Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Financial Times (FT) soal dinamika industri e-commerce di Indonesia, terdapat beberapa hal menarik sepanjang tahun 2017 yang kemudian menjadi fokus dari riset dan survei tersebut. Survei yang dilakukan FT melibatkan sekurangnya 1000 responden di berbagai pihak yang bersinggungan dalam lanskap e-commerce.
Adapun salah satu hasil temuan yang dikemukakan adalah mengenai fakta bahwa Tokopedia secara perlahan mulai mengalahkan popularitas Lazada dan Shopee, layanan e-commerce asal Singapura yang kerap dikabarkan menempati puncak popularitas dengan strategi khas yakni ongkir gratis. Termasuk mengalahkan popularitas rivalnya untuk marketplace lokal Bukalapak.
Tokopedia dan posisinya menjadi yang terfavorit
Usai mendapatkan pendanaan dari Alibaba Group sebesar 1,1 miliar dolar (atau lebih dari 14 triliun Rupiah), Tokopedia layanan e-commerce yang didirikan oleh William Tanuwijaya ini terus mengalami peningkatan dari jumlah pengguna, hingga akhirnya mengalahkan layanan e-commerce Lazada –yang sebelumnya juga telah diakuisisi oleh Alibaba Group dengan nilai total sebesar $1 miliar. Proses akuisisi ini juga memberikan kendali kepada Alibaba atas Lazada Group hingga 83%.
Tokopedia sendiri berdasarkan hasil riset FT tersebut disebutkan, telah berhasil memperkuat posisi mereka di pulau Jawa, yang merupakan konsumen terbesar untuk layanan e-commerce di Indonesia.
Hal menarik lainnya yang kemudian diungkapkan oleh FT adalah, JD.id dan Shopee saat ini mulai mengganggu posisi layanan e-commerce lokal lainnya seperti Bukalapak, dan mulai banyak dipilih oleh masyarakat Indonesia dalam hal belanja online.
Bukan hanya Bukalapak yang mengalami penurunan, dalam hasil survei tersebut juga diungkapkan OLX, Zalora Indonesia, Berrybenka, dan MatahariMall juga mengalami penurunan popularitas.
Shopee dan JD.id memiliki kampanye yang cukup kuat sepanjang tahun 2017, yaitu Shopee dengan ongkos kirim gratis, sementara JD.id dengan kampanye barang asli yang dijamin kualitasnya, yang selama ini ternyata menjadi perhatian dari pembeli saat melakukan transaksi secara online.
Produk fesyen paling banyak dibeli secara online
Dalam survei tersebut juga diungkapkan, kebanyakan pembeli di Indonesia masih mencari produk fesyen, disusul dengan smartphone dan aksesorinya, produk kecantikan hingga alat-alat rumah tangga. Terkait dengan besarnya uang yang dihabiskan saat melakukan transaksi secara online, FT menyebutkan paling banyak orang Indonesia menghabiskan Rp1 juta untuk setiap transaksi secara online yang dilakukan sepanjang tahun 2017.
Persoalan produk yang asli dan berkualitas juga masih menjadi prioritas utama para pembeli, disusul dengan waktu pengiriman hingga biaya tambahan yang dikenakan oleh layanan e-commerce saat transaksi dilakukan.
Meskipun saat ini sudah banyak layanan e-commerce yang hadir dan banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, faktanya tidak banyak transaksi yang dilakukan. Dari hasil survei tersebut terungkap, kebanyakan pembeli hanya melakukan transaksi secara online satu bulan sekali saja.
Persoalan pajak untuk transaksi online
Masih belum finalnya persoalan pajak turut menjadi kendala yang terjadi di layanan e-commerce di Indonesia. Wacana yang tengah berkembang menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia berencana menarik pajak 0,5% untuk semua transaksi online, lebih rendah 1% dari ritel tradisional. Persoalan lain soal pajak yang masih terus dibicarakan adalah tidak dikenakannya pajak kepada penjual yang menggunakan media sosial seperti Facebook dan Instagram.
Hal tersebut menurut para pelaku e-commerce cukup memberatkan dan menjadi kekhawatiran sendiri, jika pada akhirnya penjual online lebih memilih media sosial untuk menjalankan bisnis, dibandingkan bergabung dengan layanan e-commerce.
Namun demikian di sisi lain dari hasil survei tersebut juga diungkapkan, meskipun penjualan memanfaatkan media sosial terlihat seksi dan menguntungkan, namun masih banyaknya penipuan hingga kualitas yang belum terjamin dari online shop memanfaatkan media sosial, membuat banyak pembeli lebih banyak memilih layanan e-commerce untuk membeli barang yang diinginkan. Jumlah tersebut menurut FT menurun hingga 7,7% dari tahun lalu yaitu 12%.
Toko online yang resmi diklaim memiliki produk yang lebih berkualitas, dengan proses quality control yang ketat, ongkir gratis hingga tampilan situs dan aplikasi yang lebih menarik dibandingkan media sosial.