Review Razer Naga Pro: Fitur Segudang dengan Bodi Istimewa Meski Kurang Sempurna

Sama seperti Razer Blackwidow V3 yang saya bahas sebelumnya, saya juga punya kenangan lama bersama Razer Naga. Saya juga dulu sempat mengulas versi pertama dari Razer Naga yang dirilis di 2009.

Kala itu, mouse Razer masih dikenal dengan masalah double-click-nya tapi, karena saya sangat menyukai dan membutuhkan banyak tombol (karena saya memang penggemar RPG dari dulu), saya punya 3 buah Razer Naga. Dulu, saya selalu beli Razer Naga baru saat yang lama sudah double-click sampai 3x.

Namun kemudian saya kapok… Wkwkwkwkwkw… Saya pun melewatkan Razer Naga dari versi kedua karena saya sudah malas berurusan dengan double-click. Beberapa tahun berselang, Naga Pro pun dirilis dan Razer sudah punya switch optical di versi ini. Apakah Naga Pro kali ini memang layak dibawa pulang? Mari kita bahas bersama.

 

Build Quality

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Seperti yang saya bilang tadi, mouse Razer generasi dulu memang kerap kali punya masalah double-click. Untungnya, mereka sudah menyadari kelemahan tersebut dan membuat switch baru. Sebelum saya membeli Naga Pro ini, saya menggunakan Razer Basilsk V2 yang juga menggunakan optical switch dan masih bagus sampai hari ini — tanpa double-click sama sekali.

Jadi, begitu saya melihat Naga Pro juga sudah menggunakan optical switch itu, saya pun tak sabar untuk membelinya. Semoga saja, saya bisa menggunakannya tanpa masalah switch sama sekali sampai saya bosan dengan mouse ini. Seperti yang lainnya, saya akan mengupdate review ini saat mendapati masalah dengan Naga Pro saya.

Selain switch, bodi plastik yang digunakan di Naga Pro juga sangat solid — terasa tebal dan tidak ringkih. Saya juga sangat suka finishing yang digunakan Razer. Sangat halus dan tidak glossy sehingga tidak licin buat tangan saya yang sering berkeringat.

Dari 6 mouse yang saya miliki (Razer Basilisk V2, Logitech G703, SteelSeries Rival 500, ROG Strix Claw, Razer Naga Pro, Dareu EM 901), baik Razer Naga Pro ataupun Basilisk V2 memiliki build quality terbaik. Kualitas fisik yang baik dari Naga Pro dan Basilisk V2 itu sungguh layak diacungi jempol meski keduanya berada di kisaran harga yang terpaut jauh. Naga Pro dibanderol dengan harga Rp2,4 jutaan. Sedangkan Basilisk V2 dibanderol di kisaran Rp1,4 jutaan.

Sungguh, saya tidak bisa komplain apapun soal build quality-nya (tidak seperti keyboard mereka, Blackwidow V3). Kalaupun ada catatan, saya hanya berharap Razer mau menerapkan standar build quality mouse mereka sekarang yang istimewa ke keyboardnya juga.

 

Performa dan Kenyamanan

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Saya menggunakan dua mousepad saat saya menggunakan Naga Pro (Odin Gaming Zero Gravity dan Ducky Flipper Extra R). Dengan kedua mousepad tersebut, saya tidak merasakan masalah akurasi ataupun kecepatan sama sekali — meski, penting dicatat, saya bukan pemain FPS atau MOBA hardcore. Sensornya cukup cepat namun tidak licin saat saya gunakan untuk aiming. Gliding dengan Naga Pro juga terasa mulus.

Naga Pro memiliki bodi yang buntek — terlihat jelas jika dibandingkan dengan Basilisk V2 yang lebih lonjong. Karena itu, Naga Pro mungkin akan sedikit kekecilan bagi Anda yang bertangan besar. Buat yang bertangan sedang, bentuk Naga Pro akan sangat nyaman digunakan. Ia memiliki lekukan di bodi samping sebelah kanan yang enak untuk menaruh jari manis Anda. Menariknya, bagi Anda yang bertangan kidal, Razer juga punya Naga Left-Handed edition — meski fiturnya tidak sekaya Naga Pro ini (yang akan kita bahas di bagian selanjutnya).

Sayangnya, jika kita berbicara soal kenyamanan, side-buttons dari Naga Pro ini terlalu ringan/sensitif. Jadinya, saya sering memencet tombol-tombol yang ada di sisi kiri bodinya tanpa sengaja. Awalnya, saya bingung kenapa saya jadi sering memencet tombol-tombolnya tanpa sengaja di Naga Pro. Padahal, di Naga versi pertama dulu, saya masih ingat betul saya tak pernah mengalami hal tersebut. Saya pun ingat tombol-tombol di bodi kirinya dulu tidak seringan ini dan malah cenderung keras.

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Namun tombol yang keras di bodi samping itu justru bisa membuat ibu jari saya sengaja memberikan tekanan lebih saat saya ingin memencetnya. Di versi yang dulu, Anda yang menentukan apakah ingin mengangkat mouse (nge-grip) atau menekan tombol. Dengan Naga versi dulu, saya bisa mengangkat mouse meski ibu jari saya di atas side-button tanpa memencet tombol tersebut. Sedangkan tombol yang sekarang sedikit disentuh pun sudah keluar… Eh… Kepencet.

Untungnya, di Naga Pro, Razer menyertakan 3 versi bodi samping dengan jumlah tombol yang berbeda. Saat ini, karena sering kepencet tadi, saya jadi harus menggunakan side body dengan 6 tombol — bukan yang 12 tombol yang jadi ciri khas Naga. Meski tetap disayangkan namun setidaknya Razer memberikan pilihan dengan Naga Pro. Sayangnya, lokasi 6 tombol di versi side body yang ini kurang intuitif letaknya. Saya lebih suka layout yang digunakan di Naga Hex dulu yang sama-sama punya 6 tombol. Jadi, saat ini saya sedikit dilema. Layout 12 tombolnya sebenarnya sangat intuitif dan tidak butuh waktu lama untuk beradaptasi. Sayangnya, karena tombolnya terlalu ringan dan memenuhi side body bagian tengah, Anda jadi harus berlatih bagaimana menghindari accidental press. Sebaliknya, layout dengan 6 tombolnya memang lebih nyaman untuk gripping namun letaknya kurang intuitif — sehingga Anda juga masih harus beradaptasi mengidentifikasi tombol mana yang Anda sentuh tanpa harus melihatnya.

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Razer Naga juga menyertakan satu varian side body lagi yang hanya berisikan 2 tombol. Versi 2 tombol ini layoutnya standar seperti yang sering digunakan di kebanyakan mouse gaming. Jadi, harusnya Anda tak perlu beradaptasi panjang. Namun, buat apa juga Anda membeli Naga Pro jika hanya butuh 2 tombol di bodi samping — Basilisk V2 ataupun seri lainnya dari Razer lebih cocok untuk kebutuhan tersebut.

 

Fitur Razer Naga Pro

Dengan banderol harga yang cukup premium, Razer Naga Pro dijejali dengan segudang fitur. Pertama, Naga Pro dapat digunakan dengan ataupun tanpa kabel. Buat Anda yang suka terlalu liar dengan pergerakan mouse, fungsi wireless-nya akan sangat berguna. Saat saya menggunakannya tanpa kabel versi HyperSpeed (2.4GHz) saya tidak merasakan masalah lag atau apapun — meski begitu, penting dicatat, saya tidak terlalu lama menggunakannya dalam mode wireless karena saya memang lebih suka menggunakan kabel. Saya tidak sempat menjajal versi wireless dengan Bluetooth karena, uhm, kalau ada versi yang canggih kenapa saya harus pakai yang kuno? Plus saya tidak punya Bluetooth adapter buat desktop saya dan Razer hanya menyertakan dongle 2.4GHz (tak ada dongle Bluetooth dalam paket penjualannya).

Naga Pro (Kiri) dan Basilisk V2 (Kanan). Dokumentasi: Hybrid
Naga Pro (Kiri) dan Basilisk V2 (Kanan). Dokumentasi: Hybrid

Untuk baterainya, Razer mengklaim dengan mode Bluetooth, ia bisa bertahan hingga 150 jam. Sedangkan dengan menggunakan versi 2.4GHz-nya, Naga Pro diklaim bisa bertahan sampai dengan 100 jam. Berhubung memang terlalu lama, saya tidak mengujinya sendiri daya tahan baterainya. Wkkwkwk… Jujur saja, saya beli Naga Pro bukan karena konektivitas wireless-nya. Oh iya, Naga Pro juga bisa di-charge dengan menggunakan Razer Mouse Dock Chroma. Sayangnya, aksesoris ini dijual terpisah dengan harga Rp750 ribuan.

Seperti yang saya bilang di bagian sebelumnya, Razer Naga Pro juga dibekali dengan 3 varian side body. Saya tidak akan bahas lagi soal ini namun di bagian ini saya lebih ingin menekankan bahwa selain fitur wireless, Naga Pro juga menawarkan 3 side body. 3 varian side body itu tidak ada di Naga X — versi Naga yang sudah menggunakan optical switch namun dengan fitur yang lebih terbatas seperti wired only dan side body yang tak bisa diganti. Untungnya, saya membeli yang Naga Pro karena saya jadi punya opsi ke 6 tombol.

Jadi, buat Anda yang khawatir apakah akan cocok dengan versi 12 tombolnya, Naga Pro bisa jadi pilihan Anda juga karena ia bisa dikustomisasi dengan sangat mudah.

Razer Synapse 3.0
Razer Synapse 3.0

Terakhir, fitur krusial yang membuat saya menyukai produk Razer adalah Razer Synapse. Software besutan Razer untuk semua peripheral mereka adalah yang paling lengkap dan intuitif dari semua software lainnya yang pernah saya coba (dari Logitech G Hub, SteelSeries Engine, software dari Tecware, ataupun iCue dari Corsair) — meski mungkin memang saya paling lama bermain-main dengan Synapse ketimbang software lainnya yang saya sebut tadi.

Saya sempat memberikan alasan yang lebih detail kenapa saya sangat menyukai Razer Synapse saat saya menuliskan review untuk Blackwidow V3. Anda bisa membacanya di sana karena saya malas menuliskannya lagi… Wkwkawkwk…

 

Kesimpulan

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Jadi, jika saya ditanya apakah Razer Naga Pro ini mampu memberikan manisnya pengalaman yang sama seperti saat pertama kali saya mencoba Naga generasi pertama? Sayangnya, tidak 100% karena tombol-tombol di side body-nya terlalu gampang kepencet dan saya sudah sekitar 1 bulan lebih menggunakannya namun masih belum beradaptasi dengan sempurna. Untungnya, Naga Pro memang dibekali dengan varian side body dengan 6 tombol yang memang sempurna di tengah-tengah (cukup banyak tombol tapi tak akan bermasalah dengan accidental press). Sayangnya, layout 6 tombol ini kurang intuitif buat saya jadi saya tetap harus beradaptasi lagi.

Akhirnya, Naga Pro adalah mouse dengan segudang fitur dan build quality yang sempurna sepadan dengan banderol harganya yang premium. Sayangnya, kemampuan Anda beradaptasi menggunakan mouse tetap harus diuji jika ingin menggunakan Naga Pro — meski ia memiliki beberapa opsi side body.