Melihat perkembangan layanan financial technology saat ini, Indonesia sudah menjadi pasar yang memiliki potensi sangat cerah dan banyak dilirik oleh startup fintech, baik lokal maupun asing. Masih sulitnya pelaku UKM untuk meminjam tambahan modal ke bank dinilai menjadi pemicu banyaknya layanan peer-to-peer (p2p) lending di Indonesia.
Dalam acara Fintech Inclusion Forum, Deputi Komisioner Institute OJK Sukarela Batunanggar menegaskan, perlunya perubahan yang cukup drastis dilakukan bank untuk bisa memberikan layanan yang lebih baik ke pelaku UKM. Makin maraknya layanan fintech saat ini diharapkan bisa menjadi pemicu bagi bank untuk bisa merevisi aturan mereka.
“Saat ini Bank Indonesia sudah menetapkan peraturan kepada bank untuk memberikan pinjaman 20% kepada pelaku UKM. Namun masih banyaknya aturan yang diterapkan untuk mereka masih menyulitkan pelaku UKM untuk mendapatkan pinjaman modal dari bank,” kata Sukarela.
Di situlah akhirnya layanan fintech mulai masuk dan memanfaatkan celah yang ada. Menurut Co-Founder & CEO Investree Adrian A. Gunadi, mengedepankan teknologi dan data alternatif layanan fintech mampu untuk memberikan solusi mudah dan cepat kepada peminjam yang kebanyakan berasal dari kalangan UKM.
“Bukan hanya pelaku bisnis tapi kalangan individu untuk berbagai kebutuhan sudah banyak memanfaatkan layanan fintech, karena kemudahan dan akses cepat yang ditawarkan,” kata Adrian.
Namun demikian, agar layanan fintech bisa berjalan dengan baik, harus tetap melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan regulator, dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan kerangka dan struktur yang ditetapkan, bisa meminimalisir terjadinya layanan fintech yang terlalu banyak dan tidak terdaftar seperti yang terjadi di Tiongkok.
Untuk itu OJK berencana untuk mendirikan fintech center pada pertengahan bulan Agustus 2018 mendatang. Nantinya semua peraturan OJK yang akan diterbitkan bakal diumumkan secara terbuka dan transparan di fintech center tersebut.
Konsolidasi bank dan layanan fintech
Agar pertumbuhan layanan fintech bisa sempurna, teknologi tidak selalu menjadi andalan. Dalam hal ini Sukarela menyebutkan peranan agen untuk melakukan verifikasi calon nasabah juga bisa membantu akuisisi nasabah yang terdaftar dengan tepat. Perusahaan fintech harus bisa melakukan verifikasi data untuk bisa menyediakan layanan keuangan kepada pelaku UKM. Kolaborasi antara bank dengan layanan fintech juga bisa membantu mempercepat pertumbuhan layanan fintech dibawah naungan regulatory sandbox dari OJK.
“Tantangannya bagaimana mengimplementasikan dengan bank, saat ini saya melihat sudah ada 10 bank ternama di Indonesia yang mulai ‘open’ dan bersedia untuk melakukan kolaborasi dengan layanan fintech,” kata Adrian.
Untuk memastikan kolaborasi antara bank dan layanan fintech bisa berjalan dengan baik, OJK akan melakukan monitoring sekaligus memberikan saran kepada bank agar bisa lebih open. Tidak hanya kepada layanan fintech, tetapi juga persaingan dengan bank lain.
“Bagi kami di OJK penting bisa memfasilitasi kompetisi, dalam hal ini melakukan konsolidasi dengan bank dan menyediakan bank “ruang” untuk melakukan konsolidasi. Kami juga meminta bank untuk melakukan revisi dan membuat framework open policy,” kata Sukarela.