hidup tanpa musik? Jawaban pasti tidak ada. Musik selalu menjadi bagian dalam keseharian. Hampir segala hal dapat dikerjakan sembari mendengarkan musik. Termasuk bekerja. Bisa saja unduh-mengunduh lagu hanya dilakukan karena ingin mendengarkan musik.
“Pembajakan itu crime of convenience. Orang ngebajak karena lebih mudah dan lebih murah. Kalau ada cara untuk mendengarkan lagu – bukan download lagu ya, karena sebenarnya obyektif orang untuk men-download lagu itu untuk didengarkan, bukan menyimpan file – yang lebih mudah, orang pasti pelan-pelan beralih,” cetus Ario Tamat, co-founder dari Ohdio.
Dari men-download, peralihan pun terjadi untuk memberikan kemudahan orang mendengarkan musik, melalui bermunculannya layanan streaming musik. Akses internet serta paket data yang ditawarkan provider layanan jaringan internet memudahkan orang untuk mendengarkan tembang pilihan yang mereka sukai.
Layanan streaming musik pun bertumbuhan baik yang dari luar maupun dalam negeri. Layanan media streaming yang paling terkenal sebut saja YouTube di segmen video yang juga dapat dipakai untuk mendengarkan (menonton) tembang kesayangan. Lalu layanan lain seperti Spotify, Rdio, Mog, Rhapsody, dan masih banyak lagi yang lain. Semuanya memberikan kemudahan dalam pengalaman mendengarkan musik.
Melihat peluang ini, Widi Asmoro, Entertaiment Manager Nokia Music, mendorong Nokia untuk memberikan jawaban untuk kebutuhan pencinta musik dengan menghadirkan layanan Mix Radio. Sebuah layanan streaming musik gratis yang menawarkan lebih dari 150 mix atau daftar lagu yang disusun oleh tim Nokia yang merupakan gabungan dari pakar musik lokal dan internasional.
Aplikasi Nokia Music dengan Mix Radio tersedia melalui Windows Phone Store untuk pengguna Nokia Lumia. Mix Radio akan tersedia bagi seluruh Nokia Lumia Windows Phone 8, dan juga untuk Nokia Lumia 900, 800, 710 dan 610.
Lebih lanjut Widi menjelaskan layanan ini merupakan layanan streaming musik yang dikurasi. Artinya pengguna dapat mendengarkan mix lewat Internet, baik dengan jaringan operator ataupun Wi-Fi, serta mengunduh hingga 4 mix favoritnya (sekitar 8 jam musik tanpa jeda iklan) untuk didengarkan dalam keadaan offline tanpa jaringan internet.
Ada situasi saat sedang berlibur, kita ingin mendengarkan musik yang mendengarkan musik tapi tak mungkin streaming sebab tak tersedia jaringan internet, bisa menyimpan mix musik favoritnya, yang dapat disimpan selama 30 hari.
Mix Radio juga memungkinkan pengguna meracik musiknya sendiri dengan memilih tiga artis, dan Nokia akan mengabungkan mix yang diinspirasikan oleh pilihan tersebut. Pengguna bahkan bisa menggunakan koleksi musik mereka sendiri untuk membuat sebuah profil musik yang lebih personal. Mereka juga dapat membeli musik favorit dari Nokia Music Store.
“Kita menyediakan layanan streaming musik yang dikurasi. Bisa didengarkan dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali,” ujar Widi.
Koleksi yang ditawarkan lebih dari 18 juta lagu. Dalam pemenuhan kebutuhan database musik, Nokia telah bekerjasama dengan label musik internasional maupun lokal. Label musik internasional yang termasuk adalah Sony Music, Warner Music dan Universal Music. Sedangkan untuk musik lokal, Nokia bekerja sama dengan Aquarius Musikindo, Alfa Records, Digital Rantai Maya, e-Motion Entertainment, Gema Nada Pertiwi, GP Records, Indo Semar Sakti, Keci Music, Musica Studio, Nagaswara, Sani Musik, Seven Music, Trinity Optima Production Virgo Ramayana, dan Musikator.
Apakah layanan musik streaming yang terus bertambah akan menekan angka pembajakan? Hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut. Tetapi hal ini diharapakan bisa memberikan perubahan perilaku dalam mendengarkan musik, dengan segala kemudahan yang tersedia. Streaming pun tak hanya bisa dinikmati melalui desktop namun lebih compact lagi ke dalam ponsel pintar Anda.
“Kerja sama dengan label dan musik agrator musik lokal, untuk mendistribusikan karyanya juga bagian dari memajukan industri musik Indonesia. We grow together,” pungkas Widhi.
“Tapi orang secara sadar memilih streaming musik karena tidak mau membajak sih, nggak ya. Karena rata-rata pendengar musik itu nggak peduli soal asli atau bajakan. Dampak langsungnya ke pembajakan sulit ditakar, itu juga tergantung seberapa cepat sebuah layanan seperti Mix Radio menyebar di masyarakat,” ujar Ario.
Widi cukup yakin dengan kemudahan dari operator yang meyediakan banyaknya paket data mampu membuat mendengarkan musik melalui layanan streaming lebih nyaman didengarkan. Widi maupun Ario sepakat bahwa pendengar musik, hanya ingin mendengarkan musik saja. Kemungkinan tak ingin menyimpan dalam file, karena mungkin akan terlalu memakan memori. Namun apakah ini, akan menjadi sebuah edukasi terhadap masyarakat untuk menekan pembajakan. Kita harap saja begitu.
[Ilustrasi foto Shutterstock]