Startup agritech Eratani memperoleh pendanaan awal (pre-seed) sebesar 23 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Trihill Capital, diikuti partisipasi dari Kenangan Kapital dan Kopital Network. Melalui pendanaan ini, mereka akan membangun ekosistem pertanian dari hulu ke hilir hingga mengembangkan super app bagi petani.
Sejumlah founder startup juga ikut menyuntik investasi ke Eratani di antaranya adalah Co-founder & CEO Koinworks Benedicto Haryono, Co-founder & CEO Sociolla John Marco Rasjid, Founder & CEO Gaji Gesa Vidit Agrawal, dan beberapa angel investor lainnya.
Menurut Founder & CEO Eratani Andrew Soeherman, investor tertarik dengan model bisnisnya karena fokus pada seluruh proses pertanian dari hulu (upstream) hingga hilir (downstream). Hal ini memberikan Eratani nilai kompetitif terhadap terobosan baru di industri pertanian ke depan.
“Kami terus membangun dan memajukan ekosistem pertanian dengan digitalisasi dan transparansi di setiap prosesnya. Ke depannya Eratani ingin banyak berkolaborasi dengan badan usaha pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan membantu pemerintah dalam mendorong pertumbuhan sektor pertanian yang merata di Indonesia,” ungkapnya.
Eratani didirikan oleh Andrew Soeherman, Kevin Juan Tanggo Laksono (COO), dan Angles Gani (CPO) pada Juni 2021. Mereka membidik posisi nomor satu di Indonesia sebagai platform agritech yang memiliki ekosistem pertanian kuat dengan layanan mulai dari pembiayaan, pengadaan barang, pengolahan, hingga distribusi hasil panen. Saat ini Eratani telah membina lebih dari 5.000 petani di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
Ekspansi hingga super app
Lebih lanjut, Eratani akan fokus membangun ekosistem dan supply chain; ekspansi ke seluruh pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan; serta mengembangkan platform super app bagi petani Indonesia. Adapun, super app ini dirancang untuk dapat mengakomodasi kebutuhan petani melalui digitalisasi proses pertanian, mulai dari akses permodalan usaha, edukasi pengolahan lahan, sarana produksi pertanian, dan pengelolaan hasil panen.
“Sejak awal Eratani hadir di Indonesia, kami berupaya membantu petani melewati tantangan yang dihadapi. Itulah sebabnya pembangunan super app menjadi kunci percepatan bagi tersedianya ekosistem digital yang terpercaya bagi petani. Kami optimistis akan lebih banyak petani yang dapat diberdayakan,” ujarnya.
Dalam wawancara terdahulu dengan DailySocial.id, Andrew mengungkap beberapa isu yang kerap dialami sektor pertanian. Pertama, 98% proses pertanian dari hulu ke hilir belum terdigitalisasi. Kedua, 93% petani masih melakukan kegiatan usaha sendiri dan tidak terorganisir.
Ketiga, petani tidak punya modal untuk mengolah lahan sampai panen. Kebanyakan sarana produksinya dibeli dengan hasil panen. Ia juga menyoroti sulitnya meregenerasi petani-petani baru karena anak-anak masa kini kurang tertarik untuk bertani.
Mengacu data BPS di 2020, sebesar 46,30% masyarakat yang masuk dalam kategori miskin di Indonesia, sebagian besar berasal dari sektor pertanian. Sektor pertanian masih menjadi pilar utama perekonomian Indonesia.
Sementara, laporan McKinsey mencatat sebanyak 50%-70% hasil panen di Indonesia tidak pernah sampai ke pasar. Riset memperkirakan produktivitas petani di Indonesia harus naik 60% jika ingin memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 280 juta jiwa. Itu pun bisa terealisasi apabila petani mampu meningkatkan hasil panen, mengurangi kerugian pasca-panen, hingga dapat mendistribusikannya ke kota besar.