Dalam bukunya “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, Pramoedya Ananta Toer pernah berkata bahwa Indonesia telah menjadi ‘negara budak’, subjek eksploitasi negara-negara maju. Tergantung perspektif Anda, Indonesia mungkin memang sudah berada pada posisi tersebut, dan pada kenyataannya di bidang industri digital, di tengah besarnya potensi pasar di Indonesia, masih sedikit porsi yang dinikmati pengusaha-pengusaha dalam negeri. Namun bukan berarti Indonesia tidak bisa bangkit dan mengambil apa yang menjadi haknya. Kesempatan itulah yang mendorong Andy Sjarif memulai Nurbaya Initiative untuk memajukan industri UKM
Kita semua tahu bahwa Indonesia adalah pasar yang menjanjikan, dengan potensi yang sangat besar. Dengan kata lain, kita merupakan negara konsumen yang besar. Padahal negara kita tak melulu berisi manusia-manusia konsumen. Data menyatakan banyak produsen dan pengusaha kecil yang ikut menyumbang GDP lebih dari setengah GDP negara dan menyerap banyak tenaga kerja produktif di Indonesia, yang sering disebut usaha kecil menengah (UKM).
Ranah internet sebenarnya membuka peluang yang sangat besar bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk mengembangkan bisnisnya. Saat ini produk apa saja yang dibuat punya potensi pasar tak hanya di Indonesia tetapi dunia.
Memberdayakan UKM agar berkembang melalui usaha online bukan hal yang baru didengar. Belakangan telah banyak penggiat digital yang mencoba menggalakkan upaya ini terutama dengan berkembangnya e-commerce di Indonesia dengan pesat. Bila bisnis UKM berkembang dua kali lipat saja, hal ini tentu menghasilkan dampak yang sangat signifikan pada perekonomian Indonesia secara makro.
Salah satu penggiat tersebut adalah Nurbaya Initative yang merupakan anak perusahaan dari SITTI. Dengan bendera PT. Nurbaya Artha Pratama, Andy memulai sebuah gerakan nirlaba yang bertujuan untuk mengembangkan perekonomian masyarakat Indonesia dengan cara mengembangkan skala UKM (Usaha Kecil Menegah) yang sudah ada, membantu penjualan produk atau jasa UKM secara online.
Dari semua UKM di Indonesia hanya 0,04 persen yang sudah “go online”. Hal ini disinyalir adalah karena masih minimnya edukasi mengenai internet, termasuk segala tetek bengek operasional toko online. Padahal hasil dari laporan riset McKinsey pada tahun 2010 mengatakan bahwa UKM yang bisnisnya mulai dikembangan dengan benar secara online, akan berkembang mencapai dua kali lipat.
Untuk membuat gerakan sosial ini berjalan dengan baik, Nurbaya merangkul pihak-pihak yang memiliki visi dan misi yang sama. Saat ini, Nurbaya sendiri sudah menjalin kerja sama dengan MEKAR yang memiliki database dua juta UKM di Indonesia serta Andara Link yang memfasilitasi akses finansial bagi para pelaku UKM.
“UKM yang gagap teknologi disuruh bikin toko online, ya kemungkinan tidak berjalan atau bahkan tidak mau. Makanya, biarkan mereka melakukan apa yang bisa mereka lakukan. Membuat kerajian, garmen, atau makanan. Nah urusan toko online diatur oleh anak muda Indonesia yang tech savvy dan memiliki keinginan untuk turut serta berbuat demi kemajuan Indonesia,” ujar Andy Sjarif, CEO SITTI.
Untuk itu, Nurbaya memanggil para social entrepreneur muda sebagai fasilitator digital, individu yang membantu UKM dalam mempersiapkan, memasarkan online dan merawat toko online milik UKM, serta bekerja membantu mengembangkan usaha dengan sistem bagi hasil.
“Indonesia menjadi negara pengguna media sosial terbesar di dunia, bisa juga berarti negara paling berisik di sosial media. Kami mengajak anak muda tersebut untuk membantu memasarkan produk UKM,” lanjut Andy.
Saat memulai membantu UKM, para social entrepreneur itu akan dipinjami “kredit digital” sebesar US$ 1200 (± Rp.14 juta) yang bisa digunakan untuk membayar semua layanan yang tersedia di dalam ekosistem Nurbaya seperti e-commerce platform, hosting, payment gateway, layanan logistik, dan pelatihan.
Saat mendapat mendapat “kredit digital” ini, seorang fasilitator berhak dan wajib membantu lima UKM membawa usahanya ke dunia online dan sekaligus membantu memasarkan produk UKM tersebut dengan menggunakan peralatan yang sudah disediakan dalam ekosistem Nurbaya.
Dari kegiatan tersebut, fasilitator mendapatkan penghasilan berupa “bagi hasil dari keuntungan penjualan” sesuai dengan kegiatan pemasaran online yang sudah dilakukan. Nah, bagi Anda para social entrepreneur, ini merupakan kesempatan yang baik untuk membantu UKM Indonesia memajukan industri lokal tidak hanya dalam lingkup nasional namun juga regional dan global.
[Ilustrasi foto: Shutterstock]