Pandangan Komite Olimpiade Soal Esports

Esports tidak hanya terus tumbuh sebagai industri, competitive gaming juga semakin diterima oleh masyarakat sebagai olahraga. Pada tahun lalu, esports menjadi olahraga eksibisi dalam Asian Games. Sementara pada tahun ini, esports telah menjadi cabang olahraga dengan medali. Indonesia berhasil memenangkan dua medali perak dalam game Mobile Legends dan Arena of Valor. Pada 2020, pertandingan esports Street Fighter dan Rocket League juga masuk ke sebagai kegiatan pre-event Olimpiade 2020. Tyler “Ninja” Blevins, salah satu streamer paling populer saat ini, bahkan mengatakan bahwa hanya masalah waktu sebelum esports masuk ke dalam Olimpiade.

Setelah mengadakan Olympic Summit ke-8, International Olympics Committee (IOC) mengungkap pandangan mereka tetang esports. Sebelum ini, IOC menganggap bahwa esports bisa dianggap sebagai kegiatan olahraga. Ketika itu, mereka juga meyebutkan bahwa keberadaan esports bisa membuat generasi muda lebih tertarik dengan Olimpade. Memang, sebagian besar penonton esports adalah generasi milenial dan gen Z.

Meskipun begitu, sekarang, IOC mengatakan, mereka ingin fokus pada game yang didasarkan pada olahraga tradisional, seperti sepak bola atau basket. Memang, sebelum ini, IOC pernah menyatakan kekhawatiran mereka tentang game esports yang menampilkan kekerasan secara eksplisit atau mengandung konten yang melanggar nilai Olimpiade. Mengingat anggota IOC berasal dari berbagai negara, game shooting yang bertema militer bisa menjadi masalah sensitif bagi sebagian anggotanya.

Anggota IOC dalam Summit ke-8. | Sumber: Business Insider

“Tentang game elektronik yang didasarkan pada olahraga, Summit melihat potensi besar untuk bekerja sama dan mengintegrasikan game itu pada kegiatan olahraga,” kata IOC dalam pernyataan resmi, dikutip dari Business Insider. “Banyak simulasi olahraga yang membuat para pemainnya bergerak berkat teknologi Virtual dan Augmented Reality, membuatnya semakin menyerupai olahraga tradisional. Sementara game elektronik yang lain, Summit memutuskan, sekarang, acara olahraga harusnya fokus pada pemain dan gamer daripada pada game tertentu.”

Itu artinya, IOC ingin mendorong para pemain dan gamer untuk ikut serta dalam olahraga tradisional dan mengubah gaya hidup mereka agar menjadi lebih sehat. Memang, pemain profesional bisa menghabiskan waktu setidaknya delapan jam untuk berlatih setiap harinya. Mereka juga menghadapi berbagai tantangan yang mungkin tidak diketahui oleh masyarakat umum. Para gamer profesional juga mendapatkan tekanan mental layaknya atlet olahraga tradisional. Karena itu, organisasi esports biasanya menyediakan psikolog dan tak melulu mendorong pemainnya untuk bermain game untuk berlatih. Mereka juga berusaha mendorong para pemainnya untuk hidup dengan lebih sehat. Organisasi esports Gen.G bahkan memulai kampanye hidup sehat yang disebut Player Wellness Campaign.

Sumber header: The Drum