Pandi Beri Syarat Pendaftaran Domain Gunakan NIK

Pengelola Nama Domain Indonesia (Pandi) menetapkan proses registrasi domain internet lokal menggunakan Nomer Induk Kependudukan (NIK). Skema ini diharapkan mampu menekan anonimitas yang mungkin bertindak tanpa tanggung jawab. Sebelumnya, registrasi kartu perdana prabayar turut ditertibkan dengan persyaratan yang sama.

Keputusan yang disampaikan oleh Pandi ini dijalankan atas komitmen kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

“Sebelumnya kan pakai fotokopi KTP yang dilampirkan, sekarang wajib menggunakan NIK agar pendataan lebih akurat,” kata Ketua Umum Pandi Andi Budimansyah, seperti yang dilansir oleh Kompas.com (21/12).

Lebih jauh menurut Andi, sistem registrasi ini telah dianggap sebagai terobosan baru yang memudahkan masyarakat ketika menginginkan nama domain hanya menggunakan NIK saja. Berkaca dari Singapura yang telah mengadopsi sistem serupa, Andi berharap penertiban penggunaan nama domain, sesuai dengan data resmi tersebut bisa menekan situs-situs yang tidak jelas kepemilikannya.

“‎Kita sekarang punya 12 registrar. Biasanya kita upload gunakan KTP, tetapi sekarang berbeda. Kalau Pandi tidak ada masalah, tetapi mereka (registrar) butuh pemahaman. Mungkin bisa diterapkan pada semester pertama 2016,” tambah Andi.

Guna mengimplementasi sistem registrasi baru ini Andi membutuhkan waktu yang cenderung tidak sebentar karena faktor persiapan dari segi teknis, misalnya registrasinya perlu disosialisasikan lebih dulu kepada pihak yang ditunjuk untuk mendaftarkan pengguna baru.

Menekan konten negatif dari pihak yang tidak bertanggung jawab

Di era keterbukaan informasi seperti saat ini justru memberikan tantangan tersendiri untuk menyaringnya. Tidak sedikit situs-situs mengudara dikelola oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab, menebar informasi yang belum jelas keabsahannya. Seperti saat masa Pilpres 2014 silam, banyak situs yang memberikan informasi dengan berita tidak benar dan kesalahan berlogika yang berujung pada miskonsepsi. Kepemilikan situs menjadi sulit ditemukan ketika penelusuran berujung pada anonimitas.

Konten illegal seperti judi dan prostitusi juga seharusnya dapat dengan mudah dicegah dengan metode ini. Tanpa harus secara membabi buta menutup akses yang kerap kali dinilai kurang tepat sasaran.