Teknologi memiliki peran besar dalam membantu masyarakat ketika bertransaksi. Meski kepemilikan kartu kredit masih minim di kalangan masyarakat Indonesia, berkat teknologi opsi pembayaran non-tunai makin bervariasi, khususnya melalui mobile payment.
Dalam sesi #SelasaStartup edisi terakhir di 2018, hadir VP of Brand & Marketing Moka Bayu Ramadhan. Ia mengatakan adopsi non-tunai (cashless) ini sebenarnya belum sepenuhnya optimal di Indonesia, khususnya di sisi merchant. Kondisi saat ini membuat mereka harus menyediakan beragam mesin EDC untuk menerima kartu. Belum lagi mesin khusus untuk mencetak kode QR demi menerima pembayaran berbasis aplikasi.
Padahal dikutip dari berbagai sumber, secara potensi ada 59,2 juta pengusaha UKM di tahun ini, namun baru 3,79 juta di antaranya yang sudah go-online. Diprediksi jumlah UKM terus tumbuh hingga 5% pada tahun depan dan diharapkan sebanyak 8 juta UKM mulai memanfaatkan layanan pembayaran digital.
“Realisasinya masih jauh dengan target yang sudah dicanangkan pemerintah pada tahun depan. Untuk itu butuh solusi yang cepat dan efektif dalam mengadopsi cashless, salah satunya dengan edukasi tentang kebutuhan cashless kepada UKM, adakan training secara berkala soal digitalisasi UKM,” terang Bayu.
Pentingnya cashless bagi UKM
Menurut Bayu, pembayaran non-tunai pada dasarnya membantu UKM dalam mengurangi risiko fraud atau kehilangan. Semakin berkurangnya uang tunai yang dipegang, manajemen keuangan akan lebih rapi, mudah dikelola, dan mudah dilacak riwayatnya secara online.
Pengusaha UKM bisa menghemat waktu untuk mengatur keuangan tanpa proses manual sama sekali. Mereka bisa lebih fokus mengembangkan usahanya.
“Belum lagi para pemain mobile payment kini berlomba-lomba memberikan promo dan diskon, tidak hanya buat end-user tapi juga merchant itu sendiri. Merchant bisa mendapatkan tambahan pemasukan dari situ,” terang dia.
Manfaat bagi konsumen
Transaksi non-tunai mengedepankan unsur keamanan dan efisiensi. Bagi masyarakat, memasukkan kode PIN, memindai sidik jari, atau metode keamanan lainnya saat melakukan pembayaran dirasa lebih nyaman daripada harus membawa dompet kemana-mana.
Tak hanya buat bayar merchant offline, dengan layanan dan fitur yang disediakan mobile payment umumnya ada opsi pembayaran lainnya, termasuk PPOB. Ekosistem yang interconnected dan interoperable antar pihak ini sangat membantu, karena masyarakat cukup menampung dana di satu platform, tapi bisa untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhan.
Tantangan dan solusi
Bayu berpendapat ketika berbicara soal adopsi non-tunai, proses edukasi end user lebih mudah daripada ke merchant. Terlebih kepada merchant yang sudah bertahun-tahun terbiasa dengan transaksi tunai dan pencatatan manual.
Di samping itu ada ketimpangan di lapangan. Jumlah mesin EDC yang beredar hanya sekitar 1 juta, sementara jumlah kartu yang beredar termasuk debit dan kredit mencapai 130 juta.
Mengatasi hal tersebut butuh kolaborasi antar pihak, misalnya dengan menyediakan teknologi yang mampu menerima berbagai opsi pembayaran mobile dalam satu perangkat saja. Hal ini akan mempermudah merchant dalam menerima pembayaran dan harus berinvestasi banyak perangkat di meja kasirnya.
Ia mencontohkan mesin kasir Moka kini bisa menerima berbagai opsi pembayaran non-tunai dari berbagai provider. Sebut saja dari Akulaku, T-Cash, OVO, Dana, dan Kredivo; termasuk menerima pembayaran kartu debit dan kredit. Merchant tidak perlu banyak berinvestasi tambahan perangkat agar bisa menerima berbagai opsi pembayaran.