Startup penyedia jasa tanda tangan digital PrivyID tengah mempersiapkan ekspansi ke empat negara pada tahun depan seiring upaya memperluas penetrasi bisnis. Rencananya keempat negara yang akan dipilih adalah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Australia.
CEO PrivyID Marshall Pribadi menuturkan rencana tersebut akan diselenggarakan pasca perolehan dana segar untuk putaran Seri A. Belum direncanakan bentuk nyata ekspansi tersebut, apakah PrivyID akan membentuk badan hukum di sana, menggandeng mitra lokal, atau sekadar berdagang lewat iklan digital saja.
“Paling tidak kami bisa ekspansi ke Asia Tenggara, inginnya bisa ke sana. Sebab dari regulasi UU ITE, Indonesia tergolong sangat ketat dibandingkan negara persemakmuran Inggris, seperti India, Malaysia, dan Singapura. Sehingga bila aturan di sini [Indonesia] kami sudah comply, pasti secara otomatis juga akan comply dengan aturan di sana,” terang Marshall, akhir pekan lalu.
Atas keyakinannya tersebut, pihaknya yakin dapat bersaing dengan perusahaan sejenis di skala global yang diklaim jumlahnya telah mencapai lebih dari 100 perusahaan. Beberapa di antaranya DocuSign, HelloSign, dan masih banyak lagi.
Perusahaan diklaim sebagai startup pertama yang telah mengantongi sertifikat ISO 27001:2013 untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan data pengguna pada akhir Januari 2017. Sertifikat tersebut umumnya hanya dimiliki oleh perusahaan besar seperti perbankan, operator telekomunikasi (XL Axiata), lembaga pemerintah (situs pelaporan Ditjen Pajak), dan perusahaan asing (Google for Business).
“Sekarang standar keamanan PrivyID sudah diakui lembaga internasional setara dengan standar keamanan Ditjen Pajak, bahkan perusahaan sekelas Google.”
Selain itu, perusahaan juga telah terdaftar di Kominfo sebagai otoritas untuk menerima pendaftaran, memverifikasi, serta menerbitkan sertifikat elektronik (CA) dan tanda tangan elektronik untuk masyarakat Indonesia.
Rampungkan dana segar baru
Sebelum rencana ekspansi mancanegara ini diwujudkan, Marshall menuturkan tahun ini pihaknya ingin menambah pengguna dari kalangan individu jadi sebanyak tiga juta orang dan 200 pengguna korporasi.
Agar target tersebut terwujud, perusahaan siap meluncurkan beberapa layanan baru agar semakin relevan dengan kesulitan yang biasa dihadapi perusahaan. Untuk itu, PrivyID disebut hampir merampungkan proses penggalangan dana Seri A senilai US$5 juta (lebih dari 71 miliar Rupiah) berbentuk convertible note.
Convertible note adalah surat utang yang dapat diterbitkan startup. Investor diberi opsi apakah ingin mengonversinya jadi bentuk saham atau dikembalikan saat jatuh tempo.
Marshall melanjutkan pada penggalangan dana ini hampir seluruh investor lama berpartisipasi dan ada tambahan investor baru dari perusahaan lokal dalam nilai yang lebih kecil dibandingkan investor lama. Kendati demikian, dia masih enggan menuturkan lebih detil mengenai investasi ini.
“US$5 juta itu sebagian besar telah terpenuhi. Satu investor lagi dalam jumlah lagi tahap finalisasi sehingga belum bisa diumumkan. Mungkin sekitar satu atau dua bulan lagi [bisa diumumkan].”
Saat ini PrivyID memiliki empat investor, yakni Mandiri Capital Indonesia, MDI Ventures, Gunung Sewu, dan Mahanusa Capital. MDI Ventures diklaim sebagai pemegang saham terbesar di antara ketiga lainnya dengan persentase kepemilikan hampir 20%. PrivyID memperoleh pendanaan Pra Deri A tahun lalu yang dipimpin MDI Ventures dengan nilai yang tidak disebutkan.
Kinerja bisnis
Sejak meluncur secara resmi pada awal 2016 lalu, hingga kini PrivyID telah digunakan perusahaan seperti Telkom, Bank Mandiri, BNI, Bussan Auto Finance, AwanTunai, KlikAcc, dan sebagainya. Secara total layanannya telah digunakan oleh 1,2 juta pengguna individu dan sekitar 70 korporasi.
Legal & Compliance Manager of Digital Service Division Telkom Indonesia Marlina mengatakan, sejak menjadi pengguna PrivyID sejak November 2016, perseroan telah menandatangani secara digital 112 perjanjian kerja sama dengan mitra atau mencapai 56% dari seluruh total perjanjian per Maret 2018.
Adapun kerja sama kemitraan dilakukan antara Telkom dengan anak usaha, mitra lokal dan global, startup lokal dan global, dan karyawan magang. Pada tahap berikutnya, Telkom akan memanfaatkan tanda tangan digital untuk diterapkan saat proses penagihan.
“Tanda tangan digital itu lebih fleksibel karena bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Ini masih inisiasi awal, berikutnya akan kami pakai layanan ini untuk proses penagihan. Kami sudah adakan workshop untuk proses edukasinya,” terang Malina.
Pengguna lainnya, startup p2p lending KlikACC mengungkapkan, implementasi layanan PrivyID dapat memotong proses registrasi dari 11 hari menjadi 2 jam. Alhasil nilai pinjaman meningkat dari ratusan juta menjadi miliaran dalam sebulannya.
“Kami sekarang sudah 100% pakai tanda tangan digital untuk pengisian dokumen. Dari hasil obrolan kami dengan peminjam, bagi mereka kecepatan [pencairan dana] itu yang utama, baru kemudian bunganya,” ucap Sales & Marketing Director KlikACC Iwan.
Pun demikian bagi startup fintech lainnya seperti AwanTunai. COO Awan Tunai Windy Natriavi menuturkan setelah memanfaatkan PrivyID, pihaknya dapat memproses sekitar 1.000 dokumen setiap bulannya.
“Kita jadi yang tercepat untuk lending offline karena dalam 15 menit bisa langsung cair. Kalau pakai manual bisa dua hari,” kata Windy.
Untuk model bisnis, perusahaan melakukan monetisasi dengan menyediakan paket bertarif mulai dari Rp35 ribu untuk 10 dokumen. Sebelum menggunakan tanda tangan digital dari PrivyID, pengguna harus mengunggah foto diri dan KTP, memasukkan data pribadi seperti alamat email, nomor telepon, tanda tangan, hingga informasi tempat kerja, hingga riwayat pendidikan.
Seluruh data tersebut akan diverifikasi PrivyID, salah satunya dengan memanfaatkan data dukcapil. Tersedia pula dashboard untuk memantau seluruh progress dokumen yang sudah diunggah, apakah sudah ditandatangani anggota atau belum.
“Dari model bisnis ini, peningkatan volume bisnis kami mencapai 30% dengan omzet hampir Rp1 miliar dalam sebulan. Kami akan coba tingkatkan fitur dalam dashboard sehingga pengguna bisa lebih optimal dalam memantau progres dokumen,” pungkas Marshall.