Equity crowdfunding, jika aturannya disahkan, bisa menjadi alternatif startup mencari pendanaan

OJK Kaji Penerbitan Beleid “Equity Crowdfunding”

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sedang mengkaji penerbitan beleid equity crowdfunding sebagai alternatif investasi untuk perusahaan startup.

Equity crowdfunding adalah alternatif pendanaan dari sejumlah orang unuk membiayai suatu perusahaan atau proyek. Investor akan mendapat pengembalian imbal hasil berupa saham perusahaan hingga kompensasi.

Direkur Grup Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro OJK Fithri Hadi mengatakan aturan ini sebanarnya sudah dalam berbentuk draft. Hanya saja, masih perlu melalui tahap diskusi publik dengan berbagai pihak sebelum direalisasikan berbentuk POJK.

Target dari pemberlakuan beleid ini pun jadi tidak bisa ditentukan. Kemungkinan besar, baru dirilis tahun depan karena prosesnya yang panjang.

Melindungi investor

Ada sejumlah poin yang dibahas dalam beleid tersebut, di antaranya model bisnis perusahaan dari equity crowdfunding, mitigasi risiko, penggunaan teknologi, pengelolaan data, dan pengamanan sistem teknologi.

“Jadi dari mitigasi risikonya, bagaimana nantinya investor terlindungi. Setelah beli, dia punya secondary market, jangan sampai jualnya [sahamnya] susah,” terangnya, seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Regulator ingin memastikan jual beli saham di dalam equity crowdfunding ini menarik bagi pasar. Harapannya supaya mereka tidak sulit bila ingin menjual sahamnya ke pelaku pasar lain.

Mitigasi lainnya yang ingin disasar OJK adalah berupa penjaminannya. Apakah model ini akan mencontoh ke aturan pasar modal yang berlaku saat ini, ada perusahaan kliring penjaminan atau dilepas ke model lain.

Terkait hal tersebut, Fithri mengaku belum berdiskusi lebih lanjut dengan Bursa Efek Indonesia (BEI). Belum ada kepastian apakah manajemen equity crowdfunding akan digabung atau tidak ke ranah BEI.

Namun yang pasti, beleid ini tidak akan seketat atau disamakan dengan perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana (IPO). Perusahaan sekelas startup dapat dimudahkan dalam mencari opsi tambahan permodalan lewat penerbitan beleid tersebut.

“Misalnya ukuran size. Kemudian yang lain bagaimana kalau investornya cross border, nah itu yang susah kalau tradisional.”

Lebih lanjut, Fithri menuturkan, model pencarian dari lewat equity crowdfunding sudah diterapkan di beberapa negara, seperti Inggris dan Kanada. Dengan begitu, regulator akan mencontoh model yang sudah dijalankan di negara tersebut.

“Inggris kan memang sebagai pusat keuangan di dunia nomor satu ya jadi dengan perkembangan tren teknologi, uang ini kan seperti tanpa batas karena jadi barang digital,” pungkas Fithri.