Setelah Telkomsel dan Smartfren masuk segmen prabayar digital, XL Axiata menyiapkan layanan Live.On. Dikabarkan mereka bermitra dengan Circles Life

Melepas “Branding” Operator Lewat Layanan Prabayar Berbasis Digital

Di tengah stagnannya pertumbuhan industri, operator telekomunikasi terus berupaya mencari gebrakan baru melalui produk/layanannya. Berpengalaman gagal mengembangkan bisnis digital, sejak tahun lalu satu per satu operator mulai masuk ke layanan kartu prabayar berbasis aplikasi.

Di Indonesia, layanan ini mungkin bisa dibilang baru karena cara kerjanya sangat berbeda dengan cara masyarakat biasa membeli kartu prabayar. Segala aktivitas mulai dari pemesanan kartu, pemilihan nomor, registrasi, hingga pembelian paket dilakukan melalui aplikasi.

Layanan ini pertama kali di Indonesia diluncurkan oleh Telkomsel pada Oktober 2019 dengan merek by.U. Berselang beberapa bulan kemudian, layanan serupa Switch Mobile juga hadir di pasaran. Switch Mobile merupakan produk prabayar terbaru Smartfren.

Selain dua operator tersebut, XL Axiata (XL) bakal terjun ke layanan prabayar berbasis digital dalam waktu dekat. Berdasarkan informasi yang dihimpun DailySocial, XL akan masuk dengan merek Live.On.

Aplikasi Live.On telah tersedia di Google Play, tetapi belum resmi beroperasi secara komersial. Menurut pantauan kami, XL membuka toko resmi Live.On di Shopee untuk pembelian kartu perdana.

Pihak XL tidak memberikan komentarnya terkait hal ini. Meskipun demikian, sumber kami menyebutkan XL menggandeng Circles.Life untuk membangun Live.On. Tautan aplikasi Live.On di Google Play serupa dengan Circles.Life.

Circles Life adalah startup telko digital (MVNO) yang telah beroperasi di Singapura, Australia, dan Taiwan. Circles Life memang telah merencanakan ekspansi ke Indonesia sejak tahun lalu. Belum jelas seperti apa bentuk kemitraan antara XL dan Circles Life.

Merangkul anak muda dengan “penyegaran”

Langkah mengembangan bisnis prabayar digital menandakan operator seluler mulai serius membidik segmen anak muda melalui branding dan model bisnis yang berbeda dari produk seluler pendahulunya

Operator berupaya menghadirkan produk yang dapat dipersonalisasi sesuai kebutuhan pengguna. Produk ini dianggap cocok untuk kalangan anak muda yang cenderung tak ingin didikte dalam menikmati layanan.

Sebelumnya, mantan Direktur Utama Telkomsel Emma Sri Hartini sempat menyebutkan bahwa Telkomsel telah 25 tahun berdiri dan dipandang sebagai merek lama. Peluncuran by.U dinilai dapat menjadi langkah “penyegaran” untuk merangkul generasi Z tanpa menganibalisasi produk existing-nya, yakni simPATI, AS, dan Loop.

“Gen Z itu tidak mau diatur produknya, mereka tidak product-driven. Berbeda dengan selama ini produk-produk yang sudah ada di-drive oleh operator. Nah, by.U ini bisa dikustomisasi sesuai kebutuhan pengguna,” papar Emma.

Dihubungi secara terpisah, Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys mengatakan hal senada. Menurutnya, ia ingin merek seluler ini [Switch Mobile] dapat dikenal sebagai produk baru di pasaran tanpa perlu diasosiasikan dengan merek existing Smartfren.

“Saat ini, pelanggan kami sebagian besar berada di kelas C dan D. Dengan Switch ini, kami ingin membidik high market di kelas B dan C,” ungkap Merza.

Keluar dari perang harga

Lebih lanjut, Merza, yang juga adalah Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), mengakui bahwa industri telekomunikasi mulai mengarah ke layanan prabayar digital. Pasar menanti apakah Indosat dan Tri Indonesia untuk masuk ke layanan serupa.

Sebetulnya, peluncuran produk prabayar adalah hal lumrah. Setiap operator memiliki lebih dari satu produk seluler yang menyasar segmen pasar berbeda. Namun, produk prabayar berbasis digital dapat menjadi strategi baru operator untuk keluar dari lingkaran perang harga yang telah berlangsung lama.

Layanan prabayar digital mengedepankan kebaruan merek dan produk tanpa diasosiasikan dengan perusahaan telekomunikasi. Menurut Merza, layanan ini dapat membuka peluang untuk berkompetisi di dua segmen pasar, yani pasar terjangkau dan premium.

Setelah era kegagalan e-commerce, e-wallet, dan OTT, operator masih terus mencoba mencari model bisnis yang tepat untuk menjadi operator digital telco (digico). Kendati demikian, belum dapat diketahui apakah strategi ini dapat memberi dampak positif terhadap pertumbuhan industri telekomunikasi. Apalagi, ruang pertumbuhan pelanggan seluler di Indonesia semakin sulit.

“Untuk bermain di produk existing, operator tidak bisa lagi menaikkan harga, pelanggannya bisa kabur,” paparnya.

Application Information Will Show Up Here