Promosi Digital Jadi Prioritas Tantangan Utama Pengembang Lokal

Dari gelaran Bekraf Developer Conference (BDC) 2016, 180 top pengembang lokal merumuskan ada tiga prioritas tantangan utama harus diselesaikan bersama. Yakni, mengenai promosi digital, pendirian asosiasi developer aplikasi, dan preload.

Sekadar informasi, BDC 2016 adalah acara puncak dari pelaksanaan roadshow Bekraf Developer yang telah diselenggarakan di Malang, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar.

Acara ini mempertemukan 180 top pengembang lokal dengan pemerintah (diwakili kementerian terkait) untuk merumuskan tantangan yang perlu diselesaikan demi membangun ekosistem yang dapat mendukung pengembang perangkat lunak bisa berkembang pesat di Indonesia.

“Acara BDC ini jadi wadah terbentuknya talenta di bidang digital yang akan melahirkan startup yang menyediakan solusi, sehingga Indonesia dapat menjadi tuan rumah di Ekonomi Digital Indonesia,” ucap Hari Sungkari selaku Deputi Infrastruktur Bekraf, Senin (28/11).

Awalnya, ada 64 prioritas tantangan yang muncul. Lalu, ada proses voting untuk menentukan tingkat urgensi permasalahan, akhirnya mengerucut jadi sepuluh prioritas tantangan. Terakhir, terpilihlah tiga prioritas tantangan yang tingkat urgensinya paling tinggi.

“Proses perumusan masalah awalnya ada 64 isu, kemudian dilakukan voting hingga akhirnya tersaring jadi tiga isu. Ketiga isu ini dipilih karena urgensinya yang sangat tinggi dan dibutuhkan oleh pelaku pengembang lokal,” terang Andi Taru Nugroho selaku CEO dan Founder Educa Studio.

Dijabarkan lebih jauh, promosi digital adalah jalur kegiatan pemasaran yang masih asing untuk dilakukan oleh pelaku usaha yang kebanyakan masih menganut dengan cara konvensional. Maka dari itu, lanjut Andi, solusi yang ditawarkan pengembang kepada pemerintah ada tiga hal.

Yaitu, pemerintah melakukan kampanye nasional untuk mengedukasi pentingnya menghargai dan memakai karya lokal. Membuat etalase bersama (marketplace) aplikasi atau games yang bisa dipromosikan pemerintah. Terakhir, memberikan edukasi kepada pengembang mengenai cara promosi digital yang efektif.

Isu kedua, mengenai pendirian asosiasi developer aplikasi Indonesia. Urgensi untuk isu kedua ini cukup tinggi. Pasalnya, selama ini komunikasi antara pemerintah dengan pelaku pengembang belum maksimal karena ketidakhadiran asosiasi sebagai wakil yang tatap muka langsung dengan pemerintah.

“Sekarang ini baru ada Asosiasi Game Indonesia (AGI), untuk aplikasinya belum ada. Sementara, untuk bertemu dengan pemerintah perlu diwakili oleh asosiasi untuk membicarakan lebih jauh. Lagipula, kehadiran asosiasi memang diperlukan sejak awal sebagai wadah penampung aspirasi pengembang,” ujar Andi.

Isu terakhir, adalah mengenai preload. Solusi yang ditawarkan terkait masalah preload ini adalah membuat aplikasi khusus sebagai etalase bersama untuk perload dalam perangkat smartphone yang beredar. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi aplikasi lokal yang baru dan berkualitas untuk di-preload.

Pengembang juga meminta kepada pemerintah agar mempermudah syarat preload agar semua developer memiliki kesempatan dan exposure yang sama. Andi mengatakan, usulan mengenai preload ini erat kaitannya dengan rencana pemerintah mulai 1 Januari 2017 untuk menetapkan 30% Tingkat Kandungan dalam Negeri (TKDN) untuk telekomunikasi berbasis standar Long-Term Evolution (LTE).

“Aturan TKDN itu sebenarnya sangat baik karena tujuannya ingin memajukan produksi buatan dalam negeri. Hanya saja, aturan TKDN terlalu tinggi karena untuk bisa masuk ke preload itu hanya aplikasi yang sudah diunduh satu juta kali. Sementara untuk bisa menyentuh angka itu, butuh waktu yang tidak sebentar.”

Maka dari itu, sambung Andi, pihaknya mengusulkan untuk membuat aplikasi preload khusus yang sudah ditanamkan ke perangkat smartphone yang berisi aplikasi lokal berkualitas dan sudah terkurasi.

“Tujuan akhirnya, kami ingin masyarakat mengenai aplikasi lokal karena selama ini sangat minim yang tahu. Dengan adanya aplikasi khusus yang sudah di-preload, masyarakat jadi gampang mengetahuinya.”

Hari menambahkan, usulan yang diajukan pengembang lokal untuk bisa masuk ke TKDN diharapkan syaratnya bisa diturunkan, tidak lagi harus satu juta unduhan. Angka yang dinilai ideal menurut pelaku usaha adalah 100 ribu unduhan.

“Masukan angka unduhan minimal 100 ribu kali diunduh menurut kami cukup masuk akal dan bisa diukur kualitasnya. Kalau menunggu satu juta unduhan butuh waktu lama, bisa jadi tahunan.”

Isu kekurangan talenta masuk dalam prioritas tantangan

Selain itu, dalam konferensi ini juga membahas tujuh isu lainnya dan solusi yang coba ditawarkan kepada pemerintah. Pada dasarnya, ada lima bidang permasalahan yakni pasar, talenta, regulasi, infrastruktur, dan permodalan.

Mengenai permasalahan pasar, isu yang disinggung setelah promosi digital adalah meningkatan pangsa pasar lokal. Untuk masalah talenta, mengenai dukungan industri teknologi, ruang untuk inovasi, dan institusi pendidikan.

Untuk masalah regulasi, selain isu preload adalah perizinan dan legal. Masalah infrastruktur, mengenai kebutuhan riset pasar dan inkubator. Terakhir, masalah permodalan adalah isu mengenai investor.

Narenda Wicaksono, CEO Dicoding Indonesia, menerangkan salah satu masalah utama yang jadi tantangan adalah kurangnya talenta. Institusi pendidikan yang menyediakan ilmu jurusan komputer atau ilmu informatika memang jumlahnya banyak, tapi mayoritas tidak semua lulusan dari sana yang bisa langsung terserap di industri. Pasalnya, kurikulumnya tidak relevan dengan industri.

Menurutnya, perlu ada kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dengan institusi pendidikan berupa komunikasi yang intensif agar ada restrukturisasi kurikulum yang dibangun sesuai dengan kebutuhan industri.

Salah satu kurikulum yang dibangun oleh pelaku usaha adalah International Business Machines (IBM) Indonesia. Vina Kasim, Country Manager IBM Indonesia menerangkan untuk mendukung talenta IT yang berkualitas pihaknya meluncurkan materi yang bisa diakses secara online dan berbahasa Indonesia yang diakses melalui situs Dicoding.

Di sana, para pengembang bisa mempelajari dengan gratis dalam tenggat waktu yang sudah ditentukan. Tak hanya itu, IBM juga menyediakan akses infrastruktur dan teknologi bentuk kredit untuk penggunaan platform Softlayer dan IBM Bluemix.

“Kami percaya para pengembang Indonesia merupakan yang terbaik dalam mengarahkan perekonomian kreatif di negeri ini dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Kami berharap bisa jadi mitra dalam membantu mereka melalui perangkat dan platform teknologi yang kami miliki,” pungkas Vina.