OJK menyiapkan aturan equity crowdfunding untuk UKM yang ingin mendapatkan dana segar dari publik tanpa harus listing (IPO) di Bursa Efek Indonesia

OJK Segera Perbolehkan UKM Cari Pendanaan Tanpa IPO di BEI

OJK dalam waktu dekat akan merilis aturan baru untuk mempermudah UKM, termasuk startup teknologi, mencari pendanaan tanpa harus melalui proses IPO di Bursa Efek Indonesia. UKM bisa menempuhnya melalui skema equity crowdfunding.

“Akan dibahas saat Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulan ini. Sekitar 15 hari atau sebulan (setelah RDK) akan diundangkan Kementerian Hukum dan HAM,” terang Direktur Pengaturan Pasar Modal OJK Luthfy Zain Fuad, dikutip dari Katadata.

Menurutnya, skema yang dipakai aturan ini tidak jauh berbeda dengan penawaran saham publik di pasar modal. Bedanya aturan ini ditujukan untuk perusahaan skala kecil dan melibatkan tiga pihak, yakni penerbit (perusahaan yang membutuhkan modal), penyelenggara atau platform, dan pemodal atau investor.

Perusahaan yang membutuhkan dana akan menyampaikan kepada platform untuk mengambil dana masyarakat. Platform akan melakukan kajian kelayakan perusahaan yang menghimpun modal. Setelah kelengkapan selesai, platform menampilkan penawaran agar publik bisa membeli saham tersebut.

Aturan detail

Luthfy menjelaskan lebih jauh, ada aturan main yang harus diperhatikan berbagai stakeholder sebelum meraup dana publik.

Aturan yang dikenakan untuk penyelenggara: (i) mereka harus berbentuk PT atau koperasi, (ii) wajib mengajukan perizinan ke OJK dan memiliki permodalan di atas Rp2,5 miliar, (iii) harus memiliki keahlian di bidang IT. Penyelenggara berfungsi tidak hanya memasarkan saham. (iv) Mereka wajib meninjau terlebih dahulu kondisi penerbit, termasuk dari sisi laporan keuangan. Penyelenggara juga harus memiliki SDM yang ahli melakukan peninjauan tersebut.

Laporan keuangan penerbit yang diminta OJK minimal disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) non audited. Persyaratan ini dianggap lebih ringan dibandingkan jika penerbit mencari pendanaan lewat perbankan. Biayanya pun juga lebih efisien.

Persyaratan penerbit yang ingin melepas sahamnya: (i) mereka harus berbadan hukum PT, (ii) memiliki kekayaan di bawah Rp10 miliar, di luar tanah, dan bangunan, (iii) tidak boleh dikendalikan oleh suatu kelompok usaha (konglomerasi) baik secara langsung maupun tidak langsung, (iv) juga tidak diperbolehkan untuk perusahaan yang sudah berstatus terbuka (Tbk) ataupun anak usaha Tbk.

Investor yang membeli saham UKM akan menerima jatah deviden saat perusahaan tersebut mendapat laba. Investor juga berhak memberikan suaranya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

OJK membatasi investor yang bisa berpartisipasi ini dengan ketentuan: (i) mereka yang memiliki penghasilan di bawah Rp500 juta per tahun, berinvestasi maksimal 5% dari penghasilannya, (ii) untuk investor dengan penghasilan di atas Rp500 juta maksimal investasinya 10% dari penghasilan.

“Setiap pihak dapat menjadi pemodal di skema equity crowdfunding ini dengan ketentuan tersebut.”

OJK memberi pengecualian bagi investor yang berbentuk badan hukum, mereka dapat menyuntikkan modal tanpa nilai maksimal. Pengecualian juga diberikan untuk investor yang memiliki pengalaman investasi di pasar modal minimal dua tahun dengan dibuktikan dengan kepemilikan rekening efek.

Di tahapan equity crowdfunding, penerbit harus menyampaikan kelengkapan dokumen kepada penyelenggara untuk dipelajari lebih dalam. Setelah selesai, penawaran saham akan ditampilkan ke publik dan investor dapat mendaftarkan diri dan membeli saham melalui penyelenggara.

Investor akan membayar lewat escrow account yang disiapkan penyelenggara. Penerbit menyerahkan sahamnya ke penyelenggara untuk didistribusikan ke investor. Penghimpunan dana dari investor memiliki beberapa ketentuan yang akan diatur OJK. Nilai penawaran saham oleh satu UKM hanya Rp10 miliar dengan jangka waktu penawaran selama 12 bulan.

Penerbit saham boleh memecah nilai Rp10 miliar dalam beberapa kali penawaran. Masa tiap penawaran adalah selama 60 hari dan hanya dapat menawarkan saham melalui satu penyelenggara dalam waktu yang bersamaan.

Penawaran saham akan batal jika minimal dana yang ditargetkan perusahaan tidak terpenuhi selama 60 hari tersebut. OJK mewajibkan penerbit untuk menyampaikan laporan tahunan dan mengumumkannya ke masyarakat melalui penyelenggara.

Risiko untuk investor

Kendati instrumen investasi untuk UKM ini memiliki banyak keuntungan, namun dia menekankan ada risiko yang perlu diwaspadai. Contohnya (i) risiko investor tidak mendapat dividen apabila perusahaan tidak untung.

Berikutnya risiko saham perusahaan tidak likuid, bahkan risikonya lebih tinggi daripada perdagangan di pasar modal pada umumnya karena tidak memiliki pasar yang tersedia, sehingga ada (ii) risiko capital loss.

“Tidak ada kewajiban bagi penyelenggara untuk membuat sarana perdagangan sekundernya. Tapi dalam aturannya, kami memberikan kesempatan bagi penyelenggara untuk menyediakan sarana perdagangan sekundernya.”

Berikutnya, (iii) risiko dilusi kepemilikan karena saham penerbit bisa saja menawarkan saham seperti skema rights issue kepada publik lainnya tanpa menawarkan kepada pemegang saham yang sudah ada.

(iv) risiko kegagalan operasional dari penyelenggara meski mereka diwajibkan memiliki sistem yang aman dan andal menurut UU ITE. (v) risiko informasi asimetris dan kualitas informasi yang diberikan oleh penebit kepada publik, seperti laporan keuangan yang berbasis SAK-ETAP non audited.

Meski memiliki banyak risiko yang dihadapi investor, berinvestasi di instrumen ini memang sedikit unik. Berkaca pada skema pendanaan yang sama di luar negeri, biasanya investor equity crowdfunding memang diperuntukkan buat investor yang tertarik pada perusahaan rintisan seperti UKM.

“Di luar negeri, mereka mengenal sebutan angel investor. Mereka burn money dulu.”

Setelah perusahaan tumbuh semakin besar, investor akan mendorong perusahaan untuk go public. Manfaat baru diperoleh ketika modal perusahaan semakin besar dan akhirnya menjadi perusahaan publik.