Pada Juni 2016, LINE Corp, perusahaan penyedia layanan messaging asal Jepang, mengumumkan Ongki Kurniawan untuk menjabat sebagai Managing Director LINE Indonesia. Nama Ongki Kurniawan sudah tidak asing bagi industri teknologi. Ia sempat lama bekerja di XL Axiata dan posisi terakhir yang ia jabat adalah Director/Chief Digital Services Office (CSDO).
Dengan hadirnya Ongki dan segudang pengalamannya dari kantor lama, banyak agenda yang disiapkan LINE untuk meraih target sebagai smart portal nomor satu di Indonesia.
DailySocial berkesempatan untuk wawancara khusus dengan Ongky. Berikut ini petikannya:
Bisa diceritakan mengapa LINE baru memiliki Managing Director (MD) untuk Indonesia?
Biasanya bila suatu korporasi asing masuk ke negara baru, mereka akan mengirim orang dalam bentuk tim ukuran kecil sekitar 2-3 orang. Itu yang LINE lakukan saat masuk ke Indonesia pada 2013. Kemudian, sekitar 1,5 tahun yang lalu, sudah ada MD yang ditempatkan, namun asalnya dari Korea Selatan. Belum orang lokal.
Nah, seiring dengan membesarnya bisnis LINE di Indonesia, jadi terpikirkan bahwa mereka perlu orang lokal untuk bisa meng-handle segala urusan. Mulai dari pengembangan bisnis, konten, hingga bertemu dan berinteraksi dengan klien lokal, perlu dilakukan oleh orang lokal karena dinilai lebih memiliki kemampuan dan tahu karakteristik pasar.
Sebenarnya saya sudah menjadi MD sejak empat bulan lalu. Namun, berhubung pada saat itu LINE Jepang sedang memproses pencatatan saham di Bursa Saham New York dan Tokyo, jadi tertunda pengumumannya baru bisa sekarang.
Lalu bagaimana dengan rencana kerja setelah Anda terpilih menjadi MD?
Kini dengan adanya orang lokal yang memimpin, diharapkan bisnis LINE terus menunjukkan eksistensinya di tanah air. Pada intinya, agar LINE bisa menjadi smart portal nomor 1 di Indonesia, kami ingin menguatkan basis utama LINE sebagai aplikasi messaging.
Saat ini, LINE terhitung sudah memiliki fitur messaging yang cukup lengkap, ada voice call, video call, grup, dan kini ada fitur add people nearby. Kami perlu berinovasi lagi untuk mengembangkan lebih banyak fitur messaging karena tingkat persaingan aplikasi segmen ini di Indonesia cukup ketat. Makanya kami perlu diferensiasi dengan rutin melakukan inovasi.
Kemudian, LINE juga sudah mengembangkan fitur layanan, seperti Line Official Account, Line Shopping, Line Business Connect, Line@, Line Webtoon, Line Games, dan Line Today. Keseluruhan layanan ini menjadi pilar pendukung Line untuk menjadi smart portal. Visi utama yang hendak kami tuju, tidak hanya menjembatani para pengguna untuk saling terhubung, tetapi juga memberikan akses kepada ragam informasi dan layanan dimanapun dan kapanpun.
Sederhananya, pengguna hanya tinggal mengakses aplikasi LINE untuk melakukan kegiatan sehari-harinya. Mulai dari membaca berita, pembayaran, berbisnis, berbelanja, hingga naik transportasi bisa dilakukan lewat LINE.
Lalu bagaimana dengan tantangan yang akan LINE hadapi ke depannya?
Tantangan yang utama adalah belum meratanya seluruh infrastruktur pendukung, seperti layanan 3G dan smartphone. Padahal ini adalah fondasi dasar yang harus dimiliki sebelum menjadi pengguna LINE. Namun, bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisinya sudah lebih membaik.
Kami banyak didukung oleh produsen perangkat, kini harga smartphone sudah jauh lebih murah. Akan tetapi, kami tidak bisa jadi pihak yang menunggu bola saja. Harus ada strategi menjemput bola.
Sudah ada dalam roadmap kami dalam enam bulan mendatang ada rencana strategis yang akan dilakukan. Konsep intinya adalah ketika orang membeli smartphone pertama mereka, aplikasi messaging yang akan digunakan adalah Line. Namun saya belum bisa mengungkapkan lebih detil lagi, tunggu tanggal mainnya.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana mengedukasi masyarakat Indonesia bahwa banyak kegunaan yang bisa didapat dari LINE selain tempat untuk membeli sticker, ada fitur lainnya yang bisa dilakukan seperti berbelanja dan memesan ojek. Masih banyak orang yang belum terbiasa dengan hal itu.
Bagaimana perhatian LINE Jepang terhadap pasar Indonesia?
Pada tahun ini, total pengguna aktif LINE di Indonesia mencapai 80% dari 90 juta orang, naik 200% dibandingkan 2014. Sebagian besar pengguna LINE di Indonesia adalah kaum millenial berumur 18-32 tahun. Jumlah itu membuat Indonesia menempati posisi keempat dari 230 negara lainnya. Secara global pengguna aktif LINE berjumlah lebih dari 220 juta orang.
Dengan total penduduk Indonesia sekitar 250 juta, sekitar 40% di antaranya adalah kaum millenial. Ini adalah sasaran utama kami, apabila sekian persen dari total millenial bisa kami tarik jadi pengguna akan banyak keuntungan yang bisa dirasakan.
Kantor pusat LINE sangat menaruh perhatian terhadap pasar Indonesia. Mereka pun memberikan komitmennya untuk melancarkan segala rencana bisnis yang akan kami lakukan ke depannya dengan mengucurkan dana hasil dari IPO kemarin. Bagi mereka, asalkan rencana bisnis yang kami ajukan ke mereka mempunyai feasibility dan scalability yang jelas, pasti akan dibantu.
Apakah LINE sudah memulai monetisasi bisnis?
Monetisasi sudah mulai, namun itu baru sebatas untuk penjualan sticker saja. Saat ini fokus kami masih memperbesar jumlah pengguna dan mengembangkan fitur messaging sebagai basis utama aplikasi. Sebenarnya ada banyak potensi dari layanan kami yang bisa dimonetisasi, seperti Line Business Contact dan Line@.
Sementara ini layanan Line Business Contact baru kami lakukan dengan Go-Jek, Elevania, dan Sale Stock. Kami sudah buat pricelist-nya bila ada perusahaan lain yang berminat. Bahkan, di Thailand sudah ada kerja sama dengan Wall’s. Jadinya, pengguna LINE yang ingin membeli es krim tinggal menghubungi Line dan petugas Wall’s akan datang ke tempat pemesanan.
Kami ingin menggandeng partner bisnis sebanyak-banyak agar LINE bisa mendominasi pasar Indonesia. Saat ini sudah banyak perusahaan yang mengantri ingin kerja sama dengan kami, semakin bervariasi segmen bisnis yang bisa ditawarkan, turut menguntungkan semua pihak.
Kami perkirakan pada 2019 nanti sudah bisa melakukan monetisasi tapi masih partial, belum seluruhnya. Kami melihat persaingan aplikasi messaging di Indonesia sangat ketat bahkan hingga 2019 mendatang.
Tidak seperti LiNE di Jepang, Thailand, dan Taiwan. Di sana, LINE sudah cukup dominan pasarnya. LINE Jepang sudah bisa melakukan monetisasi tiga tahun setelah berdiri di 2011.