Tahun 2013 lalu merupakan tahun yang baik bagi Lazada, dari sisi perkembangan dan traffic. Apalagi event akhir tahun #Sale1212 menjadi penutupan yang manis bagi keseluruhan perkembangan Lazada, ketika ribuan pesanan masuk dalam hitungan jam khusus hari itu saja. Meski demikian layanan pusat belanja online itu tidak mau berpuas diri. Di tahun 2014 ini mereka sudah menyiapkan strategi untuk lebih berkembang, yakni fokus kepada segmen mobile dan pengembangan marketplace.
Hal ini dicetuskan oleh Magnus Ekbom, CEO dari Lazada Indonesia kepada DailySocial. “Dari segi traffic kita berkembang dengan baik. Namun terobosan yang utama di tahun 2013 adalah Lazada berhasil mencetak nilai dua kali lipat untuk kepuasan pelanggan dan diluncurkannya marketplace, platform yang memungkinkan para pedagang di seluruh Indonesia menyatukan kekuatan dengan Lazada,” tuturnya.
Indikator lain akan kinerja Lazada pada 2013 menurut Magnus adalah volume transaksi yang terus tumbuh sehat, dan banyak sekali hal yang berjalan sesuai rencana. Namun hal ini tidak membuat mereka berpuas diri. Lazada berambisi untuk tumbuh lebih besar di tahun 2014 ini terutama setelah mendapat pendanaan yang cukup besar yang diumumkan di bulan Desember tahun lalu.
Tantangan terbesar yang dihadapi Lazada tahun 2014 terletak pada hubungan dengan para mitra.“Tantangan terbesar kami sekarang adalah untuk memastikan bahwa semua mitra kami, pemasok, perusahaan logistik dan pedagang berhasil mengikuti pertumbuhan juga.”
Di tahun ini, untuk mencapai ambisi itu, ada dua strategi besar yang menjadi fokus Lazada. Pertama, adalah mengembangkan platform Marketplace yang sudah terbukti efektif bagi peritel offline untuk menjangkau pasar online. Tahun lalu, nama besar seperti The Body Shop dan iBox sudah menggunakan layanan ini.
Konsep menyediakan platform bagi toko offline untuk masuk ke online secara mudah ini memang cukup menarik. Mungkin bagi sebagian besar masyarakat masih terbentuk sebuah pemikiran bahwa toko offline tidak tergantikan atau tertandingi dan ini yang menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku e-commerce. Namun menurut saya toko online vs toko offline bukan masalah lagi, bagaimana pun pilihan harus tersedia bagi konsumen. Bisa saja konsumen melihat-lihat produk di internet dan memutuskan membeli di toko fisiknya, atau menemukan sesuatu yang disuka saat sedang di mall, namun memutuskan untuk membeli online.
Hal ini terlihat dan disadari para pemilik brand untuk memasarkan produknya secara online, dan peluang bagi perdagangan elektronik untuk menggandeng mereka, menyediakan sebuah wadah yang memudahkan bagi produsen maupun konsumen untuk memasarkan sekalipun mendapatkan barang kebutuhan.
Fokus kedua adalah mengembangkan layanan mobile. Lazada sudah meluncurkan aplikasi untuk versi Android dan akan segera menyusul versi iOS-nya. “Pelanggan cenderung makin banyak menggunakan ponsel. Apalagi dengan kondisi macet, orang bisa berbelanja dari bus, mobil dan taksi. Lazada akan menawarkan semua pengalaman belanja mobile terbaik tahun ini.”
Selain dua strategi itu, faktor yang tidak kalah penting adalah sistem pembayaran. Hingga saat ini sistem pembayaran Cash on Delivery masih merupakan sebuah metode yang patut diperhitungkan bagi e-commerce dan Lazada menyadari ini. Terutama menurut Magnus untuk daerah pedesaan. Pulau Jawa masih menjadi pasar yang terbesar dan dari sinilah konsumen-konsumen terbesar Lazada berada. Walau begitu, Sumatera dan kawasan timur Indonesia juga mulai menunjukkan peningkatan dalam belanja online.
Meski banyak e-commerce yang mengaku kepada DailySocial bahwa metode pembayaran transfer bank tetap menjadi pilihan terbanyak konsumen, namun beberapa perusahaan mengakui termasuk Lazada sendiri, bahwa transaksi melalui penggunaan kartu kredit terus menerus meningkat. Magnus melihat ini sebagai bentuk kepercayaan konsumen terhadap merek Lazada.
[Ilustrasi foto: Shutterstock]